Mohon tunggu...
Kevinalegion
Kevinalegion Mohon Tunggu... Wiraswasta - Full Time Family Man

Get along between Family and Food!

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Cumi Bakar "Masterpiece" dari Putra Pesisir

20 Januari 2015   07:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:46 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_391966" align="aligncenter" width="560" caption="Cumi bakar."][/caption]

Jakarta tak hanya menjadi tempat mengadu nasib mencari receh para pendatang dari daerah, itulah salah satu pengalaman yang mungkin bisa menjadi pelajaran berharga bagi putra pesisir ini. Tanjung Pura di desa Ujung Gebang Pamanukan, mungkin tak banyak yang tahu tanjung yang ternyata punya andil besar dalamsuplai hasil laut untuk konsumsi Kota Jakarta. Dari desa inilah salah satu putra pesisirnya beserta keluarga mengambil kesempatan untuk mengadu nasibnya di Jakarta, menyajikan makanan pecel lele di pinggiran jalan Ibu Kota. Menurutnya, dulu Tanjung Pura tidak sama sekali memiliki potensi. Tanjung ini dulu hanya berisikan penduduk asli yang rata-rata berprofesi sebagai nelayan. Alasan inilah yang membuat keluarga ini memutuskan untuk mengadu nasibnya di Jakarta. Cipinang menjadi destinasi untuk membuka potensi keluarga ini di dunia makanan. Di tempat ini pula keluarga ini menempa ilmu memasaknya dengan membuka warung pecel lele hingga mampu menciptakan makanan seafood terenak yang pernah saya coba ini. Setelah dirasa potensi wisata di tanjung ini merangkak naik, keluarga ini memutuskan untuk kembali ke kampung halaman, dan mengembangkan potensinya di Tanjung Pura ini. Perjalanan di hari pertama bersama Jejak Para Riser, mungkin bisa dibilang awal perjalanan yang paling berkesan di sepanjang hidup saya menjelajahi beragam kuliner Indonesia. Lokasi ini sangatlah tidak populer, tempatnya tidak terlalu tertata dengan baik, hanya pemandangan lalu lalang kapal nelayan, dan transaksi para tengkulak ketika hasil laut telah datang. Terpampang dengan tulisan R.M Talita yang hanya ditulis menggunakan cat kuas seadanya, tempat ini yang paling menarik perhatian kami karena letaknya yang begitu asik karena berada di bibir pantai. Tak memilih terlalu lama, karena yang tersedia hanya sajian Ikan "kue-kuean" dan cumi bakar, menu ini sedikit mengecewakan saya karena sebenarnya saya lebih mengincar udang bakar di sini yang terkenal memiliki ukuran besar dan daging yang manis, Hhhhmmm. Tak apalah yang penting masih bisa menikmati makanan laut langsung dari lokasi penangkapannya. Butuh waktu yang cukup lama untuk sang putra pesisir yang telah kembali dari Ibu Kota untuk menyajikan ikan dan cumi yang dibakar langsung di atas bara yang berbahan dari batok kelapa. Sekitar lebih dari 30 menit makanan ini akhirnya tersaji di lesehan yang kami tempati. Tak ada harapan besar memang ketika mendatangi tempat ini dan mengharapkan rasa dengan kelas bintang lima. Babeh Helmi pun sempat pesimis ketika makanan disajikan dengan tampilan yang juga seadanya. Mmmmhhh, masuk di gigitan pertama ini yang sanggup membuat lidah kami bereempat menari-nari dan tak membiarkan rasa apa pun yang ada di cumi bakar ini tersisa dan tak sempat dirasakan. Bahkan Babeh Helmi pun tak ada rasa ragu langsung memesan lagi dua tusuk cumi bakar yang sebenarnya kita belum tau berapa harga makanan seenak ini. Jangan-jangan setelah selesai makan, harga langsung "diketok" penjualnya dengan harga fantastis, Aaaah bodo amat yang penting bisa ngerasain makanan enak ini. [caption id="" align="aligncenter" width="414" caption="Babeh Helmi menikmati cumi bakar keduanya (Kevinalegion)"]

Babeh Helmi menikmati cumi bakar keduanya (Kevinalegion)
Babeh Helmi menikmati cumi bakar keduanya (Kevinalegion)
[/caption]

Bahkan sampai sekarang pun saya masih ingat bagaimana rasa dari cumi yang dibakar tak terlalu matang, tapi memiliki tekstur daging yang empuk dan mudah digigit, apalagi dipadu dengan sambal dengan rasa pedas yang cukup membakar lidah dan juga menurut Bu Ngesti masih memiliki ciri khas ala sambal pecel lele. Selesai menghabiskan seluruh makanan, dan meminta tagihan, total pesanan hanya sebesar 170 ribu. Mmmmhh, murah banget untuk makanan lengkap dan seenak ini. Sayang perut sudah penuh dengan cemilan dan makanan selama perjalanan menuju lokasi ini.

Sayang rasanya sore terlalu cepat untuk pergi pada hari ini, dan kami memutuskan untuk meninggalkan kenangan makanan yang mungkin hanya akan saya rasakan sekali dalam seumur hidup ini. Aaahh, mari kita lanjutkan perjalanan lagi...

[caption id="" align="aligncenter" width="474" caption="Kompasiana BlogTrip: Jejak Para Riser (Kevinalegion)"]

Kompasiana BlogTrip: Jejak Para Riser (Kevinalegion)
Kompasiana BlogTrip: Jejak Para Riser (Kevinalegion)
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun