Pada April 2005, pemprov melalui Walikota Jakarta Pusat Muhayat menggusur lokasi pedagang kaki lima di Jl. Fakhruddin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Â yang hanya buka pada Sabtu, Minggu, dan hari libur. Padahal lokasi yang beken dengan nama Sogo Jongkok itu telah ada sejak 1997 dan telah pula dikenal hingga daerah-daerah di luar Jakarta, karena di Sogo Jongkok ini dijual barang-barang bermutu, namun berharga terjangkau. Setiap kali pasar ini buka, Jl. Fakhruddin ditutup karena pengunjung bisa mencapai ribuan orang, dan perputaran uang bisa mencapai ratusan juta rupiah per hari.
Pada Februari 2008, giliran pusat penjualan keramik di Jl. A. Yani, Kecamatan Rawasari, Jakarta Pusat, yang digusur, karena lahan yang digunakan pedagang direfungsi menjadi ruang terbuka hijau. Pusat penjualan keramik ini pun sudah dikenal hingga luar Jakarta, dan perputaran uang per hari bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Sebelumnya, Januari 2008, Pasar Barito yang dikenal sebagai pusat penjualan bunga dan ikan hias, juga digusur karena lahan yang digunakan pedagang direfungsi menjadi taman. Dan pada tahun yang sama, 2008, pusat penjualan barang antik di Jl. Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, juga akan digusur karena lahannya akan dijadikan ruang terbuka hijau (RTH). Padahal pasar yang sudah ada sejak 1970-an ini dikenal hingga mancanegara, karena di sini dijual berbagai barang antik dari dalam dan luar negeri, yang harga jualnya pun bisa mencapai puluhan juta per pieces. Untung, karena reaksi keras pedagang dan masyarakat, penggusuran dibatalkan.
Terakhir, dan yang paling memilukan, adalah rencana penggusuran makam Habib Hassan bin Muhammad Al Hadad alias Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara, pada 14 April 2010 yang mengakibatkan bentrokan hebat antara Satpol PP dengan masyarakat, dan menyebabkan tiga anggota Satpol PP tewas, serta puluhan orang, termasuk masyarakat yang terlibat bentrok, luka parah dan ringan. Makam  Mbah Priok merupakan salah satu makam yang banyak dikunjungi masyarakat, dan sudah dianggap sebagai makam keramat. Jika situs ini juga lenyap dari bumi Jakarta seperti Sogo Jongkok, Pasar Barito, dan Pusat Penjualan Keramik Rawasari, tidakkan Pemprov DKI akan merasa kehilangan aset yang begitu berharga?
Jika pemprov dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang baik dan berkualitas, sebelum menggusur Sogo Jongkok, Pasar Barito, Pusat Penjualan Keramik,dan makam Mbah Priok, dia pasti akan berpikir berulangkali. Benar bahwa Sogo Jongkok menggunakan tepi jalan, Pasar Barito menggunakan lahan taman, dan Pusat Penjualan Keramik Rawasari menggunakan lahan RTH, tapi mengapa sebelum pedagang eksis di ketiga lokasi ini, mereka diizinkan menggunakan lahan-lahan tersebut? Dan mengapa juga pemprov bersedia mengerahkan Satpol PP untuk menggusur Makam Mbah Priok, padahal lahan makam itu diklaim PT. Pelindo II sebagai lahan miliknya, bukan milik pemprov?
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang lebih mengedepankan kepentingan orang banyak dibanding individu atau kelompok tertentu, dan antara lain harus mampu menjadi seorang path finding (perintis jalan) guna menciptakan tata kehidupan yang lebih baik, dan menjadi modeling (panutan) agar semua bawahan patuh pada setiap kebijakannya.
Untuk menjadi seorang path finding, pemimpin harus dapat membuat kebijakan yang melibatkan seluruh stake holder, dirancang dengan sangat matang, baik untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Apalagi jika kebijakan tersebut terkait langsung dengan publik. Sehingga begitu kebijakan diimplementasikan, dampak negative di masa depan dapat diminimalisir, bahkan ditiadakan.
Untuk menjadi seorang panutan, pemimpin harus memiliki karakter yang kuat, kompeten, komunikatif, dan peduli (care) kepada orang-orang di sekitarnya, terutama yang memilih dan menjadikannya seorang pemimpin. Dengan memiliki karakter yang kuat, pemimpin tahu persis apa dan bagaimana dirinya, sehingga dia memiliki misi yang jelas dan velue yang memadai dalam menyikapi suatu persoalan, dan memutuskan yang terbaik.
Selain itu, dengan karakter yang kuat, pemimpin memiliki integritas, sehingga apa yang dikatakan, sesuai dengan kenyataan. Jangan ketika kampanye menjanjikan akan memberikan yang terbaik untuk masyarakat, namun yang terjadi justru sebaliknya. Dan dengan karakter yang kuat, pemimpin juga memiliki kedewasaan, sehingga mampu independen dalam membuat keputusan (bebas dari segala bentuk intervensi), dan memiliki karakter yang stabil, sehingga tidak mudah marah dan emosi meski dihadapkan pada persoalan yang tidak enak.
Ketika suatu lokasi telah diputuskan untuk diizinkan digunakan pedagang, maka pemimpin sudah memiliki antisipasi terbaik untuk ke depannya, antisipasi yang tidak menimbulkan gelombang protes dan membuat banyak orang kehilangan pekerjaan. Atau, jika bagunan-bangunan liar yang digusur tersebut jika memang tidak diijinkan dan tidak pantas harusnya sejak awal berdirinya sudah ditertibkan atau direlokasikan, bukan setelah sudah berpuluh-puluh tahun baru dipikirkan bagaimana penangannya.
Penggusuran merupakan kebijakan yang salah dari pemimpin yang tidak kompeten, tetapi masyarakat luas yang menanggung dosanya, karena hasil akhir yang berkualitas dimulai dari mengimplementasikan yang berkualitas (Quality implementation / QI).