Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari di bangku sekolah dasar. Tidak hanya dipelajari dalam bangku sekolah dasar, PKn  dipelajari di semua lembaga pendidikan formal termasuk sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya bagi peserta didik untuk mempelajari PKn ini. Mata pelajaran PKn sangat berperan penting dalam membentuk karakter dan kepribadian peserta didik agar dapat menjadi warga negara yang memiliki kepribadian baik dan berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. PKn  tidak  hanya  dengan dihafalkan  saja  melainkan  diterapkan dalam  kehidupan  sehari-hari  setiap  peserta  didik  dalam  bentuk perbuatan, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila bukan untuk dihafal melainkan untuk dipraktekan dalam kehidupan nyata (Pratomo, 2023). namun, fakta yang terdapat di lapangan menunjukkan adanya sejumlah permasalahan yang dapat menghambat efektivitas pembelajaran PKn di sekolah dasar ini.
Salah satu permasalahan utama dan acapkali ditemukan dalam pembelajaran PKn di sekolah dasar adalah pendekatan pembelajaran yang kurang bervariatif. Banyak guru masih terpaku pada metode ceramah tradisional yang monoton, di mana peserta didik  hanya mendengarkan tanpa banyak kesempatan untuk berpartisipasi aktif. Minimnya interaksi dalam proses belajar ini membuat peserta didik cenderung pasif dan sulit memahami materi yang disampaikan. Pendekatan semacam ini juga gagal menumbuhkan rasa ingin tahu dan keterlibatan peserta didik dalam memahami nilai-nilai kewarganegaraan yang penting. Masalah ini semakin diperburuk oleh penggunaan buku teks yang terlalu teoretis dan kurang relevan dengan  kehidupan sehari-hari peserta didik. Materi yang disampaikan sering kali terasa kaku dan jauh dari pengalaman nyata peserta didik, sehingga sulit bagi mereka untuk melihat bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan mereka. Kurangnya konteks ini membuat pembelajaran PKn kehilangan daya tariknya dan cenderung dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan.
Faktor lain yang turut mempengaruhi efektivitas pembelajaran PKn adalah kurangnya kompetensi guru dalam mengajarkan mata pelajaran ini. Meskipun sebagian besar guru sudah memiliki kualifikasi yang diperlukan, tidak semua dari mereka memiliki pemahaman yang mendalam tentang materi PKn atau mampu menyampaikan nilai-nilai kewarganegaraan dengan cara yang inspiratif dan memotivasi peserta didik. Dalam banyak kasus, guru mungkin hanya memiliki pengetahuan dasar tentang materi yang diajarkan, namun belum memiliki wawasan yang cukup untuk mengaitkan konsep-konsep PKn dengan konteks kehidupan nyata peserta didik atau untuk menggali potensi pengajaran yang lebih kreatif dan inovatif. Hal ini sering kali terjadi karena terbatasnya pelatihan atau pengembangan profesional yang relevan dengan pembelajaran PKn. Program pelatihan yang ada mungkin tidak cukup mendalam atau tidak dirancang untuk membantu guru mengembangkan keterampilan pedagogis yang diperlukan untuk mengajar PKn secara efektif. Pelatihan yang terlalu fokus pada pengajaran teori dan metode yang konvensional sering kali kurang memberikan guru keterampilan untuk membuat materi PKn lebih menarik dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Selain itu, pembelajaran PKn membutuhkan pendekatan yang dapat menginspirasi peserta didik untuk memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai kewarganegaraan dalam tindakan nyata, yang tidak hanya didasarkan pada pengetahuan akademis semata.
Akibatnya, banyak guru yang mengajar PKn dengan pendekatan yang terbatas dan kurang menarik, yang berdampak pada minat dan pemahaman peserta didik terhadap materi tersebut. Guru yang tidak memiliki kemampuan untuk menyampaikan materi secara menarik dan relevan akan kesulitan untuk membuat peserta didik tertarik dan aktif dalam pembelajaran. Untuk mengatasi masalah ini, sangat penting bagi pemerintah dan lembaga pendidikan untuk menyediakan pelatihan dan pengembangan profesional yang berkelanjutan bagi guru PKn. Pelatihan ini seharusnya tidak hanya mencakup pengetahuan teori, tetapi juga keterampilan pedagogis yang dapat membantu guru mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan secara efektif, kreatif, dan inspiratif.
Selain itu, evaluasi pembelajaran PKn sering kali hanya berfokus pada kemampuan peserta didik  menghafal materi, tanpa memberikan perhatian yang memadai pada pembentukan karakter atau penerapan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kehidupan nyata. Sistem evaluasi ini biasanya berupa tes tertulis yang menuntut peserta didik untuk mengingat definisi, konsep, atau fakta tertentu, tetapi jarang mengukur sejauh mana mereka mampu menginternalisasi dan menerapkan nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, toleransi, dan kerja sama. Pendekatan evaluasi seperti ini memberikan gambaran yang tidak utuh tentang keberhasilan pembelajaran PKn. Peserta didik  mungkin mendapatkan nilai tinggi dalam ujian, tetapi tidak memahami makna mendalam dari nilai-nilai yang dipelajari atau bagaimana mengaplikasikannya dalam konteks kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat pembelajaran PKn kehilangan esensinya sebagai mata pelajaran yang bertujuan membentuk warga negara yang bermoral dan berintegritas. Masalah ini juga menciptakan dampak jangka panjang, di mana peserta didik  cenderung melihat PKn sebagai pelajaran yang hanya memerlukan hafalan sementara, tanpa memandang pentingnya penghayatan nilai-nilai kewarganegaraan. Akibatnya, pembelajaran PKn sering kali menjadi formalitas belaka, tidak memberikan kontribusi nyata pada pengembangan karakter peserta didik.Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pergeseran paradigma dalam evaluasi pembelajaran PKn. Evaluasi seharusnya dirancang lebih holistik dengan memasukkan aspek-aspek seperti pengamatan perilaku siswa di kelas, partisipasi aktif dalam kegiatan kelompok, simulasi atau permainan peran, dan proyek-proyek yang mendorong peserta didik untuk mempraktikkan nilai-nilai kewarganegaraan. Dengan cara ini, pembelajaran PKn dapat menjadi lebih relevan, bermakna, dan efektif dalam membentuk karakter peserta didik.
Sebagai kesimpulan, meskipun Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan kepribadian peserta didik, tantangan dalam implementasi pembelajaran PKn di sekolah dasar masih cukup besar. Pendekatan pembelajaran yang monoton, kurangnya kompetensi guru, serta sistem evaluasi yang tidak holistik menjadi kendala utama yang perlu segera diatasi. Untuk itu, penting bagi pemerintah dan lembaga pendidikan untuk menyediakan pelatihan dan pengembangan profesional yang mendalam bagi para guru, serta merancang sistem evaluasi yang lebih aplikatif dan mencerminkan penghayatan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan perubahan yang tepat dalam pendekatan pembelajaran, kompetensi pengajaran, dan evaluasi yang lebih menyeluruh, diharapkan pembelajaran PKn dapat lebih efektif dalam membentuk warga negara yang bermoral, berintegritas, dan mampu mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan mereka.
Rujukan:
Bahari, R., Nurmalasari, L., & Permana, Y. D. (2024). Analisis Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 1(3), 9-9.
Pratomo, W., Nadziroh, N., Chairiyah, C., & Andini, A. (2023). Peran Guru dalam Menanamkan Nilai Karakter Peduli Lingkungan Pada Pembelajaran PPKn Kelas V Sekolah Dasar. Sistem-Among: Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, 3(1), 15-25.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI