....sebuah coretan dari perjalanan misi ke Serukam dan Tamong, Kalimantan Barat di bulan Desember 2009... ...kisah dari sebuah negeri Indah sebagai suatu sorotan terhadap daerah-daerah yang ada di perbatasan Indonesia... Aku menegakkan kembali sandaran kursi pesawat, memejamkan mata lekat-lekat, menghela napas lega dan mengucapkan syukur pada Tuhan... Pesawat yang membawa kami terbang dari bandara Juanda Surabaya mendarat dengan selamat di bandara Supadio Pontianak. Hmmm, Selama sekitar 15 menit yang lalu mata ku benar-benar dibuat terkesima dengan pemandangan dari atas pesawat,hampir tak ingin berkedip. Borneo benar-benar indah! Sejauh mata memandang hanya tampak hamparan karpet hijau yang dibelah oleh garis-garis aliran sungai yang begitu indah. Sungai Kapuas yang melingkar sungguh tak kalah indahnya dengan sungai amazon yang memang jauh lebih sering saya lihat dalam layar kaca televisi. How Great is Our God! Hanya kalimat itu yang terus berputar di kepala ku dan mungkin terpancar dalam ulasan senyuman terus kulempar saat memandang ke luar jendela saat itu. Borneo from high sky Ya Misi Hari pertama akan segera dimulai, rombongan Tim Misi Kalimantan Barat Perkantas Jawa Timur menginjakkan kaki di Bandara Supadio Pontianak dengan disambut gerimis tipis hujan. Kesanku, sungguh Kalimantan memberi senyuman yang hangat dan pelukan yang nyaman bagi kami. Sangat nyaman! Pontianak adalah Kota di Indonesia yang tepat dilewati oleh garis khatulistiwa, yah tentunya sambutan yang wajar kami dapatkan pada pukul 11.45 adalah cuaca yang panas yang menyengat. Tapi ternyata tidak. “Kesan pertama yang wonderful!” Cetusku dalam hati.. Ya ini adalah untuk pertama kalinya aku menjejakan kaki di bumi Kalimantan dan sungguh membuka semangat baru menjalani hari-hari misi selanjutnya. The story will go on and on… and I can’t wait for it anymore… Pelan-pelan rombongan kami mulai bersiap-siap meninggalkan bandara, tentunya dengan barang-barang yang sangat buanyak. Yeps, karena itu semua adalah barang-barang milik sekitar 40 orang anggota tim dan beberapa paket barang-barang yang akan kami sumbangkan pada masyarakat Tamong, masyarakat di suatu desa di pedalaman Kalimantan Barat yang akan kami kunjungi dalam beberapa hari ke depan. Satu buah Bus dan beberapa mobil tambahan mulai bergegas meninggalkan Bandara. Kota Pontianak we’re coming,.
Tugu hatulistiwa - Pontianak Small crowded hot city: PONTIANAK ;) "Bambu Runcing" versi Pontianak Tim kami makan siang di sebuat tempat yang bagian depan sebuah gedungnya bertuliskan “Nasi Akwang”, hmm menurut promosi beberapa orang yang sudah pernah makan di sana, Nasi Akwang luarrr biasaaa MakNyusss… hahaha.. tak sabar ingin membuktikan sendiri... dan ternyata 100% persen benar! Taburan daging di atas nasi putih yang mengepul hangat ditambah sambal special benar-benar maknyuss sampai membuatku yang notabene seorang cewek (bukan jaminan juga sih hahaha) sampai nambah nasi 3 kali! Hahaha… Rasa dagingnya tak jauh berbeda dengan daging khas daerah asal saya Kupang, Daging Se’i. Belum lagi es jeruk versi depot ini adalah es jeruk perasan aseli ditambah bulir-bulir jeruk asli nan segar! Wuzz… bulir jeruk nya pun tidak pelit-pelit diberikan, hampir setengah gelas penuhnya.. ahahaha.. sungguh-sungguh MakNyuss… Hmm… hanya dengan melihat kuliner saja semakin meyakinkan Indonesia sungguh adalah Negara yang diberkati Tuhan, terlalu kaya dalam berbagai hal… Love this country…! Kuliner Mantap, Nasi Akwang dan Es Jeruk Pontianak ... :) Rombongan pelan-pelan beranjak menuju ke Serukam, daerah tempat dimana sebuah rumah sakit misi bernama Bethesda berdiri. Perjalanan sekitar 5 jam akan membawa kami kesana untuk bermalam dan ber-misi selama 3 hari. Lembayung senja mulai mengintip, benar-benar indah. Menikmati twilight ditemani pemandangan sebuah kota kecil yang lebih tepat disebut pecinan atau China town, Singkawang. Gelap mulai merasuk masuk dalam panggung cakrawala, sayang kondisi mendung membuat bintang-bintang sedikit malu-malu menampakkan dirinya. Sekuat mata menerobos pemandangan di luar bus, hanya terlihat pucuk-pucuk pohon rimbun yang memagari jalan berkelok-kelok dan menanjak yang menghantar kami ke Serukam. Road to Serukam RS Serukam di balik gerimis tipis :) Gerimisi tipis membuat kami harus berlari kecil saat turun dari bus. RSU Bethesda Serukam telah siap menyambut kami, paling tidak tampak dari rekan-rekan PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa) yang telah siap sedia membantu kami selama disana. Sekitar 4 orang pemuda yang raut nya menegaskan betapa muda dan belia nya mereka. Mungkin 1 atau 2 tahun lebih muda dari ku dan jauh lebih muda dari banyak teman dalam tim misi ini, tapi mereka telah berani melangkah menjelma menjadi petugas kesehatan yang harus masuk keluar hutan pedalaman Kalimantan Barat untuk mencapai berbagai desa-desa terpencil dan membangun kesehatan masyarakat disana. Pasti sulit diterima logika kebanyakan orang di luar sana. Toh, tetap ini adalah kenyataan. Kenyataan yang mengundang kekaguman dalam hati ini pun semakin menjadi ketika malam itu bertemu langsung dengan dr.Husin, lulusan public health Kota besar yang punya potensi luar biasa besar dan pantas ditempatkan di RS besar yang mapan di luar sana, tapi… hmmpphh… aku hanya bisa menghela napas, saat mendengar cerita kehidupan yang dituturkan baik langsung dari mulutnya ataupun lewat bisik-bisik kakak-kakak staf dan senior lain yang sudah terlebih dahulu sering berkorespondensi dengan beliau. Speechless…! saat membayangkan 26 tahun pengabdiannya bersama sang istri tercinta, dr.Wiwin, ahli radiologi di rumah sakit misi yang jauh dari sensasi dan kebisingan kota. Sungguh akan jauh dari logika normal milik mayoritas mausia di luar sana. Setelah makan malam dan berkoordinasi sebentar, kami masing-masing kembali ke “penginapan” yang adalah rumah kayu sederhana namun nyaman, milik para dokter misi yang rela dibagi dengan kami. Selama dua hari kami tinggal di sana. Kami mengunjungi pasien, mendoakan mereka, membantu pengecatan ruang PKMD, pelatihan interet dan komputer, siaran di radio RS serta pelatihan guru Sekolah Minggu sekitar RSUB. Satu hal yang selalu ku ingat adalah perjumpaan ku secara personal dengan beberapa pasien yang sangat membekas di hati... Acara Natal bersama di kapel RSU Bethesda.. yg pakai jaket putih itu namanya RINA salah satu pasien luka bakardari halmahera (jauh ya)... senaaaang rasanya bisa visitasi pasien dan berbagi bersama.. miss you..! Pagi-pagi benar kami mulai berkemas kembali untuk mempersiapkan perjalanan kami menuju Desa Tamong, desa tujuan pelayanan misi kami tahun ini. Yah, pagi di Serukam sangat dingin! Tentunya karena bertepatan dengan musim hujan dan tentunya betapa alam serukam yang dikelilingi oleh rimbunnya pepohonan hijau. Rumah sakit misi ini berdiri dengan sebuah cerita tentang kasih di baliknya. Ketika ada anak-anak Tuhan yang rindu di utus lintas benua untuk membagikan kasih kristus melalui penyembuhan medis. Membangun semuanya di atas dasar kasih dan kerelaan. Rumah sakit yang berdampak sangat luarbiasa bagi masyarakat sekitar dengan visi Melayani Bukan Dilayani. rindu melihat adanya kesembuhan yang bukan cuma secara fisik saja namun terlebih ketika ada kesembuhan Ilahi karena pengenalan akan Tuhan yang sejati... PERJALANAN SERUKAM - TAMONG Kami bergegas meninggalkan Serukam yang dingin namun memancarkan kehangatan kasih itu dengan menumpang sebuah bus. Bus yang mengantarkan kami dalam perjalanan lima jam menuju tepian sungai Pinyuh. Sungai yang jika kami susuri akan mengantarkan kami semakin dekat menuju Desa Tamong. sebenarnya kami bisa mencapai Tamong dengan perjalanan darat, namun kondisi jalan yang rusak parah di tambah cuaca hujan yang memburuk membuat kemungkinan itu tidak dipilih. Melainkan memilih untuk menyusur sungai dengan perahu motor kecil milik warga yang selalu siap disewakan. Perjalanan darat di atas bus selama lima jam pun cukup membuat kami duduk kelelahan. Bukan karena lamanya saja, tapi karena jalan yang di tempuh juga tak begitu baik. Sehingga kami harus siap tergoncang-goncang di atas bus selama berjam-jam. Ah alangkah sulitnya akses jalan di daerah ini. Ini juga menjadi satu faktor ekonomi masyarakat sulit berkembang. Entah sejauh apa pemerintah telah berusaha memperbaikinya demi kebaikan bersama. Bus "angin" yang setia membawa mikaerz Begitu tiba di tepian sungai pinyuh, tim kami bergegas menurunkan barang dan beringsut pindah menuju deretan perahu motor kecil yang sudah menunggu. Setelah mengisi perut sebentar, mengingat hari sudah mulai siang dan akan sangat sulit bagi kami untuk makan di atas perahu kecil dengan panjang sekitar 4 meter dan lebar tak sampai semeter dengan muatan yang sangat sarat tersebut.
Pejalanan miakerz di "klotok" menuju Negeri di atas awan kami..
Doa dalam hati kami naikkan begitu motor penggerak perahu mulai dinyalakan dan siap membawa kami dalam perjalanan sungai selama kurang lebih dua jam. Bukan suatu perjalanan yang singkat bukan? Kami harus benar-benar duduk dalam posisi yang terjaga dan tidak banyak melakukan gerakan tambahan, jika tidak ingin terbalik jatuh ke sungai :). Perjalanan itu diisi dengan candaan-candaan singkat kami serta celetukan kekaguman akan keindahan hutan hujan tropis yang menjadi pemandangan kami sepanjang perjalanan. "Ah betapa kaya nya negara ku ini!" bisikku dalam hati. Memang tak ada yang mampu memungkiri bahwa Indonesia kaya! Bumi Kalimantan pun menggambarkan dengan jelas fakta itu. Namun sayang, oleh ulah tangan-tangan yang tak bertanggungjawab yang mengeksploitasi habis-habisan kekayaan bumi sendiri. Yah ironis memang ketika itu adalah ulah anak bangsa sendiri! Kalimantan memiliki hutan yang menjadi paru-paru bagi dunia namun menurut data terakhir pada tahun 2009 penggundulan hutan di kalimantan merupakan terbesar di dunia! Riak-riak sungai mengiringi perahu kami sampai tiba di hulu Bumbung 5 buah perahu membawa 41 orang anggota tim kami tiba dengan selamat. Segera kami kembali turun dari perahu dan membereskan semua barang bawaan. kami menarik napas sejenak sebelum melanjutkan tahap perjalanan selanjutnya. Jalan darat menuju bumi Tamong. Jalan darat dengan mengandalkan kaki kami sendiri tentunya :). Tak mungkin ada alat transportasi umum lagi di sini. Mengingat medan nya yang sangat sulit, berbukit-bukit licin dan berbatu. Dan becek dan lumpur dimana-mana, ketika musim hujan tiba. Jangan bermimpi ada jalan aspal di sana, jalan dengan pengerasan batu saja belum pernah ada. Membuat orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan perjalan masuk atau keluar menuju Tamong. Medan yang sangat sulit ini sangat mempengaruhi gerak roda perekonomian masyarakat setempat. Mereka hampir dapat dikatakan terisolasi! Jika ada warga yang ingin menuju kota Pontianak harus merogoh kocek sangat dalam, karena mereka harus menyewa perahu dan harganya tidak murah! Minimal Rp.50.000 per orangnya! sementara untuk kebutuhan makan saja mungkin sangat susah, apalagi melakukan perjalanan jauh untuk menjual hasil bumi atau usaha perdagangan lainnya. Dan siang itu kami diijinkan mengecap sedikit derita masyarakat setempat terkait masalah transportasi. Mengapa sedikit? Yah, karena kami hanya menempuh perjalanan itu satu kali untuk datang dan pergi nanti. Tidak sama dengan mereka yang harus menjalani itu tiap hari. Sampai agaknya menjadi sangat terbiasa. Terbukti dari kemampuan mereka berjalan dengan sangat cepat jika dibandingkan kami, sambil memikul berbagai beban berat yang biasa mereka sebut "ngembing" yaitu memikul sebuah keranjang rotan yang memiliki seutas tali yang diikat di kepala. Baik pria maupun wanita bahkan anak-anak memiliki kemampuan dan kekuatan yang luar biasa. sungguh berbeda dengan kami yang berasal dari kota yang terbiasa dimanja dengan berbagai fasilitas dan transportasi yang maju. Perjalanan itu tak kurang dari enam jam lamanya! kami menyusuri dan menjejak langkah perlahan-lahan mendaki menuju bukit Tamong. Desa nun jauh di atas sana... Sesekali kami berhenti untuk melepas lelah, terutama ketika bertemu dengan aliran sungai kecil yang jernih di tepi jalan. Sekadar mencuci kaki yang sudah terbalut lumpur tebal dan merasakan segarnya aliran sungai yang dingin menyegarkan. perjalanan terus dilanjutkan sampai akhirnya tiba disana pukul 5 sore, ketika lembayung senja mulai mengintip di ufuk sana. Menggores pesona indah yang menyambut kehadiran kami di bumi Tamong. Ketika kembali menatap ke belakang rasanya tak menyangka medan berat itu dapat kami taklukan. Seluruh rasa lelah kami terbayar dengan keindahan bumi Tamong di sore itu! Terbayar dengan senyuman ramah tiap warga Tamong yang kami temui seakan menyambut kami dengan sukacita tak terperi. Yah kami hadir disini, kembali! Sedikit duduk melepas lelah dan membersihkan diri di BKM yang akan menjadi tempat tinggal kami di Tamong selama 5 hari ke depan. Rumah BKM yang menjadi pusat pengobatan bagi masyarakat Tamong itu memberikan kami sebuah pelukan hangat di malam rimba Kalimantan, di desa Tamong. Mengantar kami untuk beristirahat demi menyambut hari besok pagi. Setelah makan malam, berdoa dan berkoordinasi bersama, semua terlelap dalam tidur yang lekat. Setelah seharian berolahraga menerjang medan menuju Tamong. Malam kami yang pertama di Tamong. TAMONG Sebuah negeri indah di atas awan…! Itu lah sapaan yang terus terucap ketika mengingat bahkan menjejakan kaki di tanah Tamong. Karena berdiri di bumi Tamong mampu mengantarkan mata kita melihat awan-awan yang berarak jauh lebih rendah di bawah sana. Sebuah desa di bumi khatulistiwa yang berada di kecamatan Siding Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat.
Negeri INDAH di atas awan Kecamatan Siding terbentuk berdasarkan Perda nomor 26 tahun 2003. Secara geografis Kecamatan Siding terletak pada 1000’32” Lintang Utara sampai 1017’50” Lintang Utara dan 109056’29” Bujur Timur sampai 110010’00” Bujur Timur. Secara administratif, batas wilayah Kecamatan Siding adalah : • Utara : Serawak Malaysia Timur • Selatan : Kabupaten Landak • Timur : Kabupaten Landak, Kabupaten Sangau • Barat : Kecamatan Jagoi Babang, Kecamatan Seluas Luas wilayah Kecamatan Siding adalah sebesar 563,30 km2 atau sekitar 10,44 persen dari luas kabupaten Bengkayang. Kecamatan Siding terbagi dalam 8 desa. Luas wilayah desa yang paling besar adalah Desa Tawang dengan luas wilayah sebesar 133,50 km2 atau sekitar 23,70 persen dari total luas Kecamatan Siding sedangkan luas desa yang paling kecil adalah Desa Sungkung I dengan luas wilayah hanya 35,55 km2 atau sekitar 6,31 persen dari seluruh luas Kecamatan Siding. Sementara Desa Tamong sendiri memiliki luas wilayah 115 km2 atau sekitar 20.42 persen dari total luas kecamatan Siding. Desa Tamong berbatasan di sisi utara dan barat dengan kecamatan Seluas, di sebelah selatan dengan Desa Tawang dan di sebelah timur dengan desa tangguh. Desa Tamong berjarak sangat dekat dengan Negara tetangga kita, Malaysia, sekitar 150 km dari Kuching.
Desa Tamong Total kepala keluarga di Tamong adalah berjumlah sekitar 133 KK yang terbagi dalam empat wilayah dusun. Dusun Tamong Atas dengan 33 KK, Tamong Tengah sejumlah 40 KK, dan Tamong Besar sejumlah 60 KK, serta Tamong Buluh, begitulah warga desa biasa membagi wilayah Tamong secara keseluruhan. Tapi hanya terdapat satu orang kepala desa saja yang bernama Pak Tepianus. Jumlah total warga Tamong adalah sekitar 689 jiwa dengan jumlah 316 laki-laki, 373 jiwa perempuan. Distrbusi Listrik dari PLN belum masuk di Tamong, namun terdapat beberapa warga yang memiliki sumber listrik Non-PLN yang mendukung peralatan elektronik mereka. Peralatan elektronik yang dimiliki oleh beberapa Rumah Tangga yang mampu ini antara lain adalah TV, Radio serta pemutar VCD. Peralatan tersebut mendapatkan sumber listrik dari genset milik pribadi. Desa Tamong Besar.. Bisa melihat babi dari bapak, emak sampe anak2nya berkeliaran bebas disini.. hahaha Gubuk kecil.. yg di huni keluarga (sangaaatt) besar... Imagine this!! Fog in the village for almost all day.... Pertanian Dilihat dari tekstur tanahnya, sebagian besar wilayah Kecamatan Siding memiliki tekstur tanah halus dan sedang. Selanjutnya, dilihat menurut penyebaran luas lereng, sebagian besar wilayah yang ada masuk dalam luas lereng 0-2 persen dan 2-14 persen. Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kecamatan Siding adalah jenis pedsolet merah kuning, podsol, dan latosol. Jenis tanah ini sangat cocok untuk pertanian jika dapat dimanfaatkan secara maksimal. Dilihat dari jarak antara ibukota kecamatan dengan ibukota desa, letak ibukota desa yang paling jauh adalah Desa Sinjang Permai dan yang paling dekat adalah Desa Siding. Jika dilihat dari penggunaan lahan yang ada, sebagian besar wilayah Kecamatan Siding belum dimanfaatkan dengan baik karena pada tahun 2006 sebagian besar lahan yang ada merupakan hutan negara. Luas lahan yang digunakan untuk pertanian masih sangat kecil mengingat kondisi Kecamatan Siding kawasan pegunungan dan terpencil. Hasil bumi yang dihasilkan antara lain: • Palawija: ubi kayu dan kacang tanah • Sayuran: labu siam, terong • Buah-buahan: durian, nangka/cempedak, duku, jambu, pisang, nenas, papaya, sirsak • Perkebunan : Karet, lada, cokelat Peralatan pertanian yang biasa dipakai hanyalah langkau/pacul , sama sekali belum ada peralatan ang sedikit modern seperti traktor, bajak, gerobak, sabit bergerigi, pembersih gabah dan beras, pemarut maupun perajang. Semuanya masih dikerjakan secara tradisional dan hal ini sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil bumi yang di dapat. Bahkan mereka belum mengenal pupuk, pestisida juga sistem irigasi yang baik. Dengan kondisi geografis yang ada, Tamong sama sekali tidak memiliki hasil perikanan. Ternak yang mereka miliki adalah babi sebagai ternak terbanyak, serta ayam dan sapi dalam jumlah yang sangat kecil. Salah satu kebiasaan yang tidak mendukung sanitasi yang sehat adalah bagaimana mereka memelihara ternak mereka,t erutama babi. Babi dibiarkan berkeliaran bebas di kampung, sehingga menemukan kotoran babi di jalanan merupakan hal yang wajar. Satu lagi kebiasaan lain yaitu jika babi telah dibuatkan kandang namun kandang tersebut ditempatkan tepat di bawah kolong rumah panggung mereka. Sehingga aroma dan kotoran dari babi tersebut bercampur menjadi satu menemani aktivitas mereka sehari-hari. Sehingga tak heran berbagai macam penyakit dapat ditimbulkan olehnya. Masyarakat butuh di ajari bagaimana pembuatan kandang yang baik serta sanitasi rumah yang baik, untuk memperkecil resiko terserang penyakit. Terdapat sebuah air terjun dengan debit air dan daya yang cukup untuk dapat menjadi sumber tenaga bagi pembangkit listrik berbasisi air seperti pikohidro maupun mikrohodro. Namun tak ada satu pun warga desa yang memiliki kemampuan untuk mengerjakan itu. sehingga sangat dibutuhkan dukungan pemerintah dalam memasok listrik atau pihak lain yang menolong membantu pembangunan mikro hidro di desa ini. Adak ah diantara kita yang rindu untuk membantu. Karena dengan ada nya pasokan air bersih yang baik, system irigasi yang teratur serta pembangkit listrik tenaga air akan sangat mendukung proses peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa ini. Bagaimana mereka mengerjakan ladang serta memproses hasil ladang dengan lebih baik. Pendidikan bersama anak-anak Tamong di depan Sekolah Tamong memiliki sebuah sekolah dasar dengan total enam buah ruangan kelas. Tiga ruangan di antaranya adalah merupakan gedung yang baru di bangun pada tahun 2008. Secara data SD Tamong memiliki enam orang guru, namun secara fakta hanya ada satu orang guru yang menetap di sana beserta istri dan seorang anak nya yang masih bayi.. Beliau bernama Pak Inus, dan istrinya adalah ibu Sonya yang awalnya tinggal di Tamong sebagai pemimpin jemaat gereja setempat, namun juga merelakan diri mereka mengajar di sekolah. Sedangkan guru-guru yang lain hanya sesekali datang untuk mengajar. Sekolah di adakan hanya sekitar 2-3 kali seminggu dengan durasi belajar sekitar 4-5 jam saja. Kurikulum yang di implementasikan sudah tentu sangat jauh dari pada standar yang seharusnya. Ini sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan pengetahuan anak di Tamong. Tidak terdapat TK, SMP maupun SMA sehingga warga yang ingin melanjutkan sekolah dari SD harus merantau keluar dari desa. SMP terdekat adalah di desa Seluas. Beberapa putra daerah Tamong ada yang telah bersekolah di sana. Beberapa anak yang melanjutkan SMP di luar Tamong pun mengaku mengalami banyak kesulitan belajar dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Mereka sering terintimidasi dan menjadi bahan ejekan teman-teman mereka. Bahkan untuk bisa sekolah pun mereka harus rela tinggal menumpang di rumah warga dan mengerjakan perkerjaan rumah tangga di sana. Bagaimana mungkin mereka dapat belajar dengan maksimal? Tak heran ini membuat beberapa anak tidak betah dan lebih memilih putus sekolah dan bekerja menjadi petani biasa atau TKW ke Malaysia seperti orang tua atau kakak mereka yang lain. Kisah miris yang terukir di desa Tamong, yang sangat mungkin mewakili kondisi puluhan desa-desa tetangga nya bahkan ratusan bahkan ribuan desa lainnya di Indonesia yang masih sangat jauh dari kata sejahtera dan tersentuh pendidikan yang layak. Kesehatan masyarakat: Tamong merupakan salah satu desa binaan kesehatan dari RSU BETHESDA SERUKAM, desa ini telah dibina selama kurang lebih 13 tahun Di desa ini terdapat satu puskesmas pembantu yang dinamai Balai Kesehatan Masyarakat yang merupakan tempat dimana Tim Misi Kalimantan tinggal selama di Tamong. Tim PKMD rutin mengunjungi desa ini selama 4-5 kali setiap tahun/bulan . Program yang dilakukan antara lain posyandu , imunisasi, pengobatan warga, menolong bersalin, dll. Satu keluarga rata2 terdiri dari 5 orang . Tak jarang ditemui satu keluarga memiliki delapan hingga belasan anak. Mereka tak mengenal KB, gizi dan petingnya menjaga kesehatan. Tak jarang anak2 yang meninggal atau ibu meninggal bersalin. bagi mereka hidup adalah proses yang sangat natural dan tidak perlu terlalu memperhatikan kesehatan. Jika sudah sangat parah maka baru akan di bawa ke dukun atau BKM. Ini mengakibatkan tingkat kematian tinggi dan gizi buruk bagi anak meningkat. Outside view... dari rumah penduduk tamong.. rumahn papan ya adeemm enakk bgt.... tapi sayang kurang higienis Perdagangan Tidak terdapat industry yang hidup di Tamong. Kecuali warga biasa menjual hasil bumi ke bumbung/seluas dengan harga yang sangat rendah. Untuk menjual ini pun mereka harus menempuh perjalanan yang sangat jauh dengan medan yang sulit. Bahkan jika harus di jual ke Seluas pun mereka harus merogoh kocek lebih dalam karena harus menyewa perahu yang sangat mahal biayanya. Keterbatasan keterampilan dan pengetahuan warga serta akses transportasi yang sangat sulit ini membuat industri di desa ini mati! Suatu fakta yang sangat ironi, di tengah kekayaan alam tanah Tamong yang berlimpah ruah. Desa ini dapat menjadi desa yang sejahtera jika masalah-masalah ini terpecahkan. Sehingga mereka tidak lagi menjadi desa yang nyaris terisolasi dan miskin, namun desa yang sejahtera yang mampu mengelola hasil bumi dengan maksimal dan bertanggung jawab. Sehingga peribahasa “tikus yang mati di atas lumbung padi” tak perlu muncul di Tamong. Ketiadaan listrik juga sangat mempengaruhi perkembangan industri local di desa ini. Sehingga pengadaan listrik di desa ini tentu menjadi prioritas yang juga utama, demi terciptanya desa Tamong yang sejahtera. Kebutuhan pribadi mereka sehari-hari pun harus dibeli di toko kecil di Bumbung dengan harga selangit, mengingat tingginya biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk menghadirkan barang kebutuhan sehari-hari tersebut di sana. Beberapa produk Malasia pun terlihat mendominasi jualan. Karena secara geografis Tamong lebih dekat dengan Malaysia, dianding dengan ibukota propinsi Kalimantan Barat, Pontianak. Hal ini juga yang mengakibatkan banyak warga desa, terutama para pemuda memilih menjadi buruh kasar di negara tetangga tersebut demi mencari sesuap nasi. Di Sini (justru) Indonesia Bukan hal yang baru lagi kita mendengar tentang kisah TKI di Malaysia, mulai dari jumlah nya yang sangat besar dan menjadi penyumbang devisa terbesar bagi negara, pengiriman TKI secara illegal dan tanpa pembinaan yang cukup, yang membuahkan kisah-kisah duka penyiksaan warga Indonesia di sana. Nyawa manusia Indonesia hampir tak ada harganya lagi, jika pun ada harga nya hanya setara dengan gaji yang dibayar untuk mereka demi melanjutkan hidup keluarga yang ditinggal di kampung. Sobatku, ini kemudian mengaduk tanya besar dalam hati ku. Ini merupakan fakta-fakta yang perlu diperhatikan secara serius oleh kita semua terkhususnya pemerintah. Harus terjadi transformasi di sini! Desa juga INDONESIA! Di sini juga adalah bagian dari NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA yang layak di cintai dan diperhatikan. Jangan sampai harkat dan martabat bangsa hancur karena ketidakmampuan pemerintah untuk mengelola daerah-daerah di perbatasan seperti ini. Karena bukan hal yang mustahil warga masyarakat daerah perbatasan seperti di Tamong ini lebih merasa terbantu dan dimiliki oleh negara tetangga. Karena betapa mereka juga terbantu dengan luas nya lapangan pekerjaan di sana serta kondisi geografis dan akses transportasi yang jauh lebih mendukung ketimbang terhadap negara sendiri. Dan memang tak jarang ditemukan mata uang ringgit digunakan, bahasa Malaysia yang diucapkan, siaran TV Malaysia yang ditonton (karena siaran lokal Indonesia yang sulit dijangkau), serta perhitungan jam yang mengikuti Malaysia! Bukan hal yang mustahil mereka lebih setuju menjadi warga negara Malaysia disbanding dengan Indonesia. Tak sepenuhnya bisa menyalahkan mereka juga jika hal tersebut menjadi realita. Karena itu pun buah dari ketiadaan perhatian dan dukungan dari pemerintah RI terhadap daerah-daerah yang menjadi GARIS DEPAN bangsa ini! Jika di lihat dari ibu kota negara Jakarta, daerah-daerah ini mungkin adalah daerah yang terpencil, terisolasi sehingga sangat rumit pemecahan masalah transportasi dan instalasi listrik dan seterunya, tapi sudah lupakah kita bahwa JUSTRU daerah seperti ini lah yang merupakan garis depan, pagar paling luar dan pintu masuk menuju Bangsa Indonesia oleh negara tetangga??? Apakah mereka layak dilupakan dengan alasan jauh dari ibu kota? Sungguh suatu pemikiran yang sangat dangkal! Kesejahteraan