Hai, Financial Addict! Pernah nggak sih, kalian bertekad buat belajar sejam aja sehari? Mungkin pas kalian bikin planningan itu, kalian semangatnya luar biasa, atau mikir: Ah jangankan sejam, berjam-jam-pun bisa akutuh. Hari kedua, hari ketiga lancar-lancar jaya. Di hari keempat, kok mulai bosen yak, scroll-scroll tiktok asyik nih, atau rebahan bentar deh... Akhirnya, jadwalnya rusak dan planingannya gatot alias gagal total.
Hueheee cece kok tahu sih? Ya taulahh, secara personal experience gituloh. (Yeee... malah bangga).Â
Segala sesuatu itu yang penting konsisten ges. Sama aja kayak bandar yang konsisten ngumpulin saham. Hari ini aku mau sharing materi tentang broker consistency, salah satu ilmu yang aku dapet dari bukunya Pak William Hartanto yang berjudul Bandarmology vs Teknikal. Thank you Pak William atas bukunya yang berisi banget. Untuk menghindari pelanggaran hak cipta, aku akan memberikan contoh berupa ilustrasiku sendiri. Tentu isinya nggak bisa selengkap buku asli, jadi kalau Financial Addict tertarik, belilah buku yang asli.
Buat pembaca broker summary atau broksum, kita pasti pernah ngeliat ada kode broker (perusahaan sekuritas) yang terus-terusan muncul tiap hari, entah nglakuin pembelian atau penjualan dalam jumlah yang cukup besar. Misalnya, hari ini kita liat Mirae Asset (kode YP) lagi beli banyak nih, eh besoknya beli lagi, lusanya beli lagi. Walaupun mungkin nggak selalu menempati peringkat pertama pembelian, yang penting si YP ini konsisten terus. Nah itulah yang disebut dengan broker consistency.
Penyakit para ritel adalah terlalu mengkastakan broker, misalnya oh broker ini broker yang baik, yang itu brokernya kejam. Kalau broker yang baik in (beli), aku juga in. Kalau broker jahat yang in, aku nggak mau in, ntar aku in, dia malah out (jual). Atau ini nih brokernya ritel, kalau itu mah brokernya bandar. Seakan-akan kode broker itu kayak nama bandarnya, padahal bukan. Broker itu cuma ngefasilitasin jual beli aja yee... Bandar mah anonim, mau pake sekuritas apa aja boleh, emang siapa yang ngelarang?
Ditambah lagi transaksi yang kita baca di broksum itu sifatnya akumulatif guys. Misal aja KK (Philip sekuritas) lagi beli 10.000 lot saham CUAN. Emangnya yakin pembelian sebanyak itu cuma dari satu orang aja? Jangan-jangan jumlah itu akumulatif dari pembelian 100 orang yang masing-masing beli 100 lot. Bisa juga kan? Atau ya memang benar 10.000 lot itu lagi diborong sama satu orang aja. Tapi apakah orang yang ngeborong itu pasti bandar? Belum tentu juga guys. Bisa aja kan investor dengan dana yang cukup besar lagi pengen beli saham itu dan mau di hold (disimpan) dalam jangka panjang.
Ih Cee pusing akutuh, kalo gitu kita nggak isa ngikutin bandar dong? Orang nggak tau bandarnya siapa...
Bisa aja atuh, asal harus selaw, ojo grusa-grusu. Coba bayangin, apa yang terjadi kalo kalian abis baca broksum, KK lagi beli 10.000 lot CUAN, kalian langsung bedah celengan terus all in. Di hari-hari selanjutnya, broker KK ini udah nggak muncul lagi. Kalian pasti bingung, nih bandar gimana sih, diikutin kok malah ngilang. Ya jelass, karena mungkin bukan bandar, mungkin yang lagi beli itu investor. Biasanya mah gitu kalo investor, sekali beli dalam jumlah besar, terus ngilang.
Tapi, bayangin kalau kalian itu ngikutinnya pelan-pelan, biasanya sih seminggu dua minggu yak. BTW, akumulasi itu cuma dua minggu ya, Ce? Kaga juga sihh... Setengah tahunan juga bisa. Tapi emang kalian mau ngestalk si bandar selama setengah tahun, kek nggak ada kerjaan laen aja. Makanya, kita ambil timeframe yang paling umum, dua minggu aja cukup. Setelah di stalk beberapa lama udah keliatan kan polanya, itu bandar atau cuma kumpulan ritel dan investor. Kalau ritel mah uangnya nggak terlalu banyak, nggak mungkin juga konsisten belinya dalam jumlah besar terus. Sampe sini paham? Bandar itu alon-alon asal kelakon guys, belinya dikit-dikit asal konsisten, bisa ada saatnya si bandar nggak beli selama beberapa hari buat ngecoh ritel, tapi nextnya bakal beli lagi kok. Jadi, tugas kita dalam broker consistency adalah temukan beberapa kode broker dengan pembelian cukup besar dan yang paling konsisten.
Om bandar kan kaya, Ce, kenapa nggak langsung aja belinya 1.000.000 lot saham? Ya kalo langsung beli banyak mah kalian sadar, ngikut semua dong, ntar harga sahamnya naik, naiknya nggak wajar, ke suspend. Duarrr... Ikutan nyangkut bandarnya, padahal nyangkut kan tugasnya para ritel, ya toh ya? (jokes)... Atau kalo misalnya si bandar langsung beli dalam jumlah buesar terus ritelnya sadar, ritelnya pada beli semua, habis gitu lalu lintasnya sepi. Iya dong, secara semua ritel udah beli, harganya naek, terus nih barang mau dibuang kemana? Makanya itu, bandar harus ngumpulin barang diem-diem selagi ritel nggak tahu.