Mohon tunggu...
Kevin Fahlevi
Kevin Fahlevi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa di UPN VETERAN Yogyakarta

Lahir di kota Yogyakarta 26 Juli 2001, hobi bermain basket, game, dan juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Sengketa Laut China Selatan

10 Agustus 2022   05:13 Diperbarui: 10 Agustus 2022   05:30 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

            Laut China Selatan (LCS) adalah perairan strategis yang diperebutkan oleh negara China dan berbagai negara di ASEAN, Laut China Selatan dinilai sebagai perairan yang kaya akan sumber daya alam dan hasil laut yang sangat melimpah. Sumber daya alam yang diperebutkan di Lautan China Selatan yaitu berupa migas yang sangat banyak, bahkan digadang-gadang memiliki cadangan migas yang sangat besar sampai mengalahkan negara-negara teluk, dikutip dari Council of Foreign Relation, Bank Dunia memperkirakan Laut Cina Selatan menyimpan sekitar 900 triliun kaki kubik gas alam dan 7 miliar barel minyak dalam prediksi yang telah dikalkulasi. Sebagian besar kantong migas ini terletak di sepanjang wilayah Laut Cina Selatan yang diperabutkan seperti pada gugusan kepulauan Spratly dan Paracel, bahkan baru-baru ini perusahaan migas asal negara China yaitu China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) mengklaim bahwa mereka telah menemukan ladang dengan jumlah minyak 200 juta ton dan 300 milliar ton gas. Sedangkan hasil laut dikutip dari The Diplomat, Lautan China Selatan  menyumbang tangkapan ikan global sebesar 12%, meskipun kawasan Lautan China Selatan hanya mencakup 2,5% dari permukaan bumi, laut ini menjadi bagi beberapa sistem terbumbu terkaya di dunia dan memiliki lebih dari 3 ribu spesies ikan asli maupun ikan yang bermigrasi.

            Konflik Sengketa perebutan daerah perairan Laut China Selatan dikarenakan adanya klaim sepihak atas kepemilikan dari daerah perairan tersebut, Klaim ini bermula ketika China pada 1947 memproduksi peta LCS dengan 9 garis putus-putus dan menyatakan bahwa wilayah yang masuk dalam lingkaran garis tersebut, termasuk Kepulauan Spartly dan Paracel sebagai wilayah teritorinya. Peta ini kemudian ditegaskan kembali pada saat Partai Komunis berkuasa pada 1953. Klaim ini didasarkan pada sejarah China kuno, mulai dari Dinasi Han yang berkuasa pada abad 2 SM sampai dengan Dinasi Ming dan Dinasi Qing abad 13 SM. Guna menjaga klaimnya atas LCS, negara China kini agresif membangun fasilitas militer, mendirikan pulau buatan, dan menempatkan kapal-kapal perangnya di wilayah perairan Laut China Selatan. Klaim China atas 80 sampai 90 persen wilayah di Laut China Selatan (LCS) dengan alasan sejarah tersebut lantas menimbulkan ketegangan di antara negara pantai lain yang juga sama-sama mengklaim berhak atas kawasan Laut China Selatan, Seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam, yang mendasarkan pada aturan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun