Mohon tunggu...
Kevin Sebastian
Kevin Sebastian Mohon Tunggu... Jurnalis - Pelajar

Seorang Pelajar yang Ingin Berkembang Mengikuti Perkembangan Zaman

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Penukaran Gen yang Meragukan dan Merugikan?

25 Agustus 2019   13:41 Diperbarui: 25 Agustus 2019   13:43 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai kawan!! Perkembangan zaman yang sangat pesat membawa kita ke zaman yang lebih modern. Selain pengemang teknologi di bidang digital, juga ada pengembangan teknologi yang bertujuan untuk memperkaya flora dan fauna di negara kita tercinta Indonesia.

Mungkin kita pernah melihat mahluk hidup yang bersal dari negara lain bisa kalian jumpai di Indonesia, dan juga sebaliknya, dan mucul pertanyaan di benak kalian " Mengapa hewan dan tumbuhan dari negara lain bisa sampai ke Indonesia", "Apakah mereka dibawa oleh turis yang ingin ke Indonesia". Daripada kalian bingung, lebih baik kalian baca artikel ini.

Disini saya akan menjelaskan tentang teknologi yang bisa mengembangkan flora fauna. Teknologi ini dinamakan Kultur Jaringan atau dalam bahasa inggrisnya Plant Tissue Culture. Jadi jika kalian melihat flora atau fauna dari luar negeri dapat berkambang di Indonesia, hal ini adalah hasil kerja dari para-para ilmuwan yang menerapkan kultur jaringan tersebut. Namun apakah berbahaya mengambil tanaman dari negara lain ke dalam negara kita? Mari kita bahas !!

Contoh yang bisa kalian lihat adalah Anggrek Cattleya. Mungkin kalian pernah mendengar salah satu tanaman tercantik di Indonesia ini. Cattleya adalah salah satu spesies Anggrek yang berasal dari Kosta Rika sampai bagian tropis Amerika Selatan. Pada tahun 1824, John Lindley memberi nama Cattleya yang merupakan mengenang Sir William Catley yang sudah berhasil mengembangkan tanaman anggrek ini.

Kembali ke topik yakni kultur jaringan, menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture. Kultur jaringan adalah suatu kegiatan membudidayakan sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi secara lebih ringkas, kultur jaringan ini merupakan kegiatan membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.

Secara garis besar, kultur jaringan atau Tissue Culture merupakan salah satu cara untuk memperbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan suatu teknik memperbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi atau mengambil bagian-bagian tumbuhan seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang mengandung kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh di dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik ini adalah  untuk memperbayak tanaman-tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman di tempat yang steril.

Setelah mengetahui tentang pengertian kultur jaringan, mungkin muncul pertanyaan "Bagaimana sih kok bisa muncul kultur jaringan?" Jadi perkembangan kultur jaringan dimulai sejak tahun 1838 ketika Schleiden dan Schwann mengungkapkan mengenai teori totipotensi yang menjelaskan sel-sel bersifat otonom, serta menjelaskan juga prinsipnya yang dapat beregenerasi menjadi tanaman lengkap.

Teori totipotensi yang berguna ini dipakai oleh seorang ilmuwan bernama Haberlandt untuk mendasari pernyataan nya pada abad ke-20 awal yang menjelaskan kalau jaringan tanaman yang diisolasi dan dikultur dapat berkembang menjadi sebuah tanaman normal seperti induknya dengan cara melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungannya dan nutrisi. Walaupun pada awalnya Haberlandt mengalami kegagalan dalam usahanya pada tahun 1902, akan tetapi penelitian ini didukung oleh Carrel, Harrison, dan Burrows, yang mana setelah melakukan penelitian selama 5 tahun, Carrel, Harrison, dan Burrows berhasil pada tahun 1907-1909 yakni menemukan cara in vitro untuk mengkulturkan jaringan manusia dan hewan.

Keberhasilan Carrel, Harrison, dan Burrows menjadi inovasi baru untuk memperbanyak tanaman secara vegetatif . hal ini dilakukan oleh seorang Ilmuwan bernama White pada tahun 1934 karena Ia berhasil untuk mengkultur akar tanaman tomat. Pada tahun berikutnya lebih tepatnya pada tahun 1939, White, Nobecourt, dan Gautheret berhasil kembali untuk menumbuhkan kalus tembakau dan wortel dengan cara yang sudah ditemukan oleh Carrel, Harrison, dan Burrows yakni dengan cara in vitro. Waktu demi waktu,  kultur jaringan menjadi perberkembangan yang sangat pesat dan membuat arti penting di dunia pertanian, kehutanan dan hortikultura.

Siring berkembangnya teknik kultur jaringan munculah auksin IAA pada tahun 1934 oleh Haagen-Smith dan Kogl yang membuka peluang besar untuk kemajuan dari teknik kultur jaringan tanaman. Pada tahun 1955 ditemukan kinetin (suatu sitokinin) yang membuat kemajuan teknik kultur jaringan menjadi semakin berkembang pesat.

Kemudian oleh Miller mempublikasikan tulisan "kunci" yang menjelaskan bahwa interaksi kuantitatif yang terjadi antara auksin dan sitokinin memiliki pengaruh untuk menentukan tipe pertumbuhan dan peristiwa morfogenetik yang ada di dalam tanaman. Penelitian  yang kedua dilakukan oleh para ilmuwan menggunakan tanaman tembakau yang menghasilkan sebuah pernyataan bahwa rasio yang tinggi iantara auksin terhadap sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar, rasio yang rendah akan menginduksi morfogenesis pucuk. Akan tetapi, pola yang demikian tidak berlaku untuk semua spesies tanaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun