Ramadan 2025 ini adalah Ramadan yang ke 20 bagi penulis terhitung sejak umur 5 tahun penulis sudah dibimbing orang tua untuk melaksanakan ibadah pokok Ramadan yaitu puasa. Namun dari Ramadan sebelumnya, Ramadan kali ini memiliki nilai tersendiri bagi penulis. Selain memang memfokuskan ibadah puasa serta menjaga budaya khatam Qur`an tiap Ramadan, penulis juga produktif membaca buku-buku yang sudah lama penulis kumpulkan. Baik itu buku yang penulis beli secara fisik maupun yang penulis unduh di google dalam bentuk file. Rata-rata adalah buku agama. Yang dalam proses membaca tersebut penulis merasa mengalami suatu perjalanan spiritual yang membuat penulis berkesimpulan untuk pulang kepada MAKNA.
Dalam kehidupan, banyak orang yang merasa perlu mencari makna yang lebih dalam tentang keberadaan mereka. Salah satu pencarian yang paling mendalam adalah perjalanan spiritual untuk menemukan kebenaran agama. Perjalanan ini bukan hanya tentang keyakinan, tetapi juga tentang pemahaman, pengalaman, dan refleksi pribadi terhadap kehidupan dan Sang Pencipta.
Setiap orang tentu memiliki alasan tersendiri untuk memulai perjalanan spiritual mereka. Ada yang mencari kedamaian batin, ada pula yang ingin memahami lebih dalam ajaran agama yang dianut sejak kecil. Beberapa orang justru memulai pencarian ini setelah mengalami krisis dalam hidup, baik itu kehilangan, penderitaan, atau pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawaban. Namun disini penulis merasa memulai itu semua dengan ketidaksengajaan.
Pencarian ini sering dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar: Apa tujuan hidup? Apa makna keberadaan manusia? Bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi titik awal eksplorasi lebih lanjut terhadap berbagai kepercayaan dan filosofi hidup. Namun yang lebih rumit daripada itu adalah memulai perjalanan spiritual dengan mempertanyakan dua kebenaran yang tidak pernah bisa bersatu namun memiliki akar kekuatan yang kuat atas otoritas kebenarannya. Dalam tulisan ini penulis tidak akan melibatkan pembaca yang budiman untuk ikut terlibat dalam pergulatan kedua kebenaran itu. Hanya saja yang terniat adalah sedikit merefleksikan bagaimana pentingnya setiap kita sebagai penganut agama untuk mengalami dan merasakan perjalanan spiritual.
Dalam proses pencarian, seseorang mungkin akan menjelajahi berbagai tradisi agama dan kepercayaan. Beberapa orang membaca kitab suci dari berbagai agama, mendalami ajaran dari tokoh spiritual, atau bahkan mencoba praktik-praktik ibadah yang berbeda. Banyak yang menemukan bahwa setiap agama memiliki nilai-nilai universal, seperti cinta kasih, keadilan, dan kebaikan. Namun, setiap agama juga memiliki perspektif unik dalam memahami Tuhan dan kehidupan setelah mati. Beberapa orang menemukan jawaban dalam agama yang telah mereka anut sejak lahir, sementara yang lain mungkin memilih jalur spiritual yang berbeda.
Pencarian spiritual bukan hanya tentang membaca dan mendengar, tetapi juga mengalami sendiri ajaran-ajaran yang dipelajari. Beberapa orang melakukan meditasi, doa, puasa, atau bahkan perjalanan ke tempat-tempat suci untuk merasakan kedekatan dengan Tuhan. Banyak yang mengalami momen pencerahan dalam perjalanan ini, baik melalui pengalaman mistik, perasaan damai yang mendalam, atau kejadian-kejadian dalam hidup yang menguatkan keyakinan mereka. Keyakinan yang ditemukan melalui pengalaman pribadi ini sering kali lebih kuat dan lebih bermakna dibandingkan keyakinan yang diwariskan secara turun-temurun tanpa eksplorasi mendalam.
Pada akhirnya, perjalanan spiritual membawa seseorang pada pemahaman yang lebih mendalam tentang dirinya sendiri dan hubungannya dengan Tuhan. Kebenaran agama bukan hanya soal doktrin dan ritual, tetapi juga tentang bagaimana seseorang menghayati ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang mungkin menemukan kebenaran yang berbeda sesuai dengan perjalanan mereka masing-masing. Yang terpenting adalah bagaimana keyakinan tersebut membawa kedamaian, kebijaksanaan, dan kebaikan bagi diri sendiri serta sesama. Perjalanan spiritual adalah proses yang terus berlanjut sepanjang hidup. Dengan hati yang terbuka, pikiran yang kritis, dan niat yang tulus, setiap orang dapat menemukan jalan yang paling sesuai bagi dirinya dalam mencari kebenaran agama.
Maka setelah mengalami semua proses tersebut kita berkewajiban untuk melanjutkan setiap usaha merealisasikan agama itu di masa yang akan datang. Penulis rasa ini adalah tanggung jawab kemanusiaan. Sehingga kebingungan, kehampaan dan kekosongan beragama akan digantikan dengan ketentraman beragama yang berpihak pada kebenaran tanpa keraguan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI