Dakwah adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap muslim, bahkan hukumnya wajib dalam kesepakatan ulama, meskipun para ulama terbagi kepada dua pendapat tentang kewajiban dakwah; fardhu 'ain atau fardhu kifayah. Dalil kewajiban berdakwah termaktub dalam Alquran dan hadits, diantaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung." [Quran Surah Ali Imran ayat 104]
Dakwah tidak hanya berupa seruan kepada kebajikan, namun dakwah juga berupa pencegahan terhadap kemungkaran, hal ini ditegaskan dalam hadits Rasulullah Shallallahu'Alaihi WaSallam :
 : :
[ ]
"Dari Abu Sa'id Al Khudri Radhiallahu'anhu berkata : "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi WaSallam bersabda" : "Siapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka hendaklah ia merubah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman."(Hadits Riwayat Muslim)
Dua dalil diatas cukup untuk menjelaskan betapa pentingnya dakwah dalam Islam, terutama bagi orang yang memiliki kemampuan untuk berdakwah. Bahkan, Allah memerintahkan kepada hamba-Nya yang beriman untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka, salah satu caranya adalah dengan berdakwah dalam keluarga. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."[Quran Surah at-Tahrim ayat 6]
Saat ini, penulis justru mendapati bahwa para penuntut ilmu -yang notabene memiliki bekal pengetahuan lebih- yang menemukan kendala dalam berdakwah kepada keluarga, khususnya kepada orang tua mereka. Hal ini menjadi suatu dilema tersendiri bagi mereka, dilema ini terasa semakin menyiksa karena pemahaman agama si anak yang berilmu ini lebih baik daripada orang tua yang masih awam, dimana dakwah yang harus dilakukan oleh anak-anak kepada orang tuanya terbentur dengan keagungan dan ketinggian serta keluhuran kedudukan orang tua.
Tak jarang penulismenyaksikan perbedaan pendapat yang memanas antara orang tua dan anak yang berilmu ini, contohnya ketika Fulanah ingin menutup aurat dengan sempurna, mengenakan jilbab yang terjulur menutupi dada, berpakaian syar'i yang menutupi seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan tak pernah lupa memakai kaus kaki kemanapun ia pergi, orang tuanya mulai merasa risih karena penampilan anaknya yang berbeda dengan kebanyakan orang, tertutup, dan takut anaknya tak laku. Karena cara pendekatan  dan penyampaian alasan serta adab yang kurang baik, seringkali membuat Fulanah dan orang tuanya tersebut terlibat cekcok dan perdebatan.
Kenyataan ini membuatpenulis yakin akan pentingnya hikmah atau bijak dalam berdakwah, terlebih lagi dakwah kepada keluarga khusunya orang tua. Hikmah artinya seseorang harus benar-benar memahami dan menguasai keadaan dengan sebaik-baiknya, sehingga ia akan menempatkan segala urusan pada posisinya dan menyelesaikan masalah sesuai dengan proporsinya.Â
Karena tidak menutup kemungkinan, dakwah akan mengakibatkan kedurhakaan anak kepada orang tuanya bila kehilangan hikmah di dalamnya. Sebagaimana ia mungkin menimbulkan sikap menentang dan mengingkari kebenaran bila dakwah itu kering dan kasar tiada sedikitpun kelembutan  dan hikmah padanya. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :