Pendahuluan
Kesadaran menjadi aspek penting dalam perilaku manusia, termasuk dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Dalam artikel ini, kita akan menggabungkan konsep kesadaran diri dan kesadaran situasional yang diusung oleh David R. Hawkins dan Jeff Cooper untuk memahami perilaku wajib pajak, terutama dalam mengoreksi dan memperbaiki Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Berdasarkan pendekatan ini, kesadaran wajib pajak akan peran mereka dalam perekonomian dapat ditingkatkan sehingga mereka lebih termotivasi untuk patuh dan bertanggung jawab terhadap kewajiban perpajakan.
Tinjauan Teori Kesadaran David R. Hawkins dan Jeff Cooper
David R. Hawkins, dalam karyanya Power vs. Force, menjelaskan bahwa kesadaran manusia beroperasi pada level-level tertentu yang memengaruhi cara berpikir, bertindak, dan merespons berbagai situasi. Level kesadaran rendah seperti "Ketakutan" atau "Rasa Malu" cenderung menghambat tanggung jawab, sedangkan level yang lebih tinggi, seperti "Cinta" atau "Pencerahan," memungkinkan individu bertindak dengan etika dan integritas. Menurut Hawkins, kesadaran yang lebih tinggi berperan besar dalam menciptakan masyarakat yang lebih bertanggung jawab.
Di dunia perpajakan, pemahaman tentang level kesadaran ini penting dalam membantu wajib pajak mengatasi ketakutan dan perasaan negatif terhadap proses pengisian atau koreksi SPT. Dengan mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi, wajib pajak akan lebih sadar akan kontribusi mereka dalam mendukung pembangunan melalui pajak.
Pendekatan psikologis dan situasional yang diusung oleh David R. Hawkins dan Jeff Cooper dapat membantu memahami motivasi di balik perilaku wajib pajak dalam memperbaiki kesalahan pada Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Kedua pendekatan ini, meskipun dari disiplin yang berbeda, memiliki potensi untuk meningkatkan kepatuhan pajak secara sukarela dengan menyentuh aspek kesadaran diri dan situasi dari individu. Dengan memahami kedua teori ini, otoritas pajak dapat menerapkan strategi yang lebih efektif dalam mendorong wajib pajak untuk melakukan perbaikan secara sukarela dan tepat waktu.
Penerapan Kesadaran Situasional ala Cooper dalam Pemantauan Pajak
Sementara pendekatan Hawkins lebih berfokus pada kesadaran diri, konsep Cooper’s Color Code memperkenalkan tingkat kewaspadaan yang dapat digunakan untuk memahami respons wajib pajak dalam menghadapi ancaman atau kesalahan dalam kewajiban perpajakan mereka. Menurut Cooper, individu berada dalam salah satu dari empat kondisi kesadaran situasional: Putih, Kuning, Oranye, dan Merah. Kondisi ini mencerminkan tingkat perhatian seseorang terhadap potensi ancaman di sekitarnya.
Dalam konteks pajak, “Kondisi Putih” menggambarkan wajib pajak yang tidak sadar atau tidak peduli terhadap kewajiban perpajakan mereka, sehingga mereka mungkin tidak mengetahui adanya kesalahan pada SPT mereka. Wajib pajak dalam kondisi ini memerlukan sosialisasi pajak yang lebih mendasar agar mereka memahami pentingnya kepatuhan pajak. Otoritas pajak dapat memperkenalkan program sosialisasi yang bersifat preventif agar wajib pajak berpindah ke “Kondisi Kuning,” yaitu kondisi di mana mereka menyadari kewajiban perpajakan dan mulai memerhatikan potensi kesalahan pada SPT.
Jika kesadaran mereka meningkat, wajib pajak akan mencapai “Kondisi Oranye,” yaitu saat mereka menyadari ada kesalahan atau masalah yang membutuhkan perhatian. Pada titik ini, mereka lebih waspada dan bersiap untuk mengambil tindakan perbaikan. Otoritas pajak dapat menyediakan fasilitas pendukung, seperti layanan konsultasi atau bimbingan online, yang membantu wajib pajak memperbaiki kesalahan dengan lebih cepat dan mudah. Tujuannya adalah agar wajib pajak merasa terdorong untuk segera bertindak tanpa harus menghadapi konsekuensi lebih lanjut.
Bagi wajib pajak yang telah mencapai “Kondisi Merah” (di mana mereka menghadapi konsekuensi nyata seperti penalti atau tindakan hukum), intervensi otoritas pajak dapat beralih menjadi pendekatan yang menekankan kepastian hukum dan keadilan. Pada tahap ini, otoritas pajak dapat mengimbau wajib pajak untuk memperbaiki SPT mereka dengan ancaman konsekuensi hukum yang tegas tetapi tetap memperhatikan asas kehati-hatian agar tidak menimbulkan ketakutan berlebihan yang dapat mengganggu hubungan antara wajib pajak dan pemerintah.