Sebelum membahas lebih lanjut, pernahkah kalian mendengar apa itu revolusi biru? Dan apakah kalian tahu apa itu revolusi biru? Revolusi biru seringkali kita dengar dalam konteks perikanan. Namun pada artikel kali ini, kita akan membahas revolusi biru dalam konteks pertanian. 'Revolusi biru' merujuk pada transformasi besar dalam sektor pertanian yang didorong oleh inovasi dalam penggunaan air. Dan istilah ini menggarisbawahi tentang pentingnya air sebagai sumber utama dalam pertanian dan bagaimana teknologi yang berkaitan dengan air dapat meningkatkan efektivitas, produktivitas, efisiensi, minimalisir resiko kegagalan, peningkatan mutu produk dan nilai jual, keberlanjutan lingkungan, dan peningkatan pendapatan petani. Sektor pertanian di Indonesia, yang merupakan salah satu tulang punggung perekonomian terbesar dan penyedia pangan bagi jutaan penduduk, saat ini tengah menghadapi tantangan yang semakin kompleks seperti perubahan iklim yang pada beberapa daerah menyebabkan keterbatasan sumber daya air, dan pola curah hujan yang tidak menentu. Krisis air dalam sektor pertanian di Indonesia telah menjadi perhatian utama, dan berbagai data dan laporan dari lembaga pemerintah serta organisasi internasional memberikan gambaran yang jelas tentang situasi tersebut. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP), Pada 2021 BNPB melaporkan bahwa kekeringan di Indonesia menyebabkan lebih dari 1 juta hektar lahan pertanian terdampak, yang mengakibatkan penurunan produksi pangan dan gangguan pada ketahanan pangan.Â
Selain itu Studi oleh International Water Management Institute (IWMI), mencatat bahwa di Indonesia, sekitar 30% dari lahan pertanian menghadapi masalah kekurangan air, terutama di wilayah dengan irigasi yang tidak memadai. Data tersebut menunjukkan bahwa krisis air dalam sektor pertanian di Indonesia merupakan masalah serius yang mempengaruhi produktivitas dan ketahanan pangan. Oleh sebab itu, banyak dimunculkan inovasi teknologi dalam sector pertanian. Teknologi air memiliki peran yang sangat penting dalam modernisasi pertanian. Teknologi air dalam sektor pertanian merupakan suatu teknologi yang merujuk pada berbagai inovasi dan metode yang menggunakan air secara efisien dan efektif dalam proses budidaya tanaman. Teknologi ini mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dengan memanfaatkan teknologi air, petani dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan keberlanjutan usaha tani mereka. Tujuan utama dari teknologi air ini adalah untuk meningkatkan prodiktivitas pertanian, menghemat penggunaan air, dan menjaga kelestarian lingkungan. Terdapat banyak inovasi teknologi air dalam sector pertanian. teknologi tersebut dinilai sangat membeantu petani dalam mengefisiensi penggunaan air serta untuk meningkatkan produktivitas.Â
Pertama, Irigasi tetes (Drip Irrigation) yang merupakan salah satu bentuk teknologi mutakhir dalam bidang irigasi dan sudah berkembang di hampir seluruh dunia, salah satunya Indonesia. Salah satu bentuk inovasi pertanian yang berkembang saat ini berupa pengelolaan sumberdaya air semacam teknologi pemanfaatan air dengan lebih efisien melalui irigasi tetes. Irigasi tetes merupakan metode pengairan tanaman yang cukup efisien dengan cara meneteskan air secara perlahan dan langsung ke akar tanaman. Air yang dialirkan melalui pipa-pipa kecil kemudian diteteskan melalui emitor (pemancar) pada jarak tertentu. Metode irigasi ini berbeda dengan irigasi konvensional yang membanjiri lahan pertanian. Irigasi tetes begitu popular dikalangan petani terutama di daerah yang kekurangan air, ataupun ketika musim kemarau melanda. Irigasi tetes dianggap lebih efisien daripada irigasi konvensional dikarenakan irigasi tetes lebih mengefisiensi penggunaan air, yang mana air diberikan langsung ke akar tanaman untuk mengurangi penguapan dan perlokasi sehingga lebih banayk air yang diserap tanaman. Selain itu sistem irigasi tetes juga dapat meningkatkan produktivitas pertanian, dengan pasokan air yang lebih tepat dan merata, membuat tanaman dapat tumbuh optimal dan menghasilkan panen yang lebih tinggi.Â
