Bagaimana perasaan Anda ketika mengetahui bahwa banyak berita yang viral justru tidak memberikan nilai tambah atau pengetahuan baru bagi pembaca? Demikian pertanyaan yang sekaligus menentukan arah membaca dengan baik. Kita tahu, bahwa perkembangan zaman yang begitu pesat, membuat informasi yang tersebar di media online, tidak dapat dibendung lagi dan bisa mengakibatkan penurunan kualitas karya jurnalistik itu sendiri. Penurunan kualitas karya jurnalistik disebabkan oleh beberapa hal, seperti penyebaran berita hoax, berita sensasionalisme (Sensasi), hingga berita penyebaran kebencian. Sehingga dapat menurunkan esensi dari fungsi media itu sendiri. Media seringkali mengedepankan judul-judul sensasional untuk menarik perhatian pembaca, meskipun isi berita tersebut tidak memberikan informasi yang bermanfaat. Misalnya, berita tentang kehidupan pribadi selebriti yang lebih fokus pada gossip daripada fakta yang relevan. Ini membuat masyarakat meragukan fungsi media sebagai penyampai informasi yang bermanfaat.
Media memiliki berbagai fungsi penting dalam masyarakat. Salah satunya adalah sebagai sumber informasi. Media seharusnya bertugas untuk menyampaikan berita yang akurat dan relevan kepada publik. Namun, dalam praktiknya, banyak media yang lebih memilih untuk menyajikan konten sensasional yang menarik perhatian daripada berita yang mendidik. Selain itu, media juga berfungsi sebagai alat pendidikan, menyediakan konten edukatif yang dapat diakses oleh masyarakat. Namun, ketika berita yang disajikan tidak berkualitas, fungsi pendidikan ini menjadi terabaikan.
Fungsi hiburan dari media juga sangat signifikan. Media menyediakan berbagai bentuk hiburan seperti film, musik, dan acara televisi yang membantu masyarakat menghilangkan stres dan menikmati waktu luang mereka. Namun, ketika hiburan menjadi prioritas utama tanpa memperhatikan kualitas informasi, maka masyarakat akan terjebak dalam konsumsi berita yang tidak bermanfaat.
Salah satu contoh nyata dari pemberitaan yang tidak bermutu adalah berita mengenai Loly, anak dari artis ternama Indonesia. Pemberitaan tentang Loly sering kali lebih fokus pada aspek sensasional daripada memberikan informasi yang bernilai signifikan. Misalnya dalam beberapa laporan, Ibu dari Loly, Nikita Mirzani memberitahukan kepada awak media, bahwa Loly pernah hamil dan melakukan aborsi. Namun, Loly sendiri membantah klaim tersebut. Tentu hal ini menciptakan kebingungan di kalangan publik. Pemberitaan ini justru lebih cenderung menyoroti drama keluarga dan konflik antara ibu dan anak yang seharusnya menjadi privasi keluarga dan bisa diselesaikan secara tertutup, daripada membeberkan suatu permasalahan atau konflik melalui media sosial.
Mengapa banyak akun media sosial mengangkat topik-topik berita yang berhubungan dengan sensasional? Salah satu alasannya adalah untuk meningkatkan konsumsi publik dan menarik perhatian pembaca. Konten sensasional cenderung mendapatkan lebih banyak klik dan interaksi, meskipun informasi tersebut tidak bermanfaat. Ini menyebabkan siklus di mana media merasa terdorong untuk terus memproduksi konten semacam itu demi keuntungan finansial, dengan tujuan semakin sensasional sebuah berita, semakin besar kemungkinan berita tersebut akan viral dan dibagikan oleh banyak orang. Hal ini tentu saja menguntungkan bagi pemilik akun media sosial, karena dapat meningkatkan pendapatan dari iklan.
Namun, di balik popularitasnya, pemberitaan sensasional seperti ini memiliki sejumlah dampak negatif. Pertama, pemberitaan sensasional dapat mengalihkan perhatian publik dari isu-isu yang lebih penting. Berita sensasional dirancang untuk membangkitkan emosi dan rasa penasaran kita. Hal ini membuat kita lebih tertarik untuk mengkonsumsinya, daripada berita-berita yang mungkin lebih kompleks dan membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam. seperti masalah sosial, politik, atau ekonomi.
Kedua, pemberitaan sensasional dapat merusak reputasi seseorang, salah satu cara langsung di mana pemberitaan sensasional merusak reputasi adalah melalui penyebaran informasi palsu atau hoaks. Ketika berita yang tidak benar menyebar, reputasi individu dapat ternoda dalam waktu singkat. Misalnya, jika seseorang dituduh melakukan tindakan tidak pantas melalui berita sensasional, meskipun tuduhan tersebut tidak berdasar, dampak negatifnya bisa sangat besar. Orang-orang mungkin mulai menjauhi individu tersebut tanpa memeriksa kebenaran informasi yang beredar..
Ketiga, pemberitaan sensasional dapat memicu perdebatan yang tidak sehat di ruang publik. Media memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik, dan ketika pemberitaan bersifat sensasional, hal ini sering kali menggiring masyarakat pada pemahaman yang salah. Judul-judul berita yang bombastis dan provokatif dapat menarik perhatian tetapi juga menimbulkan stigma dan prasangka terhadap individu atau kelompok tertentu. Misalnya, penggunaan kata-kata negatif dalam judul berita dapat memperkuat karakteristik berita dan memicu reaksi emosional yang tidak sehat di kalangan pembaca.
Fenomena ini sejalan dengan teori imitasi atau social learning theory. Teori ini menyatakan bahwa manusia cenderung meniru perilaku orang lain, terutama orang-orang yang mereka idolakan. Secara tidak langsung, ketika masyarakat sering terpapar pada berita sensasional, mereka cenderung mengimitasi perilaku tersebut. Hal ini tentu saja dapat berdampak negatif
Dalam konteks ini, penting bagi pengelola akun media dan redaksi berita memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan informasi kepada publik. Mereka perlu menerapkan etika jurnalistik dan memastikan bahwa konten yang disajikan tidak hanya menarik tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat. Dengan meningkatkan kualitas konten dan mengedukasi pembaca tentang pentingnya memilih informasi dengan bijak, kita dapat bersama-sama menciptakan lingkungan media yang lebih sehat dan informatif.
Masyarakat cerdas adalah kunci untuk memilih berita yang berkualitas dan mendukung keberadaan media sebagai sumber informasi yang kredibel. Dalam dunia di mana informasi mudah didapatkan,namun sulit dipastikan kebenarannya. Keterampilan literasi media menjadi sangat penting bagi setiap individu. Dengan demikian, kita semua dapat memiliki peran dalam menciptakan ekosistem informasi yang positif dan mendidik bagi generasi mendatang.