Mohon tunggu...
Khairunnisa Pratiwi
Khairunnisa Pratiwi Mohon Tunggu... Lainnya - Kay

Welcome to my world

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ramai Pro-Kontra Terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Sembako dan Pendidikan

25 Juni 2021   10:33 Diperbarui: 25 Juni 2021   11:24 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan memberikan penjelasan soal rencana pemberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi bahan pokok (sembako) dan jasa pendidikan. Menurut Ditjen Pajak, kebijakan bebas PPN terhadap sembako dan jasa pendidikan saat ini dianggap tidak memenuhi rasa keadilan. Penjelasan itu disampaikan Ditjen Pajak melalui akun Instagram resmi Ditjen Pajak @ditjenpajakri, Sabtu (12/6/2021). Dari postingan tersebut banyak pro-kontra dari masyarakat mengenai rencana penarapan PPN tersebut. Pasalnya rencana ini dianggap tidak tepat untuk dibahas pada masa pandemi ini, karena dari kalangan bawah hingga atas juga terkena imbasnya dari pandemi Covid-19 pada sektor ekonomi, jadi hal ini lah yang membuat pro-kontra dari rencana PPN di kalangan masyarakat.

Keresahan masyarakat di sosial media tadi di klarifikasi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani jika tidak akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang sembako yang dijual di pasar tradisional. Sembako yang akan dikenakan PPN, adalah produk yang tidak dikonsumsi oleh masyarakat banyak. Hanya dikonsumsi oleh segelintir orang mampu karena impor dan harganya mahal. Karena menurutnya, selama ini barang sembako masuk dalam kategori barang yang tidaak kena pajak ini membuat barang-barang sembako yang premium ikut tidak kena pajak. Hal serupa terjadi pada jasa pendidikan, berdasarkan pengamatan pemerntah ada sekolah tertentu yang mengenakan iuran sangat tinggi kepada siswanya. Sekolah tersebut seharusnya dikenakan pajak agar dapat mensubsidi jasa pendidikan non komersial dengan konsumen masyarakat menengah ke bawah.

Wacana diatas mengemuka setelah draf Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) beredar ke publik. Menjawab pro-kontra tentang wacana kebijakan PPN Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan lagi jika aturan tersebut tidak akan dilakukan dalam waktu dekat (di masa pandemi) dan akan menunggu kondisi ekonomi pulih terlebih dahulu. Pemulihan ekonomi yang menjad fokus saat ini adalah memberikan insetif perpajakan di bidang perpajakan, mulai dari UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan hingga ditanggung pemerintah, dan lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun