Mohon tunggu...
Keynesgara wenefri tanan
Keynesgara wenefri tanan Mohon Tunggu... Buruh - Pelajar

Manusia yang belum selesai dan akan menjadi abadi setelah beristirahat dengan nyenyak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dualisme Mahasiswa, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta Idealisme

27 Juni 2019   02:36 Diperbarui: 8 Desember 2019   18:03 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jatinangor Online Media

Masalah Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di Indonesia sering menjadi "sarapan pagi" yang tak pernah absen dari media online maupun cetak. Mulai dari pejabat, wakil rakyat dari skala daerah, hingga wakil rakyat skala negara. Pemberitaan mereka hangat, sehangat secangkir kopi dipagi hari.

Banyaknya pemberitaan petinggi-petinggi negara yang melakukan tindakan KKN, menandakan bahwa tindakan "bengkok" tersebut sudah menjadi kebiasaan para penguasa dan jika tidak diluruskan, maka tindakan tersebut akan menjadi budaya di negara Indonesia.

walaupun banyak pemberitaan tentang petinggi-petinggi negara di zaman ini yang melakukan KKN, itu tidak dapat memburamkan ingatan kita tentang kejadian pada 'rezim Orde Baru Presiden Soeharto (1965-1998) , yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi mengesankan yang cepat dan berkelanjutan (dengan Produk Nasional Bruto rata-rata +6.7 persen per tahun antara tahun 1965-1996), tapi juga terkenal karena sifat korupnya.'

'Salah satu karakteristik penting korupsi selama Orde Baru Suharto adalah korupsi tersebut agak terpusat dan dapat diprediksi. Investor dan pengusaha bisa memprediksi jumlah uang yang harus mereka sisihkan untuk biaya-biaya 'tambahan' dan mereka mengetahui mana orang-orang yang akan perlu mereka suap.'

masuk di era Reformasi, situasipun berubah 'setelah lengsernya Suharto pada 1998 program desentralisasi daerah yang ambisius dimulai pada tahun 2001 yang meramalkan pemindahan otonomi administrasi dari Jakarta ke kabupaten (bukan ke provinsi). Program baru ini sejalan dengan tuntutan masyarakat tetapi memiliki efek samping negatif pada pola distribusi korupsi. Penyuapan tidak lagi 'dikoordinasikan' seperti yang telah terjadi di masa lalu tapi menjadi terpecah-pecah dan tidak jelas.'

Mahasiswa sering dilekatkan oleh kata agen perubahan (agent of change) yang bising terdengar di "pasar kampus". Ialah orang-orang yang menjadi garda terdepan dalam suatu tindakan perubahan. 'Sejarah mencatat bahwa mahasiswa merupakan inisiator berbagai peristiwa penting yang menentukan nasib bangsa Indonesia. Pergerakan Budi Utomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), proklamasi kemerdekaan (1945), sampai dengan pergerakan mahasiswa untuk reformasi (1998). Itu adalah deretan peristiwa penting yang digawangi oleh pemuda dan mahasiswa.'

Tadi kita sudah membuka ingatan dan sekarang mari kita membuka mata. Kebanyakan mahasiwa yang meneriaki petinggi Negara namun secara tidak sadar meneriaki diri sendiri

Dari hal kecil saja, seperti menggunakan uang kepanitiaan untuk membeli sebatang rokok dan secangkir kopi dan memilih petinggi lembaga kampus tanpa standarisari intelektual namun dari ikatan emosional seperti: saudara dan teman akrab.

Seperti yang terjadi saat ini, ada beberapa petinggi Negara yang dulunya mantan mahasiswa namun terjun dalam kasus korupsi. 'Mengapa mantan aktivis mahasiswa yang dulu selalu berkoar-koar menyuarakan suara rakyat malah ikut bermain di pemerintahan? Hal ini terjadi akibat ideologi "setengah matang" yang diterapkan selama menjadi mahasiswa. Selalu bersuara menyuarakan perubahan, namun lupa menjadi contoh untuk perubahan itu sendiri. Saya kira hanya telur saja yang setengah matang hehe

Setengah matangnya ideologi tersebut terkadang merupakan hasil hegemoni penindas untuk menguasai kesadaran mahasiswa sehingga tidak mampu bertindak dan kecemasan itu membuat mereka menolak ketidakberdayaannya dengan berusaha: 

".. memperoleh kembali kemampuan (mahasiswa) untuk bertindak. Tetapi apakah (mahasiswa) bisa, dan dengan cara bagaimana? Salah satu caranya adalah dengan menghambakan dan mempersamakan diri dengan seorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan. Dengan partisipasi simbolis dalam kehidupan orang lain ini, (mahasiswa telah) berkhayal melakukan perbuatan, sementara sesungguhnya (mahasiswa) hanya menghamba serta menjadi bagian dari mereka (penindas)"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun