Penggunaan sound horeg atau sound system bersuara tinggi yang biasa digunakan dalam acara-acara seperti pesta pernikahan, hajatan, atau acara komunitas, sering kali menjadi perhatian karena dampak negatif yang ditimbulkannya. Di Jawa Timur, sound horeg telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya pesta, namun fenomena ini juga menimbulkan berbagai persoalan yang perlu mendapatkan perhatian serius. Meskipun sound horeg bertujuan untuk meningkatkan kemeriahan, efek negatifnya terhadap lingkungan dan masyarakat tidak bisa diabaikan.
Salah satu dampak paling nyata dari sound horeg adalah tingkat kebisingan yang dihasilkan. Di berbagai daerah Jawa Timur seperti Surabaya, Sidoarjo, hingga Banyuwangi, suara yang terlalu keras dari sound horeg kerap menjadi keluhan warga. Dalam banyak kasus, suara ini berlangsung hingga larut malam, sehingga mengganggu waktu istirahat masyarakat. Kebisingan yang terus-menerus juga dapat menyebabkan stres, gangguan tidur, hingga masalah kesehatan mental bagi warga yang terdampak.
Paparan suara dengan tingkat desibel tinggi dari sound horeg dapat memicu gangguan pendengaran, baik bagi para pendengar langsung maupun warga di sekitar lokasi. Menurut World Health Organization (WHO), paparan suara bising dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko stres, gangguan kecemasan, dan bahkan penyakit kardiovaskular. Selain itu, kebisingan yang berlebihan dapat merusak kualitas tidur, yang pada akhirnya berdampak pada kesehatan mental dan fisik.Di Jawa Timur, dengan populasi yang padat di banyak wilayah, risiko dampak kesehatan ini menjadi lebih signifikan.
Selain dampak langsung pada manusia, penggunaan sound horeg juga dapat mengganggu ekosistem lokal. Di pedesaan Jawa Timur, misalnya, suara keras dari sound horeg dapat mengganggu pola perilaku hewan ternak dan burung. Dalam beberapa kasus, hewan peliharaan bahkan menunjukkan tanda-tanda stres akibat suara yang terlalu keras.
Penggunaan sound horeg yang tidak memperhatikan waktu dan lingkungan sekitar sering kali memicu konflik antarwarga. Di Jawa Timur, beberapa insiden perselisihan akibat penggunaan sound horeg telah menjadi sorotan, terutama di kawasan permukiman padat. Tetangga yang merasa terganggu mungkin mengajukan protes atau bahkan melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwenang. Konflik ini dapat merusak hubungan sosial dalam komunitas.
Di beberapa wilayah Jawa Timur, penggunaan sound horeg dengan volume berlebihan melanggar peraturan tentang batas kebisingan. Beberapa pemerintah daerah, seperti di daerah Malang, yang tertulis dalam aturan  Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum, telah memberlakukan aturan ketat terkait kebisingan, namun penerapannya masih sering diabaikan. Pelanggaran ini dapat berujung pada sanksi hukum bagi penyelenggara acara, seperti denda atau penghentian acara oleh aparat keamanan. Hal ini tidak hanya merugikan pihak penyelenggara tetapi juga menciptakan citra buruk terhadap komunitas yang bersangkutan.
Kesimpulan
Meskipun sound horeg dapat menciptakan suasana yang meriah, dampak negatifnya terhadap masyarakat dan lingkungan tidak boleh diabaikan. Dengan menerapkan kebijakan yang tepat dan meningkatkan kesadaran masyarakat, diharapkan penggunaan sound horeg dapat lebih terkendali tanpa mengorbankan kenyamanan dan keharmonisan lingkungan, khususnya di Jawa Timur yang menjadi episentrum budaya ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H