Mohon tunggu...
Khair Khairuddin Lubis
Khair Khairuddin Lubis Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Kita duduk di sini karena menghargai kenyataan. Dan berdiam di sini karena menghargai lembaran malam. Aku dan kursi setengah basah ini adalah saksi kesendirian malam ini.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jangan sembunyi di tempat gelap

18 Agustus 2015   23:38 Diperbarui: 18 Agustus 2015   23:38 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa hal yang tak bisa kuutarakan padamu sejelas dan senyata mungkin. Mengertilah. Sebagai seseorang yang sepertinya memiliki bahu untuk tubuhmu bersandar, aku harus sadar. Sejauh mana kau berujar, aku hanya menjadi pendengar. Malam ini, kau tidak akan pernah tahu aku ini seperti apa, betapa terkejutnya aku dengan cerita yang kau bawa. Karena aku ini ikhwa milikmu dan sebagai sesama lelaki, kurasa bukan saatnya untuk mengatakan aku ini seperti apa. Meski cuma beberapa waktuku yang tersedia, meski mereka berkejar-kejaran deadline, maaf karena ini yang ada.

Untuk menuliskan dan menceritakannya ulang, izinkan aku menghela napas dan berbasmallah agar terdapat berkah dan hikmah. Izinkan pula aku menuangkannya ke dalam-dalam mata pembaca hingga merasuk ke dalam dada. Yang semoga Allah perkenankan ridha dan cinta-Nya.

Setelah sekian lama menghilang, ternyata kau tenggelam. Ditimbun lumpur hitam. Terpuruk di dalam masa lalu yang kelam. Astaghfirullah. Apa yang harus kulakukan ketika pertama kali langsung kumendengar kabar darimu?

Dengan gaya bercerita tak langsung, fitnah perempuan telah menyeretmu ke dalam siksaan yangn nyata. Aku hampir tidak bisa berkata apa-apa saat mendengar ‘zina’!

Sialnya aku kenapa kau bisa sejauh itu. Sialnya aku kenapa baru tahu sekarang.

Kuhela napas panjang. Aku masih berada dimana yang kau tahu bahwa aku tidak tahu itu perbuatan siapa. Sebagai kita, ini bukan saat yang tepat menyalahkan jika kau datang untuk dikuatkan. Sebagai lelaki, ini tempat bertukar pikiran betapa hebatnya fitnah yang telah digaris-turunkan.

“Sudah berbulan-bulan dia melakukannya. Apakah taubat…”

Mataku cerah. Banyak harapan yang kudengar dari kalimatnya.

“Bila diri mendekat pada-Nya. Hidup dan cinta terselamatkan entah bagaimana caranya. Teman, memperjuangkan yang pantas untuk diperjuangkan. Kira-kira siapa?”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun