Pepatah mengatakan "apalah arti sebuah nama". Mungkin terkesan klise, nyatanya nama memiliki sejuta makna intrinsik bagi pemiliknya. Lewat sebuah nama kita bisa mengimpersonate sesorang berasal dari suku mana, ras apa, keyakinan yang dianutnya hingga generasi keberapa.
Nama-nama yang mencerminkan daerah biasanya mudah ditebak. Jika memiliki nama Cut - Teuku adalah orang yang berdarah Aceh. Sementara pemilik nama bermarga Hutapea, Silalahi, Siregar, bisa ditebak kalau ia berdarah batak. Begitupun dengan nama Made, Gede, Kadek, dan Wayan dari Bali. Namun ada juga memiliki kemiripan seperti Ida, Bagus, Ayu, Gusti yang sama-sama digunakan oleh orang Bali dan Jawa.
Ketika mengetahui nama seseorang, kita juga bisa memprediksi kelahiran tahun berapa orang tersebut. Misalnya nama Suprapto-Hartini, biasanya dimiliki oleh orang kelahiran tahun 80 keatas atau maksimal 80an akhir lah. Sementara anak generasi milenial biasanya memiliki nama yang lebih kreatif. Misalnya Alesandro gabungan dari ibu bernama Alesa dan ayah bernama andro. Atau Febrina karena lahir di bulan februari
Lebih menarik lagi nama-nama anak gen Z. Dimana Bryan Valentino bukanlah seorang blasteran melainkan lahir dari pasangan yang mengidolakan Bryan adam vs Valentino Rossi, misalnya. Ada juga Kenang Prasasti Cantika Sultania adalah seorang yang lahir dari pasangan Jawa tulen dan menginginkan anak yang cantik plus kelak menjadi sultan.
Nama anak sering dijadikan ajang kreativitas para orang tua dalam merangkai kata yang diharapkan bisa menjadi untaian doa bagi putra putrinya. Tak melulu mencerminkan etnis, agama atau daerah asal lagi. Sah-sah saja asalkan masih masuk akal dan tidak memberatkan.
Tidak masuk akal jika ada seorang anak diberi nama benda misalnya "Ditaleni Rafia" yang sempat viral beberapa waktu lalu. Atau nama yang terlalu panjang hingga menghabiskan waktu untuk mengeja pada saat pengisian datadiri. Sebaliknya nama yang terlalu singkat hanya berupa satu huruf "Y" yang juga viral beberapa waktu lalu. Dan masih banyak rupa-rupa lainnya.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan. Syarat terbaru yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait pembuatan nama untuk pencatatan dokumen kependudukan adalah nama harus terdiri dari minimal dua kata, sebagaimana dituliskan dalam Pasal 4 ayat (2) poin C. Namun jika pemohon bersikeras untuk satu kata tetap diperbolehkan.
Alasan minimal dua kata adalah pertimbangan masa depan anak, misalkan daftar sekolah atau pembuatan paspor dimana nama harus selaras dengan pelayanan publik lain. Nama yang tercatat di Dokumen Kependudukan maksimal menggunakan 60 karakter, termasuk spasi. Hal lain, nama harus mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir.
Nama tak sekedar menjadi sebutan, penanda atau label yang diberikan kepada seseorang. Lebih dari itu, nama adalah doa bagi diri dan kehidupan seseorang. *deeja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H