Mohon tunggu...
Zainiyah Rizkita Arief
Zainiyah Rizkita Arief Mohon Tunggu... -

Jujurlah setidaknya pada dirimu sendiri\r\nHanya ingin jadi sejumput rumput liar yang tetap hidup sebagai dirinya walau terus berusaha di berangus orang dan seekor burung yang terbang bebas di angkasa\r\n\r\nkhadijahavicena.wordpress.com\r\n@k_avicena

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan - Perempuan Buru Mbah Pram

1 Januari 2012   09:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:29 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan. Nama sebuah makhluk yang sering kali tidak dianggap manusia. Setidaknya ada 6 orang wanita yang diceritakan dalam tetralogi buru. Nyai Ontosoroh Nama aslinya adalah Sanikem. Dia adalah seorang “nyai”, gundik. Ameliorasi dari simpanan. Gadis pribumi yang di”angkat derajatnya” oleh orang kulit putih. Tidak dinikahi secara hukum, namun punya kewajiban melahirkan anak-anak sang kulit putih. Digambarkan secara jelas, bahwa perempuan pribumi tidaklah berbeda dengan budak. Digambarkan sebetapa kejam para penjajah telah membuat pribumi tanpa daya. Terutama perlakuan mereka pada perempuan. Belum lagi memang secara kultur pribumi perempuan tidaklah punya hak sedikit pun menentukan pilihannya. Tapi semuanya menjadikannya kuat. Dikisahkan bahwa Nyai Ontosoroh memegang kendali perusahaan yang dia bangun bersama sang suami setelah sang suami menjadi “gila”. Mengapa sang suami gila? Silahkan baca sendiri… HE  . Annelise Mallema Ini adalah anak Nyai Ontosoroh dan Tuan Mallema (lupa nama depannya). Istri pertama dari sang tokoh utama, Minke. Karakternya sangat lemeh lembut. Perempuan idaman para lelaki pokokna mah. Wajahnya pun digambarkan sangat cantik. Diibaratkan sebagai bunga akhir abad. Dan akhirnya dia dimatikan oleh Pram didalam keadaan yang tidak begitu baik . Mati karena dia terlalu lemah. Tidak hanya secara fisik, tapi juga mental. Karena dikisahkan bahwa perempuan indo belanda ini dikisahkan meninggal dalam keadaan linglung, bukan hanya fisiknya yang sakit tapi juga jiwanya. Entah mengapa kurang suka dengan tipe-tipe tokoh perempuan yang kayak begini. Ang San Mei Awalnya Ang San Mei adalah tunangan dari sahabat perjuangan Minke. Sang sahabat pada akhirnya mati dalam pertempuran melawan kolonial. Sang sahabat sendiri adalah orang yang banyak menginspirasi Minke bahwa memang bangsa Asia perlu melakukan perlawanan terhadap orang kulit putih. Akhirnya dia dan Minke menikah walau mereka berbeda keyakinan. Ajaran yang tidak bisa dibenarkan. Tapi, seakan mbah mau bilang bahwa apapun landasan ideologi manusia, itu bisa dikompromikan ketika kita punya satu tujuan yang sama tentang APA yang perlu dituju. Masalah APA yang ingin dimitoskan sebagai pemersatu adalah urusan melakangan. Hal ini yang menjadi landasan Minke mendirikan Syarikaat Dagang Islam setelah istri keduanya ini meninggal. Minke diceritakan sebagai seorang islam abangan yang ingin memanfaatkan agama sebagai pemersati yang dapat mempersatukan kalangan bawah. Ang San Mei ditunjukkan sebagai permodelan perempuan aktivis. Dia dikisahkan meninggal karena digerogoti penyakit yang tidak dia pedulikan karena dia terlalu sibuk menggerakkan bangsanya yang ada di Hindia. Dia bahkan tidak mengijinkan suaminya, Minke, untuk tahu apa yang dikerjakannya. Tahu saja tidak diijinkan, apalagi melarang. Kerennya adalah Minke meskipun harga dirinya sebagai laki-laki sedikit tercoreng, dia tetap mengijinkan istrinya untuk melakukan apa yang menurut istrinya benar. (entah mengapa jadi teringat khudori… huhu…). Prinses van Kasitura Dia adalah seorang putri dari pejabat di sebuah daerah bernama Kasitura. Seorang putri yang ayahnya dibuang ke Batavia karena tidak tunduk  kepada pemerintahan kolonial. Ketidakpatuhan sang ayah ternyata tidak lepas dari dukungan sang putri. Minke yang kala itu dikisahkan memang dekat dengan pemerintahan kolonial, diminta untuk mengendalikan perlawanan ini dengan menikahi sang putri. Hal ini banyak dilakukan pada perempuan-perempuan vocal jaman dahulu. Termasuk pada seorang Gadis Jepara. Yang dikisahkan suka surat penyurat dengan Prinses. Dukungan Prinses memang berbeda dengan dukungan Ang San Mei. Tapi Prinses dikisahkan sebagai seorang wanita yang berbakti pada suaminya. Walau dukungan tidak secara nyata ada dalam pembentukan SDI. Namun, dia rela melakukan apapun untuk sang suami. Termasuk membunuh lawan suaminya, meski sang suami tidak memintanya. Semua itu dilakukannya, bukan karena sang suami yang meminta pengabdiaanya. Tapi karena memang Prinses yang merasa bahwa itu adalah kewajibannya. Gadis Jepara Gadis Jepara adalah nama yang disebut untuk teman surat menyurat Prinses van Kasitura. Tebakan saya, dia adalah Kartini, namun seingat saya, tidak disebutkan sekali pun nama Kartini disebut di sini. Dia digambarkan sebagai perempuan yang ingin melawan mitos ketidakberdayaan seorang perempuan terhadap budaya jawa yang patriarki. Diceritakan bahwa dia dinikahkan paksa sebagai istri kesekian untuk “menghabiskan” gerakannya. Itu diikhlaskannya, karena memang dia tidak diberikan pilihan untuk memilih. Dia ingin sekolah. Sekolah sampai tinggi. Dalam rencananya dia akan meminta cerai setelah melahirkan anaknya. Hanya itulah satu-satunya jalan yang bisa membebaskan seorang wanita untuk dapat bebas memilih sendiri jalan hidupnya. Sayang, dia meninggal setelah melahirkan anak pertamanya. Siti Soendari Siti Soendari adalah seorang aktivis wanita yang berasal dari kalangan jawa pasaran, dari kalangan buruh tani kukira. Berbeda dengan Gadis Jepara yang merupakan wanita dari kalangan ningrat. Maka dari itu sang ayah tidak bisa melakukan perlakuan dominasi terhadap Siti Soendari. Apalagi pesan dari juragan sang ayah yang pemikirannya humanis. Kira-kira beginilah pesannya pada sang ayah. “Jangan kau nikahkan Soendari itu. Dia punya potensi untuk maju. Jangan habiskan potensinya itu dengan menikahkannya.” Dia dikisahkan kuat dan tegar dalam kelembutan. Saya rasa ini adalah potret ideal mbah Pram untuk seorang wanita pribumi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun