Mohon tunggu...
KKN 111 KEBOIRENG
KKN 111 KEBOIRENG Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA (PERIODE 11 JULI-25 AGUSTUS 2023)

Pemberdayaan adalah soal nurani, bukan kalkulasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dukh Craft, dari Keisengan Jadi Ladang Penghasilan

30 Juni 2021   17:16 Diperbarui: 30 Juni 2021   17:39 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Novi Susanti Membawa Buket Bunga Buatannya / dokpri

Namun, kondisi corona seperti ini benar-benar merubah keadaan dan membuat teteh harus memutar otak agar usaha miliknya tetap bisa berjalan.

Hampir semua sekolah baik negeri ataupun swasta tidak mengadakan perpisahan. Akhirnya untuk memasarkan buket dan selempang hasil usahanya, teteh mencari target pasaran di pondok-pondok, karena mereka tetap melaksanakan perpisahan walaupun tidak semewah sebelum pandemi. Selain itu, pondok biasanya tidak hanya melakukan perpisahan, tetapi sekaligus acara khataman yang melibatnya tidak hanya satu angkatan. Dari situlah teteh membidik massa channelnya adalah pondok-pondok.

Selain itu, langkah yang diambil teteh untuk tetap bertahan dimasa pandemi adalah melakukan upgrading dari sisi strategi dan produksi. Teteh selalu berupaya mengeluarkan produk dan model terbaru agar customer tidak bosan dan selalu tertarik. Teteh juga selalu berusaha membedakan pesananan yang satu dengan yang lain, agar customer merasa bahwa produk miliknya sangat limited edition.

Meskipun segala daya dan upaya telah dilakukan, namun tetap saja perbedaan kondisi jualan sebelum pandemi dan sesudah pendemi sangatlah jauh.

Dari sisi strategi promosi, sebelum pandemi teteh menggunakan metode terjun langsung ke lapangan dan sekolah-sekolah untuk menawarkan produk dengan membawa proposal dan contoh produknya langsung. Namun saat pandemi seperti ini, teteh lebih memfokuskan promosi menggunakan sosial media dan mengandalkan hubungan baik dengan customer yang sudah ada sebelumnya.

Selain dari sisi strategi promosi, sisi pendapatanpun sangat jauh berbeda. Sebelum adanya pandemi, customer mencari produk yang wah dan mewah dengan harga kisaran Rp 100.000 ke atas, namun dimasa pandemi ini customer memilih untuk mencari produk yang minimalis dengan harga dikisaran Rp 60.000 sampai Rp 70.000.

Menurut teteh, dimasa pandemi seperti ini kita harus pintar-pintar atur keuangan, dan jangan mengambil untung yang terlalu besar. "Kita harus menerapkan sistem Cina yaitu untung sedikit tetapi customer nya banyak, biar usaha kita bisa tetap jalan disemua keadaan." Ujar teh Novi.

Sebelum mengakhiri percakapan kami, teh Novi berpesan kepada anak muda. Kira-kira begini ucapnya:

"Habiskan jatah gagalmu di masa muda, supaya ketika tua yang kita rasakan adalah enaknya saja. Dan mulailah gunakan sosial mediamu untuk usaha, bukan untuk mencari perbincangan yang tidak ada hasilnya." -Novi Susanti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun