Mohon tunggu...
Teguh Ketika
Teguh Ketika Mohon Tunggu... -

Selalu berusaha dan berusaha untuk mendapatkan sesuatu dan beryukur atas segala pencapaiannya. ingin belajar, karena itu ikut kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Si Miskin Si Kaya dan Tersangka

22 Januari 2012   17:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:34 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi kaya adalah keinginan semua orang, sebaliknya miskin bukanlah sebuah pilihan dan realita ini menjadi sesuatu yang nyata dinegeri ini.Beragam program digulirkan pemerintah untuk menyelesaikan masalah kemiskinan yang dari tahunke tahun tak kunjung selesai dan mungkin tak akan pernah selesai. Kenapa ya....?

Masih ada 30 jutaan jiwa rakyat dinegara ini dalam kategori miskin, mereka adalah bagian dari negara ini, mereka memiliki hak yang sama dengan si kaya, mereka perlu makan jika lapar,mereka perlu berobat jika sakit, mereka perlu pendidikan untuk anak-anaknya.

Undang-undang dasar dengan tegas dan jelas bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara, tanpa membedakan sikaya dan simiskinmestinya nagara memberikan hak yang sama kepada semua warga negara. Realitanya....?

Seperti dibidang kesehatan, untuk masuk ruang kelas III saja sering kita mendengarpasien miskin ditolak oleh rumah sakitdengan beragam alasan sementara jika yang sakit sikaya/pejabat meskipun tersangka begitu mudah rumah sakit menerimanya,tentunya dikelas VVIP lagi.

Hukum begitu tajam dan tegas jikayang di jerat adalah simiskin,sementara jikasikaya/pejabat yang terjerat begitu sulit dan berbelit hingga pada akhirnya seperti sebuah sandiwara yang dipertontonkan melalui media.

Menjadi miskin bukanlah kemauan bukan pula cita-cita, miskin adalah petaka yang tak diinginkan semua orang, kemiskinan hanya dijadikan obyek dan selalu tertindas meskipun undang-undang dasar negara ini dengan tegas dan jelas memberikan perlindungan.

Potret kemiskinan seperti Orang Pinggiran, Jika Aku Menjadi adalah fenomenanyatabukanlah sebuah skenario dimiskinkan untuk dijadikan sebuah tontonan. Tayangan ini menunjukan bahwa potret kemiskinan itu ada dimana-mana didesa maupun dikota.

Selain sebagai sebuah tontonan yang memberikan tuntunan, tayangan ini mestinya bisa dijadikan referensi untukpara pejabat dananggota dewan disenayan sana agar lebih membuka mata dan telinga.

Masih segar dalam ingatan kita jika para wakil kita disenayan sana selalu membuat ulah yang menyakitkankita semua, karena ternyata mereka tak lagi mewakili rakyatnya yang memilih mereka, mereka telah lupa dengan tugas-tugasnya dan hanya memikirkan dirinya dan kelompoknya.

Banyak sekali permintaan mereka yang harus dipenuhi, sementara kinerjanyajauh dari target dan terus menerus melakukan pemborosan untuk diri mereka sendiri, mulai dari toiletlah, kursi, ruangan dan lain sebagainya.

Sementara para wakil hidup dalam kemewahan para majikan alias rakyat yang memilihnya hidup dalam penuh kekurangan. Jangankan untuk memilih toilet, kursi atau ruangan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar saja yaitu makan diibutuhkan kerja keras yang luar biasa.

Kita tak pernah menuntut hasil kerja para wakilnya, kita hanya minta janganlah mereka disana berfoya-foya, nikmati fasilitas yang telah adadan tepatilah janjinya seperti ketika meminta untuk memilihnya.Sederhana danMudah bukan....?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun