Semenjak jejaring media sosial menjadi hiburan utama mengalahkan tayangan televisi, aktivitas kebanyakan manusia tak terlepas dari pengaruh gadget.Â
Tren dimulai dengan kemunculan facebook dimana beranda sering dijadikan tempat curahan hati berbagai bentuk perasaan terutama kegalauan.Â
Facebook diyakini menggunakan analogi tembok ratapan orang Yahudi sehingga menamai laman berbaginya sebagai "wall atau dinding". Disana banyak kita jumpai keluh kesah, kesedihan, hingga doa dan harapan memenuhi wall sosmed buatan Mark Zuckerberg tersebut.
Hal serupa juga terjadi pada jejaring lain seperti twitter, instagram, tik tok sampai you tube. Orang berlomba - lomba membuat konten seputar pribadi, masalah rumah tangga, saling sindir, hujat hingga bully pihak tertentu yang tidak seharusnya menjadi konsumsi publik.
Parahnya netizen lain seolah terhibur dan terus memancing pelaku agar melanjutkan curhatnya via sosmed. Miris ketika ada seorang wanita mengaku menjadi pelakor dan melakukan sesi live di sosmednya dengan ujaran kebencian dan gesture yang mengundang syahwat.Â
Bisa-bisanya hal tercela semacam ini mendapat banyak perhatian dan menambah jumlah pengikut. Padahal aib adalah sesuatu hal yang seharusnya tertutup rapat. Dengan mengumbar ke medsos bukankah sama halnya dengan membuka aib sendiri
Psikolog Analisa Widyaningrum mengatakan bahwa medsos bisa menjadi platform yang cukup riskan untuk mengungkapkan masalah personal.Â
Menurut dia, curhat di media sosial punya sisi baik dan buruk. Terutama jika dilihat dari penggunaan bahasa dan respons orang lain.Â
Memang ada beberapa orang yang lebih lega saat curhat di media sosial ketika mendapat dukungan atau respon positif. Namun demikian, tak selamanya curhat di media sosial mampu menemukan solusi terbaik dan malah memperkeruh suasana.Â
Menurut Analisa, hal itu sangat wajar terjadi. Karena manusia punya suatu dorongan yang membuat seseorang menjadi negatif ketika dirinya sedang mengalami hal yang negatif juga.
Menurut psikolog Arina Megumi M.Psi., membeberkan masalah pribadi di medsos bisa membahayakan, karena kehidupan pribadi kita diketahui oleh banyak orang. Bahayanya lainnya adalah rekam jejak digital yang dengan kecanggihan teknologi, postingan kita bisa dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain. Beberapa perusahaan juga menggunakan jejak media sosial untuk rekrutmen calon karyawan. Hati-hati bisa menjadi boomerang di kemudian hari.
Ada acara-cara yang lebih sehat untuk mengungkapkan isi hati dengan menyalurkan hobi melukis, recording, seperti menulis diary, blog, puisi dan lagu.Â
Jika memang perlu bercerita sebaiknya ke orang-orang terdekat atau ahli di bidangnya. Rutinkan kebiasaan itu untuk meredakan perasaan dan mengurangi keinginan curhat di medsos.Â
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dengan membuka ranah privasi menjadi konsumsi publik. *deeja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!