Dalam irigasi tetes ada Encomotion yang merupakan teknologi irigasi tetes berbasis IoT (Internet of Things), yang mana teknologi tersebut dapat menghitung kebutuhan air dan menyiram tanaman dengan cara yang presisi dan otomatis. Sumber air yang diambil untuk irigasi tetes berasal dari sungai, sumur, ataupun waduk. Kemudian air di pompa ke dalam sistem irigasi, lalu air disaring untuk menghilangkan kotoran yang dapat menyumbat pipa dan emitor (pemancar), kemudian air mengalir melalui pipa utama yang kemudan terbagi menjadi pipa-pipa cabang. Sistem irigasi tetes dapat dinilai lebih efisien daripada irigasi konvensional dan juga dapat meningkatkan produktivitas. Berdasarkan data laporan tahunan oleh Kementerian Pertanian, mereka mencatat bahwa penggunaan irigasi tetes pada tanaman hortikultura dapat meningkatkan produktivitas hingga 20%. Sebagai contoh, dalam proyek yang didanai oleh pemerintah di daerah seperti Bali dan Jawa Barat, penerapan irigasi tetes menunjukkan hasil yang lebih baik dengan penghematan air hingga 50% dibandingkan dengan sistem irigasi tradisional. Selain itu berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), mereka menyebutkan bahwa penerapan teknologi irigasi tetes telah memperbaiki hasil pertanian di beberapa wilayah, dengan peningkatan hasil panen sayuran dan buah-buahan sebesar 25% dalam beberapa studi kasus.Â
Kedua, irigasi cerdas merupakan salah satu sistem pengairan yang menggunakan teknologi modern untuk membantu kebutuhan air yang diperlukan petani agar lebih optimal. Sistem ini memiliki cara kerja otomatis yang dapat mendeteksi beberapa faktor sehingga mampu menyesuaikan berapa banyak air yang dibutuhkan oleh tanaman tersebut. Ada beberapa komponen yang terdapat dalam sistem irigasi cerdas yang pertama adalah sensor, komponen ini dapat mendeteksi beberapa faktor seperti kelembapan udara, suhu, dan curah hujan. Sensor kelembapan tanah digunakan untuk melihat apakah tanah masih lembab atau sudah membutuhkan air. Sensor suhu digunakan untuk melihat suhu udara dan tanah agar jadwal penyiraman sesuai dengan kondisi cuaca. Sedangkan sensor curah hujan digunakan untuk mendeteksi jumlah curah hujan yang turun sehingga pengairan yang dilakukan tidak berlebihan. Komponen yang kedua adalah pengontrol, sistem ini mengolah data yang sudah diperoleh sensor. Sistem inilah yang memegang kendali untuk mengatur seberapa banyak waktu serta air yang dibutuhkan untuk mengalirkan air kepada tanaman. Sehingga, air yang mengalir ke masing-masing tanaman itu tidak akan berlebihan dan cukup. Berdasarkan laporan World Bank (2020) tentang adaptasi perubahan iklim dalam pertanian Indonesia mengindikasikan bahwa penerapan irigasi cerdas yang menggunakan teknologi sensor, data cuaca, dan pengendalian otomatis dapat membantu mengelola air dengan lebih baik dan meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan. Di beberapa wilayah, teknologi ini mampu meningkatkan efisiensi penggunaan air hingga 35% dan hasil panen meningkat hingga 30%. Selain itu, merujuk pada laporan dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, menunjukkan bahwa proyek irigasi cerdas yang mengintegrasikan teknologi monitoring real-time dan kontrol otomatis berhasil mengurangi pemborosan air dan meningkatkan hasil pertanian secara signifikan di berbagai daerah diantaranya adalah Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.Â
