Mohon tunggu...
Keysia priella andini
Keysia priella andini Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SISWA SEKOLAH

HOBI MEWARNAI

Selanjutnya

Tutup

Book

Penganggum Bisu

15 Desember 2024   21:56 Diperbarui: 15 Desember 2024   21:56 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Pengagum Bisu


Aku sedang duduk di sudut kelas yang paling jauh, tempat yang selalu
menjadi tempat pelarian dari hiruk-pikuk kelas. Dari sana, aku bisa melihatnya
dengan jelas Davian, anak yang selalu menjadi pusat perhatian di sekolah bahkan
bisa membuat dunia meleleh karena wajahnya yang tampan, rambut hitamnya yang
selalu rapi, dan senyumnya yang mampu membuat hati siapa pun berdegup
kencang. Aku hanya bisa diam, menatapnya dari kejauhan tanpa berani mendekat.

"Davian, kamu mau duduk di sini?" suara teman sekelasnya, Rina, memecah
lamunanku. Aku hanya mengangguk pelan, mencoba menutupi rasa malu yang
muncul setiap kali nama Davian disebut. Davian memang tidak pernah tahu tentang
aku, dan itu membuatku merasa seperti ada tembok besar yang memisahkan kami.
Hari-hariku di sekolah seringkali terisi dengan kebisuan. Aku tak punya
banyak teman dekat, hanya beberapa orang yang sesekali berbicara denganku.
Sementara itu, Davian selalu dikelilingi oleh teman-temannya yang ramai dan penuh
tawa. "Kiara, kamu selalu di sini saja, ya?" tanya Rina suatu hari saat aku sedang
duduk sendirian. Aku hanya tersenyum canggung, tidak tahu harus berkata apa.
Pada saat istirahat, aku selalu mengamati Davian dari kejauhan. Entah
mengapa, melihatnya tertawa bersama teman-temannya membuat hatiku sedikit
lebih hangat. Tapi di sisi lain, aku merasa cemas. Cemas karena aku tahu aku tidak
akan pernah bisa menjadi bagian dari dunia itu. "Davian pasti tidak pernah
melihatku," gumamku pelan. Tak ada yang tahu betapa aku mengaguminya dengan
diam.
Suatu hari, saat aku sedang sibuk memandangi langit di luar jendela,
tiba-tiba Davian datang ke mejaku. "Kamu lagi ngelamun ya?" tanyanya dengan
suara yang tenang. Aku terkejut, hampir saja menjatuhkan buku yang sedang
kupegang. "Eh, iya... aku Cuma... sedang berpikir," jawabku, bingung bagaimana
menjelaskan perasaanku.
Davian tersenyum kecil, senyum yang membuat jantungku berdetak lebih
cepat. "Kiara, kalau kamu butuh teman bicara, aku di sini kok," katanya dengan
santai, lalu kembali bergabung dengan teman-temannya. Aku terdiam, memproses
kata-katanya yang sederhana namun terasa sangat berarti bagiku. Rasanya seperti
sebuah mimpi yang tak mungkin menjadi kenyataan.
Sejak saat itu, aku merasa sedikit lebih hidup. Setiap kali Davian melintas,
aku berusaha menunjukkan senyum yang tulus meskipun tidak bisa berkata banyak.
Kadang, dia akan menatapku sejenak, seperti mengingat sesuatu, lalu melanjutkan
langkahnya. Aku tahu, dia tidak benar-benar memperhatikanku, tapi setiap
tatapannya itu sudah cukup untuk membuatku merasa spesial.

Hari-hari berlalu, dan meskipun aku masih tidak bisa mendekatinya, aku

mulai merasa lebih baik dengan keberadaanku yang sederhana ini. "Mungkin, aku
memang hanya pengagum bisu," pikirku. Aku tidak perlu menjadi bagian dari
hidupnya, cukup dengan mengaguminya dari jauh sudah membuatku merasa
bahagia. Mungkin itu adalah cara terbaik untuk mencintai seseorang yang tak
pernah tahu ada yang mencintainya. Suatu hari, ketika aku sedang duduk di bangku
taman sendirian, Davian datang mendekat. "Kamu kenapa? Lagi duduk sendiri?"
tanyanya dengan suara lembut. Aku terdiam, merasa jantungku hampir copot.
"Aku... tidak apa-apa," jawabku gugup, tapi tetap berusaha tersenyum. "Aku Cuma
suka duduk di sini, menikmati waktu sendiri."
Davian tersenyum dan duduk di sebelahku. Kami duduk dalam keheningan,
hanya terdengar suara angin yang berhembus menemani kita berdua. Aku merasa
dunia ini seperti berhenti sejenak. Mungkin ini adalah saat yang akan aku ingat
selamanya---saat di mana aku, pengagum bisu, bisa duduk bersama orang yang aku
kagumi, meskipun hanya dalam keheningan. Dan aku tahu, itu sudah lebih dari
cukup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun