Masa remaja merupakan masa transisi yang dialami individu untuk dapat mengarahkan menuju perkembangan ke masa dewasa yang sehat (Kanopa dalam Yusuf, 2010: 9). Individu pada masa remaja akan mengalami perubahan secara biologis, kognitif, dan sosial emosional (Santrock dalam Khotimah, 2015: 100). Setiap individu berharap dirinya dapat berkembang menjadi lebih baik. Perkembangan individu dalam segi kemampuan maupun potensi tidak akan terwujud apabila tidak ada upaya yang dilakukan dan sejauh mana individu itu mengupayakannya sehingga terwujud kebiasaan serta sikapnya. Hal itu dapat diperoleh individu apabila mempunyai harga diri positif atau dapat disebut positive self esteem, sehingga perkembangan dapat meningkat dari dirinya maupun lingkungannya yang dapat membantu untuk mencapainya.
Positive self esteem menurut Abraham Maslow (dalam Feist dan Feist, 2013: 335) termasuk dalam hierarki kebutuhan manusia yang terdiri dari lima tingkatan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan cinta dan kasih sayang, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Individu akan dapat memenuhi kebutuhan penghargaan (esteem need) setelah kebutuhan cinta dan kasih sayang telah terpenuhi. Kebutuhan penghargaan terdiri dari kepercayaan diri, penghormatan diri, kemampuan dan pengetahuan yang memiliki harga yang tinggi dari pandangan orang lain. Maslow membagi tingkatan penghargaan menjadi dua yaitu reputasi (reputation) dan harga diri (self esteem). Reputation merupakan pandangan dari sudut pandang orang lain akan pengakuan, gengsi, atau ketenaran yang dimiliki oleh setiap individu, sedangkan self esteem adalah perasaan pribadi individu bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri.
Penelitian yang dilakukan oleh Pandey & Khare (2012) menyatakan bahwa self esteem yang rendah berkaitan dengan peserta didik yang mengalami permasalahan proses belajar. Hal ini memiliki dampak pada perasan negatif pada diri peserta didik dan mereka sering mengalami penolakan dari teman sejawat di sekitarnya. Peserta didik dengan slow learner memiliki keterlambatan pada sisi pembelajaran, ketrampilan yang kurang, dan lambat dalam menerima suatu informasi yang diperoleh (Chauhan, 2011). Peserta didik tersebut akan menunjukkan minat yang kurang dalam kegiatan pembelajaran.
Pentingnya self esteem ini juga telah dibuktikan oleh Krause; Bochner; Duchesne dalam bukunya Educational Psychology For Learning And Teaching (2006) bahwa riset yang dilakukan di Australia mengenai low self esteem/negative self esteem pada remaja akan menyebabkan mereka menyalah gunakan obat-obatan terlarang dan alkohol (Irving). Selain itu dapat mengakibatkan remaja depresi kemudian bunuh diri (Leslie, Stein & Borus R.) dan melakukan kejahatan serta agresi (Ackard & Sztainer  N.). Sedangkan pada remaja putri akan menyebabkan hamil pada masa muda (Lipovsek et al).
Apabila dilihat dari kondisi yang telah dipaparkan di atas maka diperlukan sebuah upaya untuk dapat meningkatkan self esteem pada peserta didik slow learner. Penelitian tindakan Bimbingan dan Konseling ini bertujuan untuk dapat membantu para guru Bimbingan dan Konseling dalam meningkatkan tingkat self esteem pada peserta didik sehingga kegiatan belajar dan mengajar menjadi optimal. Sebuah upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan konseling individu dengan pendekatan SFBC dalam upaya meningkatkan self esteem pada peserta didik.
Maka dibuatlah panduan Solution Focused Brief - Individual Counseling (SFB-IC)
Link Panduan : https://drive.google.com/file/d/1GDmKxV7WWu_8qgFIQH7BmRsDVsJRoQeb/view?usp=sharing
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H