Mohon tunggu...
Khadeejannisa
Khadeejannisa Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

بسم الله Menulis adl caraku berbagi dan bercerita

Selanjutnya

Tutup

Worklife

RUU KIA Cuti Melahirkan: Mendukung atau Menikung Pekerja Wanita?

6 Juli 2022   18:57 Diperbarui: 8 Juli 2022   19:55 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guna memastikan pemenuhan kebutuhan ibu dan anak dalam pelayanan kesehatan serta fasilitas khusus demi kesejahteraan pekerja yang hamil dan melahirkan, DPR mencanangkan RUU KIA yang baru. 

Pengesahan RUU KIA sebagai RUU inisiatif DPR beberapa waktu lalu diantaranya mengandung usulan cuti melahirkan selama 6 bulan dan cuti ayah selama 40 hari untuk mendampingi istri yang melahirkan serta penyediaan fasilitas tempat penitipan anak (daycare) di fasilitas umum dan tempat bekerja. 

DPR melalui RUU KIA tersebut berupaya memastikan anak-anak generasi bangsa dapat tumbuh dan berkembang menjadi SDM (Sumber Daya Manusia) unggulan di masa depan.

RUU KIA tersebut diyakini mendukung para pekerja wanita dalam mendapatkan hak-hak diantaranya:

Cuti panjang otomatis mendukung gerakan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama lebih optimal

Memberikan kelonggaran waktu bagi pekerja wanita yang sedang dalam masa menyusui selama di lingkungan kerja (leluasa untuk memerah ASI di tengah jam kerja)

Penyediaan penyediaan fasilitas ruangan laktasi khusus bagi busui (ibu menyusui) di tempat kerja sesuai Permenkes no. 15 tahun 2013

Cuti ayah berdasarkan UUTK hanya 2 hari kerja. Sedangkan RUU KIA memberikan cuti 40 hari dianggap sebagai regulasi baru yang dianggap baik untuk memberikan dukungan bagi istri secara fisik dan psikis dlm memnuhi kebutuhan asi eksklusif

Meningkatnya kesadaran di beberapa negara terkait pentingnya peran kedua orang tua dalam pengasuhan anak, dimana selama ini ibu dianggap sebagai pelaku tunggal & utama. 

Maka kebijakan mengenai hak cuti melahirkan karyawan telah dikondisikan sedemikian sehingga tidak hanya mendominasi peran perempuan sebagai ibu. 

Sebagai bahan perbandingan kita bisa melirik penerapan di negara Swedia misalnya. Kedua orang tua baik ayah maupun ibu mendapatkan cuti berbayar selama 480 hari yang berlaku hingga anak berusia 8 tahun. 

Hak cuti yang ramah dan mewujudkan worklife balance. Namun apakah kebijakan semacam ini akan bisa diterapkan di negara kita saat ini?

Kenyataannya persoalan RUU KIA yang baru harus disesuaikan dengan kemampuan perusahaan. Cuti 6 bulan melahirkan & 4 bulan suami sebagai pendamping akan berpengaruh terhadap kinerja korporasi. 

RUU KIA didalamnya mengatur bahwa selama cuti hamil 6 bulan pekerja tetap mendapatkan upah/ gaji utuh selama 3 bulan pertama dan pada 3 bulan berikutnya gaji dibayarkan sebesar 70%. Pihak DPR dan pemerintah sebaiknya juga turut serta melibatkan pengusaha dalam penetapan RRU KIA sebelum ketok palu. 

Mengingat ada beragam skala dan omzet perusahaan yang kondisinya tidak bisa disamaratakan.  

Bukannya tidak berpihak pada kesejahteraan karyawan, tetapi lebih memikirkan efek jangka panjang sebagai konsekuensi dari penerapan RUU KIA yang baru. Para pelaku usaha mengharapkan agar RUU cuti melahirkan ini dikaji lebih dalam dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti tingkat produktivitas dan kemampuan pengusaha. 

Para pengusaha dengan kesiapan dan kemampuan yang tidak mumpuni bisa saja menciptakan rules baru yang sangat mungkin dapat memojokkan posisi kaum feminis. Padahal selama ini lapangan pekerjaan bagi wanita terbuka lebar. 

Akan terjadi diskriminasi pada pekerja wanita terutama di usia subur karena dianggap kurang berkontribusi pada pekerjaan di saat hamil, melahirkan dan menyusui. Nilai pekerja laki-laki akan dianggap lebih tinggi daripada pekerja wanita. 

Upah standar pekerja wanita bisa berada dibawah pekerja laki-laki. Hal yang terdampak lain misalnya para pelaku usaha berusaha mengikat dalam kontrak kerja yang melarang hamil dalam jangka waktu tertentu. 

Dengan pembatasan-pembatasan tersebut bukankah menimbulkan masalah baru yakni jurang kemiskinan. Sebagaimana diketahui selama ini wanita juga berperan dalam membantu meningkatkan perekonomian. 

Jangan sampai RUU KIA yang digadang-gadang mendukung kesejahteraan kaum wanita malah menjadi boomerang yakni penghambat karir wanita itu sendiri.
*deeja

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun