Assalamualaikum wr.wb
Sampai saat ini kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi salah satu fenomena sosial yang masih terjadi di sebagian sebagian rumah tangga, khususnya di Indonesia. Kekerasan ini sendiri secara umum dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang bertujuan untuk melukai seseorang. Dalam hal ini segala bentuk ancaman, penghinaan, mengucapkan kata-kata kasar, dan tentu saja beragam bentuk tindakan kekerasan.
KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) yang sering menjadi permasalahan dalam rumah tangga. KDRT ini bisa menimpa rumah tangga siapa saja tanpa pandang bulu. KDRT sering dianggap hal Pribadi dan Aib dalam Rumah tangga. Kini KDRT merupakan Urusan publik dan diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT).
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) Â terjadi karena banyak faktor. Ada yang karena perebutan kekuasan, masalah keuangan, atau memang ada kecenderungan sadisme pada salah satu pasangan. KDRT sangat berdampak buruk bagi masa depan. Tidak jarang Korban KDRT tidak bisa menjalani hidup normal seperti biasanya. KDRT tidak hanya sebatas kekerasan dengan pasangan saja, tidak jarang orang tua melibatkan anak dalam masalah ini, Â sehingga Psikologis anak terganggu oleh apa yang telah ia lihat dan ia rasakan, Â dan tidak jarang pula ia akan melakukan hal yang sama jika sudah berumah tangga.
KDRT memiliki empat jenis, yakni kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran. KDRT dalam konteks sederhana, menyerupai lingkaran sebab akibat yang kompleks dan rumit. Ada beberapa akibat dari KDRT tersebut. Diantaranya:
1. Tidak pernah tenang
Seseorang yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga bakal sulit melupakan bekas luka yang dialaminya. Hidup pun jadi tidak tenang
2. Trauma
korban kekerasan dalam rumah tangga menjadi tertekan dan trauma setelah menghadapi pelecehan dalam hubungan mereka. Dan ini sangat berpengaruh buruk, Â bisa dalam lingkup pekerjaan ataupun pendidikan.
3. Rasa sakit
di mana salah satu di antara pasangan menerima kekerasan fisik, korban mungkin mengalami rasa sakit dan penderitaan. Dan ada kasus di mana cedera fisik sulit untuk dihilangkan. Seperti terjadinya cacat fisik yang tidak bisa sembuh (dihilangkan/permanen)
4. Ketakutan
korban kekerasan dalam rumah tangga cenderung menjadi paranoid. Mereka mungkin tidak bisa mempercayai adanya sebuah hubungan baru di mana mereka tidak akan dianiaya. Dan Sangat disarankan bagi korban KDRT untuk mengikuti sesi terapi, dimana mereka bisa menyembuhkan dan mengobati jiwa mereka atas pengalaman buruk yang sudah dialami. Terapi yang benar dan cukup akan membuat mereka lebih siap dan kuat untuk menghadapi hidup kedepannya.
Para kaum muda yang berada pada fase menjelang kehidupan berumah tangga harus diberikan pemahaman, pengetahuan, dan peran yang signifikan dalam penghapusan KDRT, misalnya kesiapan dalam membangun rumah tangga, kedewasaan calon pengantin, kesiapan ekonomi, pengetahuan masing-masing pasangan, lingkungan keluarga, lingkungan sosial, budaya, dan lain-lain. Mereka merupakan garda terdepan dalam menghapus atau mencegah KDRT. Semakin cepat kaum muda-mudi mengenali potensi KDRT, semakin siap pula mereka menangkal dan menghindarinya.
Penulis: Khairatun Nisa
Nim: 0201172114
Fakultas: Syari'ah dan Hukum
Jurusan: Hukum Keluarga Islam
UIN Sumatera Utara
DPL: Dr. Neliwati S,Ag M,Pd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H