Pengembangan kreativitas semakin dianggap sebagai suatu keharusan dalam dunia pendidikan. Keberhasilan pengembangan kreativitas harus dimulai sejak anak usia dini. Oleh karena itu, memelihara imajinasi anak dan keterampilan berpikir kreatif dianggap sebagai salah satu tujuan terpenting pendidikan anak usia dini di abad ke 21. Menurut hasil pengukuran Global Creative Index pada tahun 2015, Indonesia meraih peringkat ke-115 dari 139 negara dalam pengembangan kreativitas (Florida et al., 2015). Dimana di dalam hal ini, guru memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan kreativitas anak.Â
Beragam riset menunjukkan bahwa bahwa kreativitas dipengaruhi oleh faktor situasional dan faktor personal berupa karakteristik kepribadian, yang keduanya dapat sama-sama menghambat maupun memfasilitasi performa kreatif individu (Soroa et al., 2015). Faktor personal berupa karakteristik kepribadian adalah guru harus bisa meregulasi dirinya untuk menjadi kreatif dalam pekerjaan mereka dan menumbuhkan kreativitas bagi peserta didik. Mengingat kreativitas bisa dikembangkan melalui proses pendidikan, kegiatan ini disusun untuk memberikan pembekalan kepada guru dalam memahami dan menerapkan proses belajar melalui regulasi diri pada guru yang merangsang sikap kreatif siswa pada tingkat sekolah Taman Kanak-Kanak.
Adanya perubahan besar pada ekonomi global dalam menjalankan bisnis, membuat kemampuan memecahkan masalah, menjadi inovatif, dan berpikir fleksibel menjadi atribut-atribut yang sangat dibutuhkan pada abad 21 (Eddles-Hirsch et al., 2020). Oleh sebab itu minat terhadap kreativitas telah meluas ke ranah pendidikan. Pengembangan kreativitas semakin dianggap sebagai suatu keharusan dalam dunia pendidikan (Skiba et al., 2010). Di Indonesia sendiri pengembangan kreativitas tertuang dalam perjalanan kurikulum yaitu mulai dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) melalui peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006, Kurikulum 13 melalui Permendikbud Nomor 146 Tahun 2014, hingga saat ini yaitu Kurikulum Merdeka melalui pendidikan berbasis karakter yaitu projek penguatan Profil Pelajar Pancasila, dimana salah satu elemennya adalah mencetak pelajar kreatif yaitu pelajar yang bisa menghasilkan gagasan, karya, dan tindakan yang orisinil memiliki keluwesan berpikir dalam mencari alternatif solusi permasalahan (Kemendikbud, 2022). Adanya usaha pemerintah dalam mengembangkan kreativitas yang tertuang dalam berbagai kurikulum ternyata belum membuahkan hasil yang memuaskan, menurut hasil pengukuran Global Creative Index pada tahun 2015, Indonesia meraih peringkat ke-115 dari 139 negara, bahkan lebih rendah dari negara tetangga Malaysia yang menduduki peringkat 63 (Florida et al., 2015). Hal ini mengindikasikan bahwa keberhasilan pengembangan kreativitas dalam pendidikan perlu didukung bagaimana praktik nyata di lapangan.
Self-Regulation sebagaimana didefinisikan oleh Zimmerman (2000) adalah keyakinan seorang pembelajar tentang kemampuan mereka untuk dapat bertindak, berfikir, berperasaan dan berprilaku yang benar di dalam mengejar tujuan yang bernilai diiringi dengan pemantauan diri dan refleksi diri terhadap kemajuan mereka di dalam mencapai tujuan tersebut. Hal ini digambarkan dengan sebuah siklus yang berupa tindakan terhadap usaha yang telah dilakukan sebelumnya sebagai bentuk penyesuaian terhadap tujuan yang diinginkan. Penyesuaian ini sangat diperlukan dikarenakan sebab dan akibat yang seseorang lakukan dan dapati di dalam usahanya mencapai tujuan dapat berubah di sepanjang proses ia belajar dan bertindak.
Regulasi diri ini sangat penting bagi seorang guru di dalam mencapai kesuksesan. Sebab semakin baik regulasi diri guru, maka akan semakin baik dirinya di dalam mengontrol diri dan mengevaluasi segala tindakan kreatifnya. Hal ini bila efektif dilakukan, maka akan dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang di dalam mencapai kesuksesan dan di dalam upaya menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat merugikan dirinya (Baumeister, 1997). Sebab regulasi diri ini adalah kemampuan yang dimiliki seseorang di dalam mengendalikan diri terhadap dorongan-dorongan yang bersifat negatif dari lingkungan ketika diri tidak memiliki kontrol dari manapun (Papalia & Martorell, 2021).
Kreativitas pada dasarnya bukan keterampilan yang hadir secara instan pada individu, tetapi dapat dirangsang melalui pendidikan. Dalam hal ini terutama berkaitan dengan regulasi diri pada diri seorang Guru TK di dalam upaya menjadi guru yang berprestasi, mampu menjadi seorang pendidik yang mumpuni dan berkompetensi sebagaimana dirinci pada Permendiknas No.16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru tentang 4 (empat) standar kompetensi Guru Taman Kanak-Kanak yaitu memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional.
Referensi
Baumeister, R. F. (1997). Esteem threat, self-regulatory breakdown, and emotional distress as factors in self-defeating behavior. Review of General Psychology, 1(2), 145--174.
Eddles-Hirsch, K., Kennedy-Clark, S., & Francis, T. (2020). Developing creativity through authentic programming in the inclusive classroom. Education 3-13, 48(8), 909--918. https://doi.org/10.1080/03004279.2019.1670714
Florida, R., Mellander, C., & KIng, K. (2015). Global Creativity Indeks.
Papalia, D. E., & Martorell, G. (2021). Experience Human Development, Fourteenth Edition. In McGraw-Hill Education (Vol. 14, Issue 4).