Mohon tunggu...
Khairatun Hisan
Khairatun Hisan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pencapaian tahun ini yaitu bisa mandiri

Saya gampang berteman dengan orang baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Faktor Penyebab Stres Akademik Mahasiswa Tingkat Akhir dan Upaya Mengatasinya (Menurut Erik Erikson)

14 November 2024   14:18 Diperbarui: 14 November 2024   14:42 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penelitian ini memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami stres akademik di kalangan mahasiswa tingkat akhir dengan pendekatan teori psikososial Erik Erikson.(Mokalu & Boangmanalu, 2021) Penelitian terdahulu telah membahas berbagai faktor yang memengaruhi stres akademik, seperti tekanan akademik, ketidakpastian masa depan, dan harapan dari keluarga, namun studi yang secara khusus mengaitkan teori psikososial Erikson dengan pengalaman stres mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi Islam, seperti UIN Sunan Ampel Surabaya, masih terbatas.(Putri, 2024; Yuda et al., 2023) Penelitian ini menyoroti pentingnya motivasi diri sebagai faktor utama yang memengaruhi tingkat stres akademik, suatu temuan yang belum banyak dieksplorasi secara mendalam dalam konteks teori psikososial Erikson sebelumnya.(Oktaviona et al., 2023)
Penelitian ini memberikan argumen bahwa motivasi diri adalah faktor kunci dalam mengatasi stres akademik.(Johari & Ahmad, 2019) Berdasarkan hasil regresi linier berganda, motivasi diri muncul sebagai prediktor signifikan terhadap tingkat stres akademik dengan nilai signifikansi p < 0.05.(Budi Darma, 2008) Temuan ini menegaskan bahwa mahasiswa dengan motivasi diri yang tinggi lebih mampu mengelola tekanan akademik dan mempertahankan kesejahteraan emosional mereka.(Tsabitah & Hasan, 2022) Sementara itu, faktor lain seperti lingkungan kampus, beban pekerjaan, dan kondisi keluarga tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan secara individu. Namun, keseluruhan model mampu menjelaskan sebagian besar variasi dalam tingkat stres akademik, menunjukkan bahwa kombinasi faktor-faktor tersebut tetap penting.(Syahroni, 2023)
Hasil keseluruhan penelitian ini menegaskan pentingnya memperkuat motivasi diri mahasiswa sebagai strategi utama dalam mengatasi stres akademik.(Tsabitah & Hasan, 2022) Dalam analisis kuantitatif, motivasi diri terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat stres akademik, dengan koefisien beta yang cukup tinggi sebesar 0.934.(Siahaan, 2023) Data ini menunjukkan bahwa mahasiswa dengan motivasi diri yang kuat memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengatasi tekanan akademik. Sementara itu, faktor-faktor lain meskipun tidak signifikan secara statistik dalam penelitian ini, tetap penting untuk dipertimbangkan dalam konteks intervensi holistik.(Prasetio & Triwahyuni, 2022)
Penelitian ini membahas hubungan antara faktor penyebab stres akademik dan motivasi diri. Rendahnya motivasi diri terbukti sebagai faktor utama yang menyebabkan tingkat stres akademik yang tinggi.(Lestari et al., 2021) Temuan ini menunjukkan bahwa upaya untuk meningkatkan kesejahteraan mental mahasiswa harus difokuskan pada peningkatan motivasi diri.(Johari & Ahmad, 2019) Mahasiswa yang kurang termotivasi cenderung mengalami lebih banyak tekanan akademik, yang pada gilirannya dapat memengaruhi kinerja akademik mereka dan kesejahteraan psikologis secara keseluruhan.(Yunanda & Laksmiwati, 2022)
Dalam upaya mengatasi stres melalui perspektif psikososial Erikson, penelitian ini menyoroti beberapa strategi yang dapat ditempuh baik dari sisi internal maupun eksternal.(Widihapsari & Susilawati, 2018) Dari sisi internal, mahasiswa dapat menetapkan tujuan yang jelas dan spesifik, menyusun jadwal yang terstruktur, berbagi perasaan dengan orang terdekat, dan menerapkan teknik manajemen stres.(Pasaribu, 2019) Motivasi diri yang kuat dapat diperkuat melalui aktivitas yang memberikan kepuasan pribadi dan meningkatkan rasa pencapaian.(Kurniawati & Noviani, 2022)
Dari sisi eksternal, dukungan dari lembaga terkait seperti universitas dan pemerintah sangat penting.(Barseli et al., 2017) Universitas dapat menyediakan layanan konseling dan program kesejahteraan mental, sementara pemerintah dapat mengembangkan kebijakan yang mendukung kesejahteraan mahasiswa.(Marpaung, 2016) Program-program seperti pelatihan keterampilan manajemen waktu, lokakarya relaksasi, dan kegiatan sosial dapat membantu mahasiswa dalam mengelola stres akademik.(Abdillah & Ardiyansyah, 2019) Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung, mahasiswa dapat merasa lebih termotivasi dan mampu mengatasi tekanan akademik.(Jiyanto, 2022)
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah jumlah sampel yang relatif kecil, yaitu 20 responden, yang mungkin tidak mewakili seluruh populasi mahasiswa tingkat akhir.(Hadiwijaya et al., 2014) Selain itu, penelitian ini hanya dilakukan di satu universitas, sehingga hasilnya mungkin tidak dapat digeneralisasi ke perguruan tinggi lain.(Kesehatan et al., 2012) Metode pengumpulan data yang menggunakan kuesioner daring juga memiliki keterbatasan dalam hal validitas respon.(Koviliana, 2018)
Keberlanjutan penelitian ini dapat diarahkan pada pengembangan studi yang lebih luas dengan sampel yang lebih besar dan mencakup berbagai universitas.(Siregar, 2023) Penelitian mendatang juga dapat mengeksplorasi interaksi antara faktor-faktor penyebab stres akademik dan faktor-faktor lainnya seperti dukungan sosial dan lingkungan kampus.(Fajriawan et al., 2022) Dengan demikian, temuan yang lebih komprehensif dapat diperoleh untuk merancang intervensi yang lebih efektif.(R. Wibowo et al., 2021)
Tindak lanjut penelitian mendatang dapat mencakup eksperimen intervensi yang dirancang untuk meningkatkan motivasi diri mahasiswa.(Tarigan, 2018) Intervensi semacam itu dapat melibatkan pelatihan keterampilan manajemen diri, program mentoring, dan kegiatan yang mempromosikan kesejahteraan emosional.(Ahmad Syukri Sitorus, 2023) Evaluasi efektivitas intervensi tersebut dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang cara terbaik untuk mengurangi stres akademik dan meningkatkan kesejahteraan mahasiswa.(Susanti et al., 2022)
Dalam rangka mencapai hasil yang lebih holistik, penelitian mendatang juga dapat mengintegrasikan pendekatan kualitatif yang lebih mendalam.(Gebang, 2021) Wawancara mendalam dan studi kasus dapat memberikan pemahaman yang lebih kaya tentang pengalaman individu mahasiswa dan bagaimana mereka mengatasi stres akademik.(Hansen, 2020) Dengan demikian, strategi yang lebih terpersonalisasi dapat dikembangkan untuk mendukung mahasiswa dalam menghadapi tantangan akademik.(Utami, 2020)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun