“Uang Rp200-nya diganti permen aja ya Mbak soalnya nggak ada uang receh.”
Sejumlah toko seringkali menggunakan permen sebagai pengganti uang kembalian. Ketersediaan uang logam pecahan kecil memang sangat terbatas di masyarakat. Rata-rata masyarakat memilih menggunakan uang kertas sebagai alat pembayaran.
Transaksi permen dianggap tidak sah. Pasalnya, permen bukan merupakan alat tukar, sehingga merugikan konsumen. Permen menjadi alat transaksi, layaknya mata uang resmi Rupiah (Rp), mulai muncul tidak lama setelah menjamurnya supermarket atau pasar swalayan di beberapa kota besar sekitar pertengahan tahun 90-an.
Saya pribadi seringkali menerima permen sebagai uang kembalian dari kasir toko modern atau waralaba. Petugas kasir selalu menyebut tidak memiliki uang receh untuk kembalian saat menyerahkan permen.
Kondisi seperti ini tentu sangat meresahkan konsumen. Nilainya memang tidak seberapa per transaksi tetapi sangat menjengkelkan. Namun jika berulang terus nilainya besar juga. Umumnya nilai permen yang digunakan sebagai alat transaksi sekitar Rp 500 per transaksi.
Nilai per permen bervariasi, misalkan saja nilai 1 permen dianggap oleh mini market setara dengan Rp 100, sedangkan harga pokok satuan permen itu rata-rata hanya Rp 70 per permen.
Jika dalam 1 hari terjadi rata-rata ada 100 transaksi/mini market dan per konsumen diberikan kembalian rata-rata 2 permen/konsumen/hari, maka rata-rata mini market memberikan kembalian permen ke konsumen yang berbelanja senilai: 100 x 2 x Rp 100 = Rp 20.000/hari.
Sedangkan modal membeli permen: 100 x 2 x Rp 70 = Rp. 14.000. Jadi keuntungan mini market/hari dari permen Rp. 6.000/hari atau Rp. 180.000/bulan. Ini angka konservatif, biasanya lebih. Legalkah permen sebagai alat bayar resmi di negara ini?
Solusi
Sebagai solusinya, masyarakat harus mulai membiasakan penggunaan menggunakan kartu debit dan e-money sebagai alat pembayaran di supermarket dan swalayan.
Penggunaan kartu debit maupun e-money dalam melakukan transaksi sangat penting untuk meminimalisir kekurangan kembalian yang sudah tidak beredar lagi pecahannya.