Ketiga, irigasi Presisi. Irigasi presisi adalah metode irigasi yang menggunakan teknologi canggih untuk mengelola dan mengatur pemberian air secara tepat sesuai kebutuhan tanaman. Sistem ini memanfaatkan sensor kelembaban tanah, teknologi penginderaan jauh, dan perangkat lunak analisis data untuk memantau kondisi tanaman dan tanah secara real-time, sehingga dapat mengatur jumlah dan jadwal penyiraman dengan akurat. Keunggulan irigasi presisi meliputi penghematan air yang signifikan, peningkatan hasil panen, dan pengurangan biaya operasional. Dengan memastikan bahwa setiap tanaman menerima jumlah air yang tepat, teknologi ini membantu mengurangi pemborosan air, meningkatkan produktivitas pertanian, dan mendukung keberlanjutan lingkungan. Berdasarkan Laporan Kementerian Pertanian (2021) menunjukkan bahwa penerapan teknologi irigasi presisi yang melibatkan sensor kelembaban tanah dan kontrol otomatis meningkatkan efisiensi penggunaan air. Teknologi ini memungkinkan penghematan air hingga 30% dan peningkatan hasil panen sebesar 15% di beberapa daerah seperti NTT dan NTB. Tida hanya itu, merujuk pada studi yang telah dilakukan pihak International Water Management Institute (IWMI), IWMI mencatat bahwa irigasi presisi telah diterapkan di beberapa proyek percontohan di Indonesia, dapat dibuktikan bahwa irigasi presisi mengurangi pemborosan air dan meningkatkan hasil pertanian secara keseluruhan. Data menunjukkan bahwa petani yang menggunakan sistem ini mengalami pengurangan konsumsi air sebesar 25% dan peningkatan hasil panen sebesar 20%. Dengan begitu dapat ditarik kesimpulan bahwa irigasi presisi merupakan solusi inovatif untuk tantangan manajemen air di pertanian modern, yang menawarkan manfaat besar dalam hal efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan.Â
Revolusi biru telah membawa angin segar dalam sektor pertanian Indonesia. Penerapan teknologi air modern seperti irigasi tetes, irigasi cerdas, dan irigasi presisi telah meningkatkan efisiensi penggunaan air, produktivitas, serta kualitas hasil panen. Hal ini bukan cuma memberikan manfaat ekonomi bagi petani, tetapi juga berpartisipasi pada ketahanan pangan nasional dan pelestarian lingkungan. Teknologi air telah menjadi kunci dalam transformasi pertanian di Indonesia. Melalui inovasi teknologi air seperti irigasi tetes, irgasi cerdas, dan irigasi presisi, petani dapat mengelola sumber daya air secara lebih efektif. Dengan demikian, produktivitas pertanian meningkat, kualitas hasil panen membaik, dan dampak negatif terhadap lingkungan berkurang. Implementasi teknologi ini menandai sebuah revolusi biru yang membawa Indonesia menuju pertanian yang lebih modern, berkelanjutan, dan mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang terus berkembang. Manfaat ini akan berdampak pada masa depan petani Indonesia yang lebih menjanjikan dan lebih inovatif seiring berjalannya waktu. Dengan begitu, petani akan lebih bijak lagi dalam menghadapi tantangantantangan dalam pertanian.Â
Daftar Pustaka: Sudrajat, A. (2018). Hidrologi untuk Pertanian Tropis. Bogor: IPB Press. Ismail, M. (2020). Pengaruh Irigasi Tetes terhadap Produksi Padi di Jawa Tengah. Agritech, 15(2), 45-52. doi:10.123 Bafdal, N, Ardiansah, I. (2020). Smart Farming Berbasis Internet Of Things dalam Greenhouse. Bandung: UNPAD Press
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H