Mohon tunggu...
Khabib Zaman
Khabib Zaman Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

terobsesi menjadi seniman kelas dunia dengan membumikan teori-teori yang melangit lewat imajinasi yang tak terbatas karya Sang Pencipta.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Krisis Pesta Demokrasi Indonesia

29 Maret 2014   18:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:19 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

menyambut pesta demokrasi 9 April mendatang, banyak fenomena-fenomena yang bagi penulis konyol bahkan tak mencerminkan rasionalitas para caleg. banyak cara yang dilakukan demi memperlancar jalan meraih ambisi kekuasaan di tampuk kepemimpinan negeri ini. adakalanya lurus-lurus ada pula yang melenceng. hingga ada beberapa diantaranya melakukan aktivitas yang penulis pandang menjurus pada klenik, supranatural. bagi masyarakat indonesia yang secara historis pernah memeluk kenyakinan animisme-dinamisme hingga hindu budha. terutama masyarakat jawa yang secara masif mengalami perubahan kepercayaan ke Islam oleh para wali. namun tak serta merta menghilangkan semua kebudayaan hindu budha. bahkan hingga sekarang masih membekas bahkan dilestarikan  masyarakat salah satu contohnya upacara "nyadran" atau "sadranan" yang masih ditemukan dibeberapa wilayah DIY  dan Jateng.   kembali kepada masalah pemilu, para caleg yang secara mayoritas beragama islam dengan muka ratanya (tanpa malu) melakukan hal-hal klenik yang dalam islam sendiri dilarang karena termasuk perbuatan syirik. salah satunya melakukan "tapa ngeli" atau bertapa di aliran sungai hingga pergi ke dukun-dukun guna mencari  berkah dan masih banyak lagi.

berkaca dari fenomena tersebut, penulis tergugah untuk menguraikan pemikiran liarnya. disadari atau tidak, pemilu berkorelasi dengan kejiwaan seseorang. bahkan banyak rumah sakit yang secara gamblang akan menyediakan fasilitas pemulihan bagi para caleg yang gagal terpilih atau kalah bersaing. kenapa demikian? sudah jelas bagaimana sejarah mencatat bahwa para caleg yang gagal akan mengalami gangguan mental psikologis (gila). maka timbullah yang saya sebut KLASIFIKASI GILA. penulis membaginya kedalam tiga kelas. pertama, gila normal; kedua, gila parsial; dan ketiga, gila absolut.

1) gila normal; adalah gangguan kejiwaan yang dialami manusia pada umumnya. contohnya orang tanpa pakaian yang berlalu lalang di jalan.

2) gila parsial terjadi pada pendatang baru dalam pesta demokrasi  5 tahunan ini. yang mana individu tersebut melakukan hal-hal irrasional seperti yang saya utarakan sebelumnya. mereka berdusta dengan memangun citra positif bagi dirinya dan partainya, merubah penampilan dengan lebih santun, berjilbab (padalah sebelum menjadi caleg tiadak berjilbab), bahkan para caleg baru ini secara sadar berkompetisi dengan orang-orang gila absolut seperti yang akan saya jelaskan selanjutnya. orang yang mengidap gangguan ini akan menunjukkan wajah yang depresif lagi stres namun gila ini tidak bertahan lama, seseorang akan normal kembali lalu menjalani kehidupannya seperti biasa. namun ada kalanya akan berevolusi menjadi gila absolut.

3)gila absolut; keras kepala terhadap pencalonannya yang berulang-ulang namun selalu gagal bersaing. seseorang yang seperti ini tidak akan pernah kapok mencalonkan dirinya lagi di pemilu berikutnya. sedikit berbeda dengan gila parsial karena gila absolut hanya dialami oleh orang-orang berduit sedangkan gila parsial menjangkiti orang-orang menengah yang terancam bangkrut dalam satu putaran pemilu.

pemilu bagi penulis adalah ajang bagi orang-orang gila namun ada juga orang yang normal yakni mereka yang berintegritas, memiliki kompetensi, serta trekrecordnya yang baik. orang yang akhlaknya tergolong istiqomah (tidak mencla mencle) akan selalu berbuat kebajikan. semoga 9 april mendatang kita benar-benar memilih pemimpin yang normal. jangan sampai orang-orang gila menduduki tampuk pemerintahan REPUBLIK INDONESIA. rakyat cerdas memilih pemimpinnya dengan alasan yang rasional bukan karena uang santunan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun