Filsafat adalah ibu dari ilmu pengetahuan. Filsafat berasal dari kata Philo yang artinya cinta dan Sophia yang artinya kebijaksanaan, maka digabungkan menjadi Philosophia yang berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Filsafat memiliki berbagai aliran yaitu filsafat realisme, idealisme, progresivisme, materialisme, rekonstruksionisme, esensialisme, perenialisme, eksistensialisme, empirisme. Filsafat-filsafat ini memiliki tokoh masing-masing yang alirannya sudah menyebar ke seluruh dunia. Sekarang kita akan membahas tentang filsafat realisme dan penerapannya dalam pembelajaran sejarah.
Filsafat realisme merupakan aliran filsafat yang menekankan/menganggap dunia ini bahwa semua obyek yang diamati manusia bersifat realistis walaupun tidak diamati oleh manusia obyek tersebut tetaplah realistis. Tokoh-tokoh terkenal Filsafat ini adalah Aristoteles, John Locke, Thomas Aquinas, Bertrand Russell, Alferd North Whitehead, George Edward Moore. Implementasi filsafat realisme dalam pendidikan sejarah di Indonesia bisa melalui berbagai hal. Pendidikan di Indonesia selalu berkembang menyesuaikan zamannya, namun pendidikan di Indonesia mengalami distraksi dari kepentingan penguasa. Contoh nyata dari penyimpangan ini terdapat dalam pembelajaran sejarah pada peristiwa akhir Orde Lama yaitu peristiwa Gerakan 30 September yang dicarikan kambing hitam oleh pemerintahan Orde Baru. Jika kita bertanya tentang pemerintahan Orde Lama pada anak-anak Orde Baru mereka akan mengatakan bahwa rezim Orde Lama adalah orang-orang biadab yang rela membunuh teman sendiri demi kekuasaan yang absolut. Mereka berani mengatakan itu karena pemerintahan Orde Baru memang menggunakan pondasi mayat-mayat korban Gerakan 30 September dan PKI untuk membangun dinasti agar kokoh dan tak tergoyahkan. Salah satu cara ampuh yang diterapkan rezim Orde Baru adalah dengan mengubah fakta sejarah menjadi fakta subjektif yang menguntungkan terhadap rezim. Jika kita melihat melalui peristiwa sejarah ini maka rasanya tidak mungkin menerapkan filsafat realisme di kurikulum pendidikan Indonesia yang sudah selalu mengikuti rezim penguasa.
Meskipun demikian, seperti kutipan pepatah "tidak ada yang abadi kecuali perubahan" membuat saya berpikir suatu hal yang tidak mungkin dimasa lalu harusnya bisa terjadi di zaman modern ini. Perubahan memang mulai terasa setelah kejatuhan rezim Orde Baru dan Indonesia memasuki tahap Reformasi. Dimasa ini dimulai lah berbagai perbaikan khususnya perbaikan dalam pelurus fakta sejarah. Tulisan-tulisan yang dianggap terlalu subyektif terhadap rezim Orde Baru mulai diperbaiki untuk memperoleh anak-anak muda yang lebih baik dan tidak alergi terhadap pemerintah Orde Lama. Dimasa kontemporer memang tulisan sejarah di Indonesia sangatlah berpihak pada penguasa, namun hal ini sangat berbeda dengan sumber sejarah kerajaan-kerajaan di masa lampau yang bisa kita kaji secara langsung, karena tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan penguasa.
Indonesia memiliki berbagai sumber sejarah yang bisa dikaji secara langsung, seperti dengan menggunakan prasasti-prasasti peninggalan zaman kerajaan, candi-candi, artefak, dan barang-barang bersejarah lainnya. Penerapan filsafat realisme sangatlah mudah untuk dilakukan di Indonesia, pasalnya Indonesia memiliki kekayaan sejarah yang sangat tinggi, mulai dari pra-aksara sampai Orde Baru yang jika ditulis mungkin tidak akan habis-habis. Contoh penerapan yang bisa dilakukan di perguruan tinggi misalnya, kita bisa langsung berkunjung ke situs bersejarah, seperti tempa ditemukannya Sarkofagus, Menhir, dan bukti-bukti sejarah lainnya. Jika diamati kembali, filsafat realisme memang menjadi alternatif untuk digunakan di Indonesia, karena dengan peserta didik melihat objek realnya secara langsung mereka akan memahami apa yang harus mereka tulis dan akan memberikan gambaran umum tentang objek yang sedang diamati. Tentu hal ini sangat berbeda dengan pandangan filsafat idealisme yang memandang semua objek itu berasal dari pikiran, jika kita menerapkan filsafat ini di pendidikan Indonesia maka rasanya akan rugi memiliki sumber-sumber sejarah primer yang masih ada hingga saat ini. Menggunakan pendekatan filsafat realisme di sekolah-sekolah Indonesia bisa dilakukan dengan mengunjungi situs terdekat, tidak perlu kita pergi ke Kalimantan Timur untuk melihat langsung situsnya disana. Dengan melakukan hal ini setidaknya penerapan filsafat realisme bisa dilaksanakan tanpa perlu menghabiskan biaya yang banyak. Walaupun tidak dijelaskan secara langsung dalam kurikulum merdeka, tetapi sebenarnya kurikulum merdeka sudah mengimplementasikan penerapan filsafat realisme, apalagi kurikulum merdeka memang memiliki tujuan untuk mempraktikkan secara langsung apa yang mereka pelajari. Salah satu contoh nyata yang benar-benar menggunakan pendekatan filsafat realisme adalah tugas projek. Tugas projek merupakan tugas yang diberikan oleh guru agar siswa mampu memahami apa yang sebenarnya mereka sukai dan yang mampu mengembangkan hobi mereka. Ini menjadi angin segar bagi pendidikan sejarah di Indonesia, karena guru mendapatkan dukungan dari pemerintah agar bisa secara langsung mengajak siswanya untuk belajar sambil healing ke situs-situs bersejarah dan membuat mereka lebih paham materi daripada dijelaskan tanpa mereka bisa melihat gambaran umum objek yang dipelajari.
Namun seperti yang saya ungkapkan diatas sumber-sumber ini hanya bisa didapatkan dari masa pra-aksara sampai kemerdekaan, setelah zaman itu sumber-sumber sejarah sudah mulai tercemar dan mengikuti keinginan pemerintah. Contoh nyata dari pembengkokan sejarah ini adalah dengan dibuatnya kurikulum baru pada masa Orde Baru yang isinya selalu mengecam tentang Partai Komunis Indonesia yang menjadi kambing hitam dalam peristiwa bersejarah tragedi Gerakan 30 September atau disingkat dengan Gestapu. Peristiwa ini memang menjadi awal kejatuhan rezim Orde Lama dan menjadi panggung baru untuk kemunculan Orde Baru. Setelah memasuki Orde Baru Partai Komunis Indonesia benar-benar menghilang dari tanah air tak ada proses hukum yang dilalui untuk menjadikan seseorang terafiliasi Partai Komunis mereka yang diklaim sebagai seorang Komunis akan langsung dihabisi dengan keji baik oleh Angkatan bersenjata ataupun teman-teman sekampung nya sendiri. Salah satu hal yang dianggap fakta sejarah namun tidak pernah ditemukan keberadaannya adalah tentang surat Supersemar, sampai saat ini surat Supersemar masih diragukan kebenarannya.
Setelah melihat fakta-fakta yang ada diatas maka kita bisa ambil kesimpulan bahwa implementasi filsafat realisme sangatlah cocok untuk diterapkan di pendidikan sejarah Indonesia namun tidak semuanya bisa menggunakan pendekatan filsafat realisme karena ada beberapa sumber yang sudah dibengkokkan demi kepentingan rezim atau menghilang ditelan bumi.
Untuk membantu mengembangkan implementasi filsafat realisme adalah dengan menerapkan filsafat rekonstruksivisme. Implementasi filsafat rekonstruksivisme bisa dilakukan dengan cara membangun atau memperbaiki peristiwa-peristiwa sejarah yang sudah dibengkokkan, dengan memperbaiki fakta-fakta sejarahnya maka hal ini akan mempermudah implementasi filsafat realisme yang sangat membutuhkan sumber secara nyata dan terbukti kebenarannya. Dengan menggabungkan implementasi filsafat realisme dan rekonstruksivisme maka pendidikan sejarah di Indonesia niscaya akan menjadi lebih baik karena implementasi filsafat rekonstruksivisme yang akan membantu membangun sekaligus memperbaiki, contohnya siswa langsung mengamati tulisan sejarah dan mulai menganalisis apakah benar hal tersebut bisa terjadi dan mulai mempertimbangkan seberapa besar pengaruh subjektivitas penulis. Sementara itu, implementasi filsafat realisme akan langsung ke sumber sejarahnya dan mulai mendeskripsikan sumber tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H