Mohon tunggu...
Kevinalegion
Kevinalegion Mohon Tunggu... Wiraswasta - Full Time Family Man

Get along between Family and Food!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

High Heels, Kutukan yang Dipuja oleh Wanita

29 Oktober 2015   18:52 Diperbarui: 29 Oktober 2015   18:54 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="High Heels, Kutukan yang Dipuja oleh Wanita | Foto: elle.com"][/caption]Mendengar wanita mengeluh ketika kaki mulusnya harus lecet karena menggunakan high heels? Weeesss biaaasyaa. Pagi ini pun saya harus membaca kembali keluhan itu ketika sedang pijit-pijit layar henpon, yang mengherankan justru bagaimana bisa mereka merasa tersiksa tapi tetap terus menggunakannya, lebih lagi dengan rasa percaya diri penyiksaan ini tetap dishare di media sosial. Saya membayangkannya mereka dipaksa untuk berjalan di atas paku, walaupun berdarah-darah tapi tetap bangga dengan rasa sakitnya.

Bagi kaum wanita yang satu ini, high heels adalah bentuk puncak dari indikasi kecantikan. Mereka merasa lebih cantik ketika menggunakan high heels, padahal ya itu hanya perasaan yang dibangun secara massal. Menggunakan sneakers dianggap tidak sesuai untuk acara formal, padahal tak ada yang salah jika orang lebih memilih menggunakan sneakers untuk menghadiri acara formal, pandangan massal saja yang lebih memilih high heels sebagai puncak indikatornya. Mungkin sneakers terlalu jauh untuk dibandingkan, coba bandingkan dengan sepatu low heels pun yang secara desain masih tak jauh berbeda pun dianggap tak sesuai untuk acara formal.

Kaum ini bisa saja disebut dengan kaum behaviorisme, faktor lingkungan yang akan mengubah perilaku dan kesukaan khalayak pada sesuatu barang. Khalayak ini bagaikan kepala kosong yang siap untuk menampung seluruh pesan komunikasi yang masuk ke dalam pikirannya. Anda jangan heran ketika orang Indonesia dan beberapa negara Asia suka buah durian, tapi beberapa negara eropa justru menganggap makanan ini seperti sampah, faktor lingkungan lah yang berperan mengisi komunikasi yang disampaikan ke dalam kepala orang Indonesia. Maka menjadi sangat aneh, ketika di suatu episode game show Fear Factor ada salah satu tantangan bagi peserta untuk memakan buah durian, bagi orang eropa ini pasti menjijikan. Bagi orang Indonesia, tantangan yang sangat mudah dan sangat menggiurkan.

High heels adalah bentuk komunikasi yang berhasil disampaikan secara global kepada seluruh wanita di dunia, inilah puncak dari indikator kecantikan. Pada abad ke-10 di zaman dinasti Tang ada kebiasaan serupa dengan bentuk high heels namun dengan bentuk dan hasil yang jauh lebih mengerikan, dan pernah menjadi tren di China. Agar dicap sebagai wanita yang memiliki standar kecantikan mereka lebih memilih untuk melipat telapak kakinya agar terlihat lebih mungil, seorang selir dari pangeran Yao Niang yang menjadi komunikator utama agar seluruh wanita di china memiliki standar kecantikan kaki mungil layaknya bunga lotus. Kaki diikat, semakin kecil bentuk kaki akan dipandang semakin cantik pula.

Tak perlu repot-repot bertanya pada ahli kesehatan tentang kaki lotus ini, jawabannya sudah tidak akan menimbulkan perdebatan. Bagaimana bisa kaki yang sudah diciptakan dengan baik dan sudah disesuaikan dengan fungsinya dianggap kurang cantik hanya karena masalah trend. High heels? sila tanya ahli kesehatan apa dampak buruknya, dengan bentuk yang tidak sesuai dengan kaki manusia, akan terlihat jelas apa dampak buruknya. Fungsi utama high heels? satu-satunya fungsi utamanya adalah agar wanita pendek terlihat lebih tinggi, tapi kenapa yang sudah tinggi tetap memakainya, sisanya agar dipandang lebih "cantik". Kalo dari lahirnya enggak cantik wes sama baek, kata D'masiv sukuri ape yang ade aje...

Buat kaum metropolitan yang hidup mencari nafkah di kawasan Jabodetabek pasti paham, bagaimana wanita pegawai kantoran harus dipaksa menggunakan high heels sebagai pendukung seragam utama. Mau menolak? Katanya enggak bisa, dilarang boss besar. Padahal ya itu, rela tersiksa hanya karena tuntutan pekerjaan, yang paling-paling gajinya buat bayar cicilan, buat bayar kartu kredit atau mungkin alat make up yang serba mahal. Kenapa juga harus pake make up? ya tuntutan pekerjaan. Mbalik maning, mbalik maning, lingkaran yang membingungkan...

Bagi ladies-ladies yang masih terjebak dalam lingkaran membingungkan, mulai sekarang segera buka website penyedia lowongan dan karir, update aplikasi, dan cari tempat kerja yang lebih khas dengan penduduk planet bumi. Selamat berjuang...

HIDUP SNEAKERS!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun