Artinya : " Dari Jabir RA berkata, Rasulullah SAW bersabda : barang siapa mempunyai sebidang tanah, maka hendaklah ia menanaminya. Jika ia tidak bisa atau tidak mampu menanami, maka hendaklah diserahkan kepada orang lain (untuk ditanami) dan janganlah menyewakannya (HR. Muslim).
Produksi dapat meningkatkan kesejahteraan manusia dimuka bumi. Dalam ilmu ekonomi modern, kesejahteraan ekonomi diukur dengan uang, sedangkan dalam Islam kesejahteraan ekonomi terdiri dari bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi dan keikutsertaan sejumlah orang dalam proses produksi.
Produksi dalam bahasa arab adalah al-intaajdari akar kata nataja, tetapi dalam istilah fiqih lebih dikenal dengan kata tahsil,yaitu mengandung arti penghasilan atau menghasilkan sesuatu. Begitupun dengan Ibnu Khaldun, menggunakan kata tahsil untuk produksi ketika ia membahas pembagian spesialisasi tenaga kerja. Dalam kamuss bahasa Indonesia produksi berarti hasil atau penghasilan
Salah satu definisi tentang produksi adalah aktivitas menciptakan manfaat dimasa kini dan mendatang, Disamping pengertian diatas, pengertian produksi juga merujuk kepada prosesnya yang mentransformasikan input menjadi output. Segala jenis input yang masuk dalam proses produksi untuk menghasilkan output produksi disebut faktor produksi.
Pemahaman produksi dalam Islam memiliki arti sebagai bentuk usaha keras dalam pengembangan faktor-faktor sumber produksi yang diperbolehkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Qur'an surah Al-Maidah ayat 87. Islam menghargai seseorang yang mengelolah bahan baku kemudian menyedekahkannya atau menjualnya sehingga manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya atau untuk meningkatkan ekonomi untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Pekerjaan seseorang yang sesuai keterampilan yang dimiliki, dikategorikan sebagai produksi, begitupun kesibukan untuk mengolah sumber penghasilan juga dapat dikatakan produksi.
Produksi tidak hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada menjadi ada, tetapi menjadikan sesuatu dari unsur-unsur lama yaitu alam menjadi bermanfaat. Dari binatang ternak misalnya, orang dapat mengambil kulitnya untuk dijadikan pakaian dan barang jadi lainnya, dari susu binatang ternak dapat diperas dijadikan minuman susu segar ataupun susu bubuk untuk bayi. Manusia harus mengoptimalkan pikiran dan keahliannya untuk mengembangkan sumber-sumber investasi dan jenis-jenis usaha dalam menjalankan apa yang telah disyari'atkan.
Dalam firman Allah surah An-Nahl (16) : 11
Artinya : " Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Penjelasan menurut Hasbi Ash-Shidiq, Tafsir Al-Qur'anul Majid 3, menjelaskan bahwa dengan air itu suburlah tumbuh-tumbuhan yang berbagai macam jenis dan bentuknya, zaitun, korma, anggur, dan segala buah-buahan yang lain untuk menjadi rizki dan makanan bagimu (Hasbi, 1987 : 21399).
Sementara penjelasan menurut Al-Maraghi, Dia-lah yang menumbuhkan dengan air yang diturunkan dari langit itu tanaman-tanaman, zaitun, korma, anggur, dan buah-buahan lain, sebagai rizki dan makanan pokok bagi kalian, agar menjadi nikmat bagi kalian dan hujjah atas orang yang kafir kepada-Nya. Pada penurunan hujan dan lai-lain yang telah disebutkan, benar-benar terdapat dalildan hujjah bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, bagi kaum yang mengambil pelajaran dari dan memikirkan peringata-peringatan Allah. Sehingga hati mereka menjadi tenang karenanya, dan cahaya iman masuk kedalamnya, lalu menerangi hati dan mensucikan jiwa mereka.
Biji dan bulir jatuh ke tanah, lalu sampai dan menembus bagiannya yang lembab. Kemudian bagian bawah biji dan bulir itu terbelah, maka keluarlah dari padanya akar yang menyebar didalam tanah. Selanjutnya dari tanah itu keluar batang yang tumbuh, lalu pada batang itu keluar daun, bunga, biji, dan buah yang mempunyai berbagai bentuk, warna, cirri khas dan tabiat. Orang yang berfikir tentang hal ini akan mengetahui, bahwa Tuhan yang mempunyai kekuasaan seperti ini tidak mungkin ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya dalam sifat-sifat kesempurnaan-Nya, lebih-lebih menyekutui-Nya dalam sifat-sifat-Nya yang paling khusus, yaitu Uluhiyyah dan hak untuk disembah (Al-Marghi, 1992: 105-106).