Mohon tunggu...
Keyza Hirniq
Keyza Hirniq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta

Sosial, Politik, Budaya, Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ancaman Konflik di Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia

28 Mei 2024   15:41 Diperbarui: 28 Mei 2024   15:48 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Apa yang kita tau dari Laut China Selatan? Apabila mengutip dari sumber media online, Laut China Selatan digambarkan sebagai sebuah wilayah perairan dengan cadangan Sumber Daya Alam yang melimpah. Menurut US Energy Information Administration, LCS diperkirakan menyimpan kandungan minyak sebanyak 11 milyar barrel, gas alam sebesar 190 triliun kaki kubik, dan cadangan hidrokarbon yang dimanfaatkan untuk pasokan energi. Hal ini yang kemudian mendorong negara-negara berkepentingan untuk saling berebut klaim atas seluruh atau sebagian dari wilayah LCS, walaupun hal ini telah terjadi bahkan sebelum bentuk nation state ada. Sejak era sebelum masehi, LCS merupakan jalur yang dilewati oleh kapal dagang barang maupun jasa dan dilihat sebagai poros perdagangan. Dimulai dengan Dinasti Han, kerajaan-kerajaan lain mulai ikut memperebutkan potensi yang dimiliki LCS. 

Indonesia tidak secara langsung terlibat pada konflik LCS, namun salah satu wilayah kepulauan yang dimiliki Indonesia, yakni Pulau Natuna berlokasi di Laut China Selatan, hal inilah yang membuat Indonesia mau tidak mau terseret konflik perebutan wilayah . Pulau Natuna merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi kepulauan Riau, Indonesia. Pulau ini berbatasan langsung dengan Vietnam, Kamboja, Singapura, dan Malaysia.  Kepulauan Natuna ini pada awalnya masuk kedalam wilayah Kerajaan Petani dan kerajaan Johor di Malaysia, namun di abad ke-19, Kepulauan ini masuk kedalam kekuasaan kesultanan Riau. Pasca Indonesia merdeka, delegasi Riau menyerahkan kedaulatan Pulau Natuna kepada Republik Indonesia, dan pada 18 Mei 1956, Pemerintah Indonesia mendaftarkan Kepulauan Natuna sebagai wilayah kedaulatan Indonesia ke PBB. 

Di tahun 1993, China mengeluarkan klaim Nine Dash Line, yakni klaim sepihak yang menyatakan kepemilikan sebagian besar wilayah perairan di LCS, kemudian di tahun 2009, China mengeluarkan peta baru terkait wilayah perairan yang masuk ke dalam kekuasaannya. Klaim ini menggegerkan Indonesia, karena klaim Nine Dash Line tidak hanya terfokus pada pulau Spratly dan paracel yang memang menjadi wilayah utama konflik namun juga meliputi pulau Natuna . Konflik LCS ini dinilai melukai kedaulatan Indonesia. Pasalnya, China dengan dalih sejarah mengklaim wilayah yang secara yuridis terbukti berada di wilayah ZEE Indonesia. Selain China, Malaysia juga pernah membuat klaim terkait kepemilikan pulau Natuna. Seorang ilmuwan , Mohd Hazmi Modh Rusli dari Universiti Malaysia Terengganu menyatakan bahwa pulau Natuna secara geografis berada di wilayah Malaysia. Klaim tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dasar kepemilikan suatu wilayah karena ketika Indonesia meresmikan kepemilikan wilayah Natuna di 1956, Malaysia belum merdeka

Indonesia sebagai negara kepulauan harus dapat menjaga kedaulatan maritimnya, dan peristiwa konflik LCS ini mengganggu kedaulatan Indonesia yang akan berdampak pada keadaan politik, keamanan dan juga pertahanan nasional. Negara akan mengalami kerugian, masyarakat internasional akan melihat bahwa Indonesia gagal dalam menjaga kedaulatan negara dan posisi Indonesia di masa depan akan dianggap tidak begitu berpengaruh dalam ikut andil untuk menegakkan perdamaian internasional. Selain itu, kepentingan nasional dan juga kebutuhan pada SDA akan lebih susah untuk dipenuhi apabila Indonesia gagal untuk mempertahankan kedaulatannya di kepulauan Natuna. 

Dalam rangka upaya resolusi konflik Laut China Selatan dan mempertahankan kedaulatan negara, harus ada beberapa langkah yang diambil. Indonesia harus memperkuat pertahanan kedaulatan maritimnya dan mempertegas peraturan terkait batas-batas wilayah, Indonesia juga harus mengembangkan pemanfaatan Sumber Daya Alam yang tersedia dan membangun infrastruktur untuk pertahanan  dan juga pembangunan untuk masyarakat sipil . Selain itu, Indonesia, negara-negara di kawasan, dan juga ASEAN harus berkolaborasi dalam forum untuk mencari jalan tengah dan juga penyelesaian konflik lewat upaya diplomasi dan kerjasama untuk meminimalisir adanya agresi militer. Hal ini juga dilakukan demi mempertahankan perdamaian di kawasan. Apabila Indonesia menjadi negara kepulauan yang kuat, berdaulat, dan memiliki kemampuan untuk mengelola Sumber Daya Alamnya secara efektif, maka Indonesia dapat memenuhi kebutuhan warga negaranya dan bahkan memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi negara tetangga. Status kedaulatan Indonesia juga akan memberikan kedudukan di antara komunitas regional maupun internasional, Indonesia bisa ikut andil lebih jauh dan aktif dalam mempromosikan dan membantu menjaga perdamaian di dunia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun