Mohon tunggu...
Keysha Fonna
Keysha Fonna Mohon Tunggu... Lainnya - Sekretariat Jenderal DPR RI

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Sikap Bela Negara dan Kritis terhadap Isu Kontemporer bagi Para ASN

23 Juli 2024   09:29 Diperbarui: 23 Juli 2024   09:29 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Guna mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 UUD 1945, diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik KKN, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam hal ini, suatu keharusan bagi ASN untuk memiliki wawasan kebangsaan yang dimaknai sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character) dan kesadaran terhadap sistem nasional (national system) dalam rangka memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara. National system dalam konteks ini dipahami juga sebagai empat konsensus dasar berbangsa dan bernegara yang merupakan hal fundamental bagi keberlangsungan bangsa yang terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, serta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Manifestasi sejarah perjuangan bangsa serta kesatuan dalam keragaman budaya di Indonesia diwujudkan pula melalui bendera, bahasa, lambang negara, serta lagu kebangsaan. Keempat hal tersebut merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI tahun 1945 yang terdiri atas Bendera Sang Merah Putih sebagai bendera negara; Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara; Garuda Pancasila sebagai lambang negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara; serta lagu Indonesia Raya oleh Wage Rudolf Supratman sebagai lagu kebangsaan Indonesia.

ASN sebagai pelayan publik sekaligus unsur perekat dan pemersatu bangsa serta pelaksana kebijakan publik harus memahami konsep serta nilai dasar bela negara yang diwariskan oleh para pendahulu yang terlibat dalam rangkaian sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Bela negara sendiri dimaknai sebagai tekad, sikap, perilaku, serta tindakan warga negara, baik secara perorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI dan UUD NRI 1945. Nilai dasar bela negara berdasarkan UU No. 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional dijabarkan sebagai berikut:

  • Cinta tanah air;
  • Sadar berbangsa dan bernegara;
  • Setia pada Pancasila sebagai ideologi negara;
  • Rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
  • Kemampuan awal Bela Negara.

Sebagai aparatur negara, ASN berkewajiban untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar bela negara sesuai dengan konteks profesinya sehari-hari, seperti dengan memegang teguh ideologi Pancasila; selalu menjaga nama baik bangsa dan negara; menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak; memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun; serta mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai. Dalam praktiknya, masih banyak wujud perilaku yang dapat diaktualisasikan oleh para ASN dalam menerapkan kelima nilai dasar bela negara yang diwujudkan melalui nilai-nilai dasar ASN pada UU ASN No. 5 Tahun 2014. Pegawai ASN juga mengemban tanggung jawabnya dalam tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu guna mewujudkan tujuan nasional yang pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat.

Kendati telah ditetapkannya fungsi utama dan nilai-nilai dasar melalui peraturan dan ketentuan tertentu, tak dipungkiri bahwa lingkungan strategis di mana ASN bekerja kerap berubah, baik dalam lingkup nasional maupun global. Perubahan tentu sifatnya tak bisa dielakkan, oleh karena itu ASN sebagai individu maupun unit kerja atau instansi secara kolektif lah yang harus memiliki kemampuan untuk berubah dan beradaptasi dengan lingkungannya. Untuk mewujudkan hal tersebut, ASN membutuhkan kemampuan dalam berpikir kritis untuk bisa melakukan identifikasi serta analisis isu-isu kritikal yang memengaruhi perubahan terhadap lingkungan dan birokrasi yang memengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi ASN.

Terdapat beberapa tingkatan lingkungan strategis yang dapat memengaruhi ASN dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Perron, 2017), yakni individu, keluarga (family), masyarakat pada tingkat daerah atau lokal (community/culture), masyarakat pada tingkat nasional (society), serta tingkat dunia (global). Perubahan secara global umumnya dapat memengaruhi tingkatan-tingkatan lingkungan di bawahnya hingga level individu sehingga dapat memengaruhi aspek pandangan dan cara berpikir seseorang. Di satu sisi, masuknya perubahan yang bersifat global (globalisasi) dapat merangsang daya saing seorang ASN sehingga memaksa mereka untuk terus meningkatkan kemampuan diri. Di sisi lain, apabila tidak disertai kemampuan ASN dalam berpikir kritis, tentunya perubahan ini dapat menjadi tantangan dalam mempertahankan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan empat konsensus dasar yang telah dijelaskan sebelumnya.

Dalam menghadapi pengaruh atas perubahan yang hadir dari luar (eksternal) maupun dari dalam (internal) lingkungan strategis, ASN membutuhkan bekal berupa modal insani (Ancok, 2002), yang terdiri dari (1) modal intelektual, yakni dipahami sebagai pengetahuan seorang ASN dan kemampuannya dalam terus meningkatkan pengetahuan yang dimiliki; (2) modal emosional, yakni kemampuan seorang ASN dalam mengelola emosinya; (3) modal sosial, yakni jejaring kerja sama yang terjalin di antara masyarakat dalam menumbuhkan kesamaan nilai dan pencarian solusi-solusi tertentu. Sebagai pelayan publik, krusial bagi ASN untuk memiliki kesadaran sosial (social awareness) dan kemampuan sosial (social skill) untuk mendukung kesuksesan dalam melaksanakan tugas dan fungsi; (4) modal ketabahan (adversity), yaitu kemampuan seorang ASN untuk tetap menunjukkan upaya yang konsisten dan maksimal meski di situasi-situasi yang sulit; (5) modal etika/moral, yakni kemampuan ASN dalam membedakan hal-hal yang benar maupun salah serta penerapan nilai-nilai integritas, tanggung jawab, penuh kasih, dan penuh rasa maaf; serta (6) modal kesehatan fisik/jasmani, yakni sebagai media yang mampu mewujudkan seluruh modal insani yang telah disebutkan.

Sebagai aparatur negara, ASN perlu memiliki kesadaran dan sikap kritis terhadap isu-isu kontemporer yang sedang berlangsung dan berpotensi mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain adalah (1) korupsi; (2) penyalahgunaan narkoba; (3) paham radikalisme atau terorisme; (4) money laundering atau pencucian uang; (5) proxy war yakni perang antara negara-negara adikuasa dengan mengeksploitasi negara-negara kecil; serta (6) kejahatan dalam komunikasi massa, seperti kejahatan siber, penyebaran berita bohong (hoax), serta penyebaran ujaran kebencian (hate speech). Maraknya isu-isu kritikal tersebut mendorong ASN untuk mengembangkan kemampuan dalam berpikir kritis, analitis, serta objektif untuk dapat menghadirkan solusi yang tepat berdasarkan teknik-teknik analisis isu yang relevan dengan jenis isu maupun kemampuan yang dimiliki.

Untuk dapat mengidentifikasi dan menganalisis suatu isu, diperlukan tiga kemampuan utama, yakni dalam pengumpulan informasi dan bukti-bukti dukung terkait suatu isu dan kaitannya dengan lingkungannya (environmental scanning), kemampuan dalam memecahkan masalah yang telah diidentifikasi (problem solving), serta kemampuan dalam berpikir analitik untuk mencari root cause dari suatu isu dan menyajikan solusi kedepannya. Sebelum menganalisis suatu isu secara mendalam, ada baiknya apabila dilakukan penetapan kriteria isu terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan rentang penilaian menggunakan alat bantu berupa AKPK maupun USG, yang dijabarkan sebagai berikut:

  • AKPK: terdiri dari (1) Aktual atau pada skala berapa isu tersebut benar-benar sedang terjadi dan dibicarakan oleh masyarakat; (2) Kekhalayakan yakni seberapa besar suatu isu menyangkut kehidupan banyak orang; (3) Problematik atau seberapa kompleks dimensi masalah yang dimiliki isu tersebut; serta (4) Kelayakan yakni pada skala berapa isu tersebut dinilai relevan dan masuk akal untuk dihadirkan solusinya.
  • USG: mencakup (1) Urgency atau seberapa mendesak isu tersebut untuk dibahas dan dicari pemecahan masalahnya; (2) Seriousness yaitu pada skala berapa suatu isu dianggap serius apabila mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan; serta (3) Growth yakni seberapa mungkin suatu isu berkembang menjadi lebih buruk apabila tidak segera ditangani.

Setelah suatu isu ditetapkan layak untuk dibahas atau dianalisis, maka terdapat beberapa alat bantu yang dapat digunakan untuk mempermudah proses analisis isu-isu tersebut secara lebih mendalam, yaitu:
Mind Mapping: teknik visual untuk merepresentasikan ide dan informasi dalam bentuk diagram yang terpusat pada suatu konsep utama. Diagram ini menggunakan cabang-cabang yang berisi kata kunci atau gambar untuk memvisualisasikan hubungan antara konsep-konsep tersebut.

  • Teknik Fishbone: Teknik ini juga dikenal sebagai diagram tulang ikan, digunakan untuk mengidentifikasi penyebab dari suatu masalah atau fenomena tertentu. Diagram ini memiliki tulang utama yang mewakili masalah atau fenomena, dengan cabang-cabang berisi kategori penyebab seperti metode, bahan baku, tenaga kerja, lingkungan, dan sebagainya.
  • Analisis SWOT: Analisis SWOT adalah metode untuk mengevaluasi kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) dalam konteks suatu isu atau situasi. Analisis ini membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung dan menghambat serta peluang-peluang yang bisa dimanfaatkan atau ancaman yang perlu diwaspadai.

Di samping kemampuan dalam analisis isu, ASN dalam menghadapi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT) dalam kelancaran berbangsa dan bernegara diharuskan untuk memiliki bekal kesiapan dalam bela negara. Kesiapan bela negara dipahami sebagai keadaan siap siaga yang dimiliki oleh seseorang, dalam hal ini ASN, baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi situasi kerja yang beragam yang dilakukan berdasarkan kebulatan sikap dan tekad secara ikhlas dan sadar disertai kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang dilandasi oleh kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk menjaga, merawat, dan menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Konsep ini juga ditekankan pada nilai kelima dasar-dasar bela negara, yakni kemampuan awal bela negara.
Kemampuan awal ASN dalam melakukan aksi bela negara dapat terwujud melalui kesiapsiagaan jasmani yang didukung oleh kesehatan jasmani serta kesiapsiagaan mental yang didukung oleh kesehatan mental. Untuk mencapai kedua kondisi tersebut, tentunya dibutuhkan pola hidup yang sehat dengan menekankan pada makanan yang sehat, aktivitas yang sehat, pikiran yang sehat, lingkungan yang baik, serta kualitas istirahat yang baik. Apabila pola hidup sehat telah tercapai, baik secara jasmani maupun mental/rohani, maka ASN akan lebih mudah dalam mengatasi perubahan lingkungan strategis maupun peningkatan pada beban kerja. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan serta produktivitas kerja ASN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun