Mohon tunggu...
keket
keket Mohon Tunggu... Freelancer - full time writer

ordinary woman

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Maaf.. Bertambahlah Satu Alasan Saya Tidak Simpatik Kepadamu, Dokter.

28 Oktober 2011   05:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:24 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan saya kali ini akan bercerita tentang pengalaman saya dengan profesi Dokter yang juga menambah ketidaksimpatikan saya terhadap profesi yang sebenarnya sangat mulia ini.

Berawal dari timbulnya beberapa benjolan di leher saya yang semakin hari semakin meradang (membesar dan memerah). Pada awalnya benjolan ini dideteksi sebagai akibat dari adanya radang di paru-paru, dan untuk lebih meyakinkan tentang apa sebenarnya benjolan tersebut..saya disarankan untuk melakukan USG Leher. Sebelumnya saya sudah pernah melakukan USG Leher pada awal tahun 2011 diuntuk mengetahui ukuran dan tingkat kepadatan benjolan-benjolan tersebut dan setalah meminum Kunyit Putih secara rutin selama kurang lebih 1,5 bulan terakhir, benjolan tersebut sudah sempat mengecil. Namun, ternyata benjolan-benjolan itu kembali meradang dan akhirnya saya kembali disarankan oleh teman saya untuk kembali melakukan USG di leher dan cek HsCRP di tempat yang sama ketika saya USG pertama kalinya agar dapat dibandingkan hasilnya.

Pada hari Kamis, 271011 saya mendatangi sebuah Klinik Pusat Diagnostik di bilangan Warung Buncit untuk melakukan USG tersebut. Ketika saya tiba di lokasi sekitar pukul 09.30, saya diberitahu bahwa dokter yang menangani USG sedang ada operasi terlebih dahulu dan baru tiba di Klinik sekitar jam 12 atau jam 1 siang. Padahal sebelumnya saya disarankan untuk datang pagi karena Dokternya akan datang pagi. Mengingat waktu menunggu yang masih cukup lama, maka saya memutuskan untuk pergi ke laboratorium lain untuk melakukan cek HsCRP dalam darah untuk mengetahui tingkat infeksi di dalam tubuh saya. Setelah proses pengambilan sampel darah selesai, saya kembali ke Klinik tersebut dan tiba sekitar pukul 12.15 dan langsung disambut oleh suster yang langsung mengantar saya ke ruang USG. Di dalam, saya dipersilahkan untuk tidur dan menunggu Dokter datang.

Tidak lama kemudian, sang Dokter pun datang..tanpa ada sapaan atau kalimat pembuka, sang Dokter langsung menuangkan gel ke leher saya dari jarak 15cm dari atas leher saya. Saya pun berfikir “Apakah Dokter ini sudah sangat ahli dan paham apa yang harus mereka lakukan sehingga tidak perlu lagi bertanya kepada pasiennya?”. Setelah itu, karena benjolan-benjolan itu memang sedang meradang sehingga akan terasa sakit meskipun hanya tersentuh sedikit saja, saya pun menyampaikan kepada dokter “Dok, ini sedang sakit”, lalu sang Dokter pun menjawab “Kata siapa?”. Saya semakin merasa aneh, lha wong saya yang merasakan sakit, kenapa Dokter ini jadi balik bertanya. Saya ingat, saya mengatakan “ini sedang sakit” hingga 2x karena sang Dokter tampaknya tidak bereaksi terhadap ucapan saya. Ucapan saya terdengar atau tidak..hanya Tuhan dan sang Dokter yang tahu..

Karena benjolan di leher saya tidak hanya 1 melainkan 3, maka saya pun meminta Dokter itu untuk turut memeriksa benjolan di bagian belakang leher saya. Namun, kembali tanpa berkata apapun sang Dokter mengarahkan alatnya ke bagian belakang leher saya. Setelah selesai, dengan tergesa sang Dokter pun belalu ke luar ruangan.

Sebagai pasien yang sedang menjalani pengobatan untuk kesembuhannya, saya berfikir.. Bukankah ada baiknya sang Dokter bertanya apakah alatnya sudah mengenai benjolan yang saya maksud? Apakah seluruh benjolan di leher saya sudah terperiksa semua? Apakah ada bagian lain yang ingin di periksa? Apakah Dokter tersebut sama sekali tidak ingin mengetahui apakah pasien yang sedang ia tangani merasa nyaman selama pemeriksaan dan merasa dirinya telah diperiksa dengan baik atau tidak..

Terus terang, hal ini membuat saya sedih dan memang saya menangis ketika selesai proses pemeriksaan.. Perasaan kesal dan sakit dari benjolan menjadi satu.

Saya datang dan membayar biaya USG di klinik tersebut karena saya tahu klinik tersebut memang bagus dan berkualitas baik. Saya pun tidak memiliki pengalaman tidak baik selama memriksakan diri disana karena mereka memperlakukan saya dengan baik. Namun, akan semakin baik lagi apabila klinik tersebut didukung oleh Dokter yang setidaknya mampu berempati kepada pasiennya.. Menegur, menyapa atau sekedar menanyakan perihal penyakit pasien tentu saja sangat perlu dilakukan para Dokter agar pasien dan Dokter sama-sama mencapai ‘goal’nya yaitu kesembuhan pasien.

Sekian ceritanya..semoga saya dapat segera sembuh sehingga tidak perlu datang ke Dokter lagi..

Amiennn...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun