Mohon tunggu...
Ruth Junita Simanjuntak
Ruth Junita Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya pengajar di SD Regina Caeli. Ibu dua anak yang selalu ingin belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cahaya di Tengah Kegelapan

16 November 2024   08:14 Diperbarui: 16 November 2024   08:16 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada security di depan rumahnya, serta ada perawat atau baby sitter berdasarkan seragam yang dia kenakan. Aku beranikan diri untuk bertanya kepada security tentang Boby. "Selamat siang, Pak". Saya gurunya Boby, bolehkah saya bertanya tentang Boby, Pak?" tanyaku. "Selamat siang, Pak." Ada apa, Pak? Apakah Boby tinggal di sini? Benar, Pak, jawab security tersebut. Apakah Boby sering berbuat ulah di rumah, Pak? Tanyaku. Security pun menjawab, mungkin Bapak bisa tanya pengasuh Boby saja ya, Pak. Sebentar saya panggilkan. Bu Atmi, panggil security. Ada gurunya Mas Boby pekiknya. Bu Atmi pun menghampiriku seraya memandangi ku dan anak-anak. "Gurunya Mas Boby, ya Pak?" tanya Bu Atmi. "Betul, Bu" jawabku.

Bu saya mau menanyakan tentang keseharian Boby. Apakah Boby sering berbuat ulah di rumah, Bu. Bu Atmi pun menjelaskan tentang Boby secara rinci kepadaku. Bu Atmi menjelaskan bahwa Boby adalah anak yang baik, kedua orang tuanya adalah pengusaha sukses. Karena Boby merupakan anak semata wayang di keluarga ini, orang tua Boby menuntut Boby dengan banyak hal. Boby memiliki 5 les yang semuanya tidak dia sukai. Oh, jadi Boby di bawah tekanan ya, Bu? Bisa dikatakan seperti itu, Pak. Karena Boby dituntut untuk bagus dalam segalam bidang, maka Boby berubah menjadi anak yang pemurung.

Aku pun sekarang paham mengapa Boby menjadi anak yang keras dan suka berbuat ulah. Esok harinya, aku memberanikan diri untuk memanggil orang tua Boby untuk berdiskusi mengenai Boby. Aku senang kedua orang tua Boby mau menghadiri undanganku. Dengan rinci dan jelas aku menceritakan apa saja yang telah dilakukan Boby di kelas. Kedua orang tua Boby sangat kaget dan tidak menyangka bahwa Boby dapat melakukan hal-hal yang tidak baik. Kami pun sepakat untuk mengajak Boby berdiskusi dengan kedua orang tuanya. "Selamat pagi, Pak. Bapak memanggil saya?" tanya Boby. "Selamat pagi Boby" jawabku. Boby tersentak kaget melihat kedua orang tuanya di ruangan itu. "Loh, kok ada papa dan mama? Kalian tidak kerja? Tanya Boby. Tidak Boby jawab mama dengan suara lirih.

Hari ini kami sudah tahu dari Pak Pardi tentang apa yang sering kamu lakukan di sekolah. Memangnya apa yang sudah saya lakukan, Ma? Tangis Boby. Saya tidak melakukan apa pun. Kamu sering berbuat ulah, Boby dan sering berlaku tidak sopan. Urai Papa Boby. Lantas, apa peduli mama dan papa tentang ini? Kalian sibuk mengumpulkan harta, namun tidak pernah merasakan kesepian yang aku alami. Aku ini anak mama atau anak Bu Atmi? Teriak Boby. Kedua orang tua Boby kaget mendengar anaknya bisa mengatakan itu kepada mereka. Kebetulan Pak Suta, Kepala Sekolah berdiri sejak tadi mendengarkan pembicaraan kami. Pak Suta meminta Boby mengeluarkan apa yang dia rasakan kepada orang tuanya. Kata Boby "Saya hanya mau papa dan mama bangga kepadaku. Saya sudah berusaha untuk mendapatkan nilai bagus di pelajaran Matematika. Saya sudah belajar sampai pukul 23.00 WIB namun saya hanya bisa mendapat nilai 70. Dengan nilai itu, apa yang aku dapat? Mama memarahi aku dengan berkata "Apa saja yang kamu lakukan kok bisa mendapat nilai hanya 70?". Belum lagi dengan banyaknya les yang kalian berikan kepadaku.

Aku suka bermain bola, Ma bukan les piano atau Matematika seperti yang kalian berikan. Oleh sebab itu, aku mau melawan kalian dengan caraku sendiri. Mendengar hal itu, sontak orang tua Boby, aku, dan Pak Suta kaget. Kami baru menyadari bahwa Boby sangat terluka diperlakukan seperti itu oleh orang tuanya. Dengan nada gemetar kedua orang tua Boby meminta maaf kepada Boby sambil memeluknya erat-erat. Mama pun membisikkan permintaan maaf kepada anak semata wayangnya itu. "Maafkan Papa dan Mama, Boby". Kami ingin yang terbaik untukmu, namun kami baru menyadari cara kami salah untuk membuatmu menjadi anak yang berhasil kelak.

Mama dan Papa melakukan hal ini supaya kamu menjadi anak yang berhasil kelak. Namun, ternyata ini malah membuat kamu tersiksa. Terima kasih ya Pak Par sudah memperhatikan Boby sehingga kami sekarang tahu apa yang Boby rasakan.

Dari kejadian Boby, aku sangat bersyukur dengan profesiku sebagai guru aku dapat menjadi cahaya di tengah gelapnya hati seorang anak. Keteguhan hati seorang guru dapat membawa perubahan kecil yang berarti dalam kehidupan murid-muridnya. Setiap tantangan dapat menjadi pembelaja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun