Sistem produksi pertanian sawah kini terus mengalami kemajuan berbasis teknologi. Salah satu teknologi  pada pertanian sawah yakni adanya rekayasa genetika padi serta padi yang dikembangkan dengan selective breeding (perkawinan selektif) akan menghasilkan beragam kultivar padi yang bisa ditanam petani. Keberagaman ini bukan hanya di warna, tetapi juga di masa panen, peningkatan hasil produksi, keresistensian terhadap hama dan penyakit, kemampuan adaptasi pada aneka kondisi lingkungan yang spesifik, dan lain sebagainya. Petani memanfaatkan teknologi genetika tersebut untuk memenuhi kebutuhan pendapatan selain dari hasil panen. Manfaat dari rekayasa teknologi sawah yaitu sebagai agrowisata untuk dapat meningkatkan perekonomian petani. Sejarah singkat dari "Paddy Rice Art System (Seni Lahan Sawah Padi)" yaitu bermula dari walikota yang ingin menarik wisatawan untuk datang ke Desa Inakadate, Provinsi Aomor, Jepang.
         Terdapat dua karakteristik Paddy Rice Art System. Karakteristik produk yang utama yaitu hamparan lahan sawah dengan berbagai varietas padi yang nampak membentuk visual gambar atau tulisan. Produk sampingannya berupa agrowisata/ekowisata dengan menyuguhkan keindahan lahan sawah. Karakteristik ke dua, agroekologi antara lain pemilihan varietas padi yang sesuai dengan kondisi lingkungan lahan, misalkan varietas dataran rendah atau di dataran tinggi, varietas tropis atau subtropis. Pemilihan varietas padi sesuai musim tanam, misal varietas padi yang butuh banyak air, varietas yang tahan cuaca panas. Aspek ekologi lain misal keadaan hama atau penyakit, jadi juga harus pilih yang resisten hama.
     Sistem produksi yang pertama yaitu input berupa bibit varietas padi yang beraneka warna, desain gambar, petani, lahan, teknik budidaya, sumber daya pendukung (pupuk, air, pestisida, dll). Kemudian proses Paddy Rice Art System antara lain pembuatan desain awal di kertas, pembuatan desain menggunakan komputer untuk menyesuaikan perspektif pada lahan, penyemaian benih varietas padi yang akan digunakan di lahan semai (di Jepang dilakukan antara bulan Mei – Juni), menandai & menata patok di lahan sesuai desain, penanaman bibit padi sesuai patok yang sudah disusun, perawatan tanaman padi dan dibukanya agrowisata, dan yang terakhir melakukan pemanenan padi sesuai warna atau varietasnya (September - Oktober). Sistem produksi berupa output berupa produk barang yaitu hasil panen padi berbagai varietas, produk jasa keindahan yaitu agrowisata atau ekowisata, dan produk jasa ekologi yaitu mempertahankan adanya ruang hijau, menghambat erosi, memberi kesegaran udara.
     Perkembangan Rekayasa Teknologi Pada Sistem Produksi ‘’Paddy Rice Art System’’. Berawal pada tahun 1992 dan dimulai di Desa Inakadate, di Jepang. Gambar awal sederhana berupa gunung dengan sedikit tulisan aksara Jepang yabg hanya menggunakan 2 varietas padi  yang warna tanamannya berbeda. Sekarang Paddy Rice Art System dipraktikkan di banyak tempat di luar Jepang. Gambar yang dilukis lebih rumit, dibuat dengan bantuan komputer dan bisa menggunakan lebih dari 10 varietas padi yang memiliki warna berbeda. Di Indonesia baru terdapat satu Paddy Rice Art System (Seni Pari Corek) yang dilukis oleh Sidik Gunawan, Petani ungaran. Beliau mengatakan bahwa proses pembuatan selama 50 hari (dimulai pada bulan Februari 2022 dan selesai pada Bulan Maret 2022) . Beliau melukis wajah Ganjar Pranowo di sawah seluas 1.250 meter persegi dengan dua jenis padi yaitu varietas IR 64 (warna hijau) dan pariwulung. Lokasi Pari Corek tersebut ada di Kelurahan Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H