Hujan rintik-rintik membasahi trotoar kota. Di sebuah kafe kecil di sudut jalan, musik pelan terdengar mengiringi suasana malam yang dingin. Di salah satu meja dekat jendela, Naira duduk diam, dikelilingi oleh dua lelaki yang saling bertukar pandang, Glenn dan Tulus.
Naira mengaduk kopinya tanpa kata, pikirannya melayang entah ke mana. Sementara itu, kedua lelaki di depannya tampak sedang mencari celah untuk berbicara.
"Naira," Glenn memulai, suaranya tenang, "aku tahu ini mendadak, tapi aku nggak bisa lagi menyimpan semua ini. Aku mencintaimu. Selama ini, aku berusaha menjadi seseorang yang selalu ada untukmu, yang membuatmu merasa tenang. Aku tahu kamu butuh tempat untuk pulang, dan aku ingin menjadi itu untukmu."
Tulus tertawa kecil. "Glenn, aku tahu kamu lelaki yang baik, tapi Naira nggak cuma butuh tempat untuk pulang. Dia butuh seseorang yang bisa membuatnya merasa hidup, yang bisa membuatnya tertawa di tengah hari yang berat."
Naira menatap keduanya dengan bingung. Ia tak pernah membayangkan akan berada di situasi seperti ini, menjadi pusat dari sebuah perasaan yang saling bersaing.
"Tulus.." Glenn menyela, "membuat seseorang merasa hidup itu penting, tapi bagaimana dengan rasa aman? Apa kamu yakin bisa memberikan itu untuk Naira?"
"Glenn," Tulus menatapnya dengan tenang, "cinta itu bukan cuma soal rasa aman. Cinta itu soal bagaimana kamu bisa saling melengkapi, bagaimana kamu berani mengambil risiko bersama. Aku tahu aku nggak sempurna, tapi aku mencintai Naira dengan sepenuh hati. Dan aku yakin, dia tahu itu."
Naira menghela napas panjang. Kata-kata mereka, meski berbeda, semuanya tulus. Tapi di antara kebingungannya, ia tahu bahwa hati tidak bisa dibagi. Ada satu nama yang selalu terlintas saat ia menutup mata, ada satu suara yang ia rindukan di tengah sepinya malam.
Ia menegakkan tubuhnya, memandang kedua lelaki itu dengan mata yang penuh keyakinan.
"Glenn, Tulus," Naira akhirnya bersuara. "Aku nggak pernah bermaksud untuk membuat kalian bersaing seperti ini. Kalian berdua adalah orang-orang yang berarti untukku, tapi... hatiku sudah memilih."
Keduanya terdiam, menunggu jawaban itu jatuh.