rakyat di perbatasan inilah yang seharusnya menjadi pusat perhatian pemerintah karena merupakan areal yang berbatasan langsung dengan dunia internasional di luar! Bagaimana kehormatan suatu bangsa dapat diakui jika pagar dan halaman depan rumah bangsa ini memiliki kondisi ang sangat lah mengenaskan?? Bagaimana mungkin pengakuan akan bangsa yang berdaulat, adil dan makmur seperti yang telah tertulis dalam pembukaan UUD 45 yang menjadi dasar negara ini dapat diakui oleh dunia jika melihat Tamong dan sekitarnya yang seperti ini? Jika mau melihat bukan hanya perbatasan utara negara saja yang berkondisi seperti ini! Di timur sana Papua yang berbatasan dengan Papua Nugini juga tak lebih baik, di Pulau Timor sana Kabupaten Timor Tengah Utara yang berbatasan denga Timor Leste pun tak kalah mirisnya! Demikian juga di sisi selatan, pulau Rote yang sangat dekat dengan negara Australia juga tidak dapat dikatakan sebagai pulau yang sejahtera!, di sisi Barat kepulauan di utara pulau Sumatera pun jauh dari kata adil dan makmur! Kepulauan di Utara Sulawesi juga tak bisa dikatakan telah sepenuhnya sejahtera. Apakah ini wajah Indonesia di mata dunia? Apakah kita sudah tak punya malu lagi membiarkan halaman depan rumah kita sendiri tergeletak mengenaskan, asalkan ibukota dan kota besar lainnya semakin menggendut, penuh sesak dan hampir tenggelam?? Apakah ini metode pembangunan kesejahteraan oleh pemerintah yang dipakai demi terciptanya negera KESATUAN Republik Indonesia yang BERSATU, BERDAULAT, ADIL dan MAKMUR? Apakah kita, aku, kamu, dia, mereka, pemerintah bisa menjawab ini? ..... Oh ku lihat ibu pertiwi sedang bersusah hati, air mata nya berlinang, mas intannya terkenang .… Melihat realita satu desa kecil yang terpelosok di Tamong ini, seakan ingin meneriakkan “Heeeiiii.......! DI SINI JUGA INDONESIA...!!” bahkan yang lebih tepatnya “DI SINI JUSTRU INDONESIA!!!!” Karena merupakan pagar terdepan bangsa di mata dunia. Selanjutnya, apa yang seharusnya dilakukan? Berpangku tangan kah? Hai yang terhormat Bapak dan Ibu yang duduk di kursi pemerintahan, apakah dengan menjadi rakus dan memakan uang rakyat demi diri kah? Hai. mahasiswa, apakah dengan belajar demi menjadi kaum intelektual yang semata mengejar gelar dan kemapanan diri diri kah? Hai kita semua, apakah dengan mengutuk dan mengkritik dari sofa empuk kita, tanpa ada tindakan setiap menonton televisi yang menyajikan berita kebobrokan bangsa tanpa ampun? Begitukah?? jangan-jangan karena sudah terlalu terbiasa ….? Terbiasa hidup bagi diri yang membawa kehancuran… Masih kah ada yang mau saling bergandengan tangan bersama menghadirkan TRANSFORMASI bagi BANGSA INDONESIA? Mari BERKARYA DAN BERTRANSFORMASI! Indonesia adalah Bangsa yang besar Kaya dan diberkati yang kuasa Bukan untuk dirusak namun diusahakan! Ini tanggungjawab kita putera bangsa menghapus linangan air mata Ibu Pertiwa Satu langkah kecil dari kita lah yang akan membawa Indonesia berjalan maju hingga bermil-mil kedepan Tidak ada yang MUSTAHIL bagi transformasi bangsa! Indonesia tanah air beta Pusaka abadi nan jaya Indonesia sejak dulu kala Slalu di puja-puja bangsa Di sana tempat lahir beta, di buai dibesarkan bunda Tempat berlindung di hari tua Sampai akhir menutup mata
...mari nyatakan Terang Kemuliaan TUHAN di bangsa tercinta Indonesia, membawa kedamaian dan keadilanNya di tengah dunia ini....
"Tetapi TUHAN semesta alam akan ditinggikan di atas segala-galanya dalam keadilan-Nya; dan Allah Yang Mahakudus akan menyatakan kekudusan-Nya dalam kebenaran dan keadilan-Nya. (Hanya Dialah yang kudus, benar, dan adil." Yes 5:16 *beberapa data dalam tulisan ini hanyalah berdasarkan pengamatan penulis semata, dan masih perlu untuk diperiksa dan diuji kembali. God Bless :) -kezzy, Januari 2010-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H