Mohon tunggu...
Khalyana Farraszahira A
Khalyana Farraszahira A Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Kedokteran Hewan FIKKIA Universitas Airlangga

Saya menyukai berbagai konten mengenai informasi kesehatan hewan, kesehatan manusia dan lain-lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penghapusan Sistem Zonasi Sekolah : Solusi atau Langkah Mundur?

4 Januari 2025   16:55 Diperbarui: 4 Januari 2025   16:55 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

            Pendidikan merupakan salah satu isu fundamental dalam pembangunan bangsa. Di Indonesia, wacana penghapusan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali mencuat, memicu perdebatan di kalangan masyarakat. Sistem zonasi yang diperkenalkan pada tahun 2017 bertujuan untuk menciptakan pemerataan akses pendidikan dengan mendekatkan siswa pada sekolah di sekitar tempat tinggal mereka. Namun, sejak awal penerapannya, kebijakan ini telah menjadi sumber kontroversi, dan kini pemerintah mempertimbangkan untuk mengganti atau menghapusnya. Pertanyaannya, apakah penghapusan sistem ini akan menjadi solusi atau justru langkah mundur dalam pendidikan nasional?

            Sistem zonasi lahir dari kebutuhan untuk mengatasi ketimpangan kualitas pendidikan antar sekolah. Sebelum zonasi diberlakukan, sekolah favorit sering kali menjadi pilihan siswa dengan latar belakang sosial ekonomi lebih tinggi, sementara siswa dari keluarga kurang mampu terpaksa bersekolah di tempat dengan fasilitas minim. Zonasi berupaya menghapus stigma sekolah unggulan dan sekolah pinggiran, serta mendorong peningkatan kualitas di semua sekolah. Selain itu, sistem ini juga bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pendidikan dengan mendistribusikan siswa secara merata tanpa memandang latar belakang sosial.

            Namun, pelaksanaan zonasi jauh dari sempurna. Banyak orang tua merasa bahwa kebijakan ini membatasi hak mereka untuk memilih pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka. Bagi beberapa keluarga, zonasi berarti anak-anak mereka harus bersekolah di institusi dengan kualitas yang dianggap kurang baik hanya karena jarak geografis. Ketidakpuasan ini semakin diperburuk oleh kenyataan bahwa banyak sekolah di wilayah tertentu masih kekurangan fasilitas memadai dan tenaga pendidik berkualitas.

            Di sisi lain, dampak zonasi terhadap peningkatan kualitas sekolah juga dipertanyakan. Pemerintah berharap zonasi akan mendorong perbaikan di sekolah-sekolah yang sebelumnya dianggap kurang diminati. Namun, tanpa investasi yang signifikan dalam infrastruktur, kurikulum, dan pelatihan guru, banyak sekolah tetap berada di bawah standar. Zonasi, yang semula dirancang sebagai katalis perubahan, akhirnya dianggap hanya sebagai solusi sementara yang tidak menyentuh akar permasalahan sistem pendidikan di Indonesia.

            Penghapusan zonasi, jika benar terjadi, tentu membawa implikasi besar. Di satu sisi, langkah ini dapat mengembalikan kebebasan orang tua untuk memilih sekolah yang mereka anggap terbaik untuk anak-anak mereka. Namun, hal ini juga berpotensi menghidupkan kembali sistem kompetisi bebas yang cenderung menguntungkan kelompok tertentu. Sekolah-sekolah favorit kemungkinan besar akan kembali dipenuhi oleh siswa dari keluarga kaya yang mampu membayar biaya tambahan seperti les privat atau bahkan memanipulasi data domisili untuk memenuhi persyaratan pendaftaran.

            Kondisi ini dapat semakin memperlebar kesenjangan pendidikan. Sekolah-sekolah yang tidak memiliki reputasi baik mungkin akan semakin ditinggalkan, sehingga siswa dari keluarga kurang mampu menjadi semakin terpinggirkan. Tanpa kebijakan zonasi atau mekanisme pemerataan lainnya, Indonesia berisiko menciptakan kembali stratifikasi pendidikan yang semakin tajam. Hal ini bertentangan dengan semangat konstitusi yang menjamin pendidikan sebagai hak setiap warga negara, tanpa diskriminasi.

            Di sisi lain, pemerintah harus menyadari bahwa penghapusan zonasi bukan berarti solusi yang instan. Jika kebijakan ini dihapus, diperlukan langkah-langkah konkrit untuk memastikan semua sekolah, tanpa terkecuali, mendapatkan dukungan penuh untuk meningkatkan kualitasnya. Penguatan fasilitas, pelatihan guru, dan penyediaan anggaran yang adil harus menjadi prioritas. Tanpa langkah-langkah ini, penghapusan zonasi hanya akan memperburuk permasalahan yang sudah ada.

            Pada akhirnya, tujuan utama sistem pendidikan adalah menciptakan generasi yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan global. Penghapusan zonasi, jika dilakukan tanpa solusi alternatif yang jelas, berpotensi menghambat upaya ini. Zonasi memang bukan kebijakan yang sempurna, tetapi menghapusnya begitu saja tanpa memperbaiki akar permasalahan hanya akan menjadi langkah mundur bagi pendidikan di Indonesia.

            Pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan perlu berkolaborasi untuk menemukan solusi yang terbaik. Alih-alih terjebak dalam perdebatan tentang keberadaan zonasi, kita seharusnya berfokus pada bagaimana memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan akses pendidikan berkualitas yang mereka butuhkan dan pantas dapatkan. Perubahan sistem pendidikan harus dilakukan dengan hati-hati, mempertimbangkan dampak jangka panjang, agar setiap langkah yang diambil membawa kita lebih dekat pada cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa.

            Pada kesimpulannya, Penghapusan Sistem Zonasi bukanlah solusi tunggal. Justru, Penghapusan Sistem Zonasi ini malah memperbesar kemungkinan buruk ketimpangan sosial. Jika pun kebijakan tersebut dihapuskan, harus disertai dengan perbaikan dan peningkatan yang menyeluruh demi kualitas pendidikan di Indonesia di masa depan, sehingga tanpa memandang latar belakang geografis, ekonomi, dan lainnya, diharapkan anak anak bangsa bisa mendapatkan kualitas pendidikan yang baik dan berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun