Menurut Cicero, Hukum yang sesungguhnya adalah akal. Secara nyata dan alami, akal memerintahkan dan mendorong seorang manusia untuk melaksanakan kewajibannya, menahan dan menjauhkan kita dari kesalahan yang mungkin kita lakukan. Akal sesuai dengan yang didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai Daya Pikir yang digunakan untuk memahami sesuatu dan sebagainya, sebagai pikiran dan sebagai ingatan. Akal yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada kita sebagai manusia tentu saja harus kita gunakan dengan segenap hati, dengan benar dan dengan nilai-nilai moral yang sesuai. Bukan hanya untuk keperluan kita sebagai individu, tetapi kepada orang-orang disekitar kita. Dengan menggunakan akal, seorang individu diharapkan salah satunya akan dapat menjadi individu yang dapat mendorong satu sama lainnya untuk mencapai suatu tujuan, selayaknya bagaimana hukum dirancang dan dirumuskan bagi masyarakat untuk mencapai suatu tujuan bagi masyarakat, yaitu Keadilan, Kepastian dan Kemanfaatan.
Yang mengarahkan akal yang kita miliki sebagai manusia yang hidup ditengah-tengah masyarakat yang penuh dengan keberagaman dan keunikan masing-masing individu adalah dengan menggunakan Moral. Moral mengajarkan kita untuk membedakan apa yang baik dan apa yang buruk, mengajarkan kita untuk selalu mengembangkan hal-hal yang positif dan baik di diri kita dan disekitar kita dan menekan atau mengurangi hal-hal yang negatif dan buruk bagi kita dan disekitar kita. Sebagai seorang mahasiswa hukum, kita dituntut untuk memiliki akal dan moral yang positif dan sesuai dengan sebagaimana mestinya tujuan hukum itu didirikan. Kita sebagai mahasiswa hukum, sebagai seseorang yang mempelajari hukum tentu saja harus mengamalkan dan menggunakan ilmu hukum yang kita dapatkan serta miliki dengan segenap hati, melaksanakan tanggung jawab dan tugas sesuai dengan moral hukum. Terdapat banyak contoh penggunaan akal dan moral dalam menjalani tugas sebagai mahasiswa hukum, salah satunya adalah menjadi seorang mahasiswa yang kritis dan memiliki keresahan terhadap suatu permasalahan yang ada di masyarakat. Dengan memiliki keresahan tersebut, hal ini menandakan bahwa akal dan moral yang kita miliki terganggu dengan adanya atau timbulnya permasalahan tersebut. Akal dan Moral kita sebagai mahasiswa hukum berjalan dengan sebagaimana mestinya, yang mana hal ini ditandai dengan tingkat kritis dan sebagaimana vokalnya seorang mahasiswa hukum terhadap permasalahan hukum di sekitarnya.
Akan menjadi sebuah kesia-siaan, apabila seorang mahasiswa hukum dalam menjalani kehidupannya tanpa menggunakan akal dan moralnya, tidak menyalurkan manfaat dari akal dan moral tersebut kepada orang-orang disekitarnya. Maka dari itu, sudah sepantasnya seorang mahasiswa hukum selalu berpikir kritis dan menyuarakan pendapatnya yang berbasis pada akal dan moral yang dimilikinya, berbasis pada ilmu-ilmu hukum yang telah ia pelajari dan dapatkan dalam menempuh tugas dan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa hukum. Bahkan, Konstitusi Negara Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tepatnya pada Pasal 28E Ayat (3) juga memberikan setiap warga negara sebuah hak, hak untuk berpendapat. Kemudian hak ini menandai suatu kebebasan yang memberikan ruang bagi kita sebagai mahasiswa hukum untuk menggunakan akal dan moral kita untuk menjadi individu yang kritis, individu yang berani mengungkapkan keresahan kita terhadap suatu permasalahan dan berani menyuarakan keresahan orang lain pula demi mewujudkan tujuan-tujuan hukum dan menjadi seorang mahasiswa hukum yang mengamalkan akal dan moral yang kita miliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H