Pengertian Kepatuhan Pajak
Kepatuhan pajak (tax compliance) merupakan suatu perilaku wajib pajak (orang pribadi maupun badan) untuk memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan pajak diukur melalui 2 indikator, yakni kepatuhan formal dan dan kepatuhan materiil.Â
Kepatuhan formal merupakan suatu upaya wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan formal dalam Undang-Undang Perpajakan. Sementara itu, kepatuhan materiil merupakan upaya wajib pajak yang secara substantif memenuhi seluruh ketentuan materiil perpajakan (sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan).Â
Dengan demikian, wajib pajak yang telah memenuhi kepatuhan formal berarti telah memenuhi kepatuhan materiil. Perbedaan antara kedua indikator tersebut dapat dilihat dari konteksnya, bahwa kepatuhan formal merupakan kepatuhan wajib pajak dalam hal pelaporan, sementara kepatuhan materiil merupakan kepatuhan wajib pajak dalam hal yang lebih luas yang mencakup perhitungan, penghitungan, pembayaran, serta pelaporan.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah
Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:Â
1. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.Â
2. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.Â
3. Nomor lnduk Kependudukan adalah nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.Â
4. Wajib Pajak Warisan yang Belum Terbagi Sebagai Satu Kesatuan Menggantikan yang Berhak yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi adalah Wajib Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.Â
5. Nomor Pokok Wajib Pajak Cabang adalah Nomor Pokok Wajib Pajak yang diberikan bagi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak atau yang diberikan untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan serta Pajak Karbon yang tidak dapat menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak pusat.Â
6. Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha adalah nomor identitas yang diberikan untuk tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.Â
7. Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak yang selanjutnya disebut Klasifikasi Lapangan Usaha adalah pengelompokan aktivitas atau kegiatan ekonomi Wajib Pajak yang memuat informasi aktivitas, kegiatan usaha, pekerjaan bebas, atau pekerjaan dalam hubungan kerja yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Tujuan Utama PMK Nomor 112/PMK.03/2022
1. Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak: Dengan memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk mengungkapkan kewajiban pajak mereka yang belum dipenuhi tanpa dikenakan sanksi administrasi dan pidana, diharapkan akan ada peningkatan kepatuhan secara sukarela.
2. Meningkatkan Penerimaan Pajak: Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak dengan cara yang lebih efektif dan efisien.
3. Transparansi dan Akuntabilitas: Mendorong wajib pajak untuk lebih transparan dalam melaporkan aset dan kewajiban pajak mereka, sehingga menciptakan lingkungan perpajakan yang lebih akuntabel.
Mekanisme Pelaksanaan
1. Pengungkapan Sukarela: Wajib pajak diberi kesempatan untuk melaporkan kewajiban pajak yang belum dipenuhi dengan ketentuan tertentu yang diatur dalam PMK.
2. Sanksi yang Diringankan: Wajib pajak yang mengikuti program ini akan diberikan keringanan sanksi administrasi, yang diharapkan dapat mendorong lebih banyak wajib pajak untuk berpartisipasi.
3. Pelaporan yang Mudah: Proses pelaporan dirancang agar mudah diakses dan dilakukan oleh wajib pajak, dengan panduan yang jelas dan bantuan dari otoritas pajak jika diperlukan.
Tantangan Implementasi
1. Sosialisasi: Pentingnya sosialisasi yang efektif agar semua wajib pajak memahami manfaat dan mekanisme program ini.
Kepatuhan Setelah Pengungkapan: Memastikan bahwa wajib pajak tetap patuh terhadap kewajiban pajak mereka setelah mengikuti program ini.
2. Pengawasan: Pengawasan yang ketat diperlukan untuk memastikan bahwa wajib pajak yang berpartisipasi benar-benar melaporkan semua kewajiban mereka dengan jujur.
Dampak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
1. Positif:
a. Peningkatan Kepatuhan Sukarela: Dengan insentif berupa pengurangan sanksi, diharapkan lebih banyak wajib pajak yang akan melaporkan kewajiban mereka dengan sukarela.
b. Perluasan Basis Pajak: Lebih banyak wajib pajak yang melaporkan kewajiban mereka akan memperluas basis pajak, sehingga meningkatkan penerimaan negara.
c. Penurunan Sengketa Pajak: Dengan adanya kesempatan untuk melaporkan kewajiban pajak yang belum terpenuhi tanpa sanksi berat, potensi sengketa pajak dapat diminimalisir.
2. Negatif:
a. Penyalahgunaan Kebijakan: Ada risiko bahwa kebijakan ini bisa disalahgunakan oleh wajib pajak yang ingin menghindari kewajiban pajak dengan memanfaatkan program ini.
b. Ketidakmerataan Pemahaman: Tidak semua wajib pajak mungkin memiliki pemahaman yang sama mengenai manfaat dan prosedur PPS, sehingga bisa terjadi ketidakmerataan dalam partisipasi.