Aku memejamkan mataku sesekali diantara hembusan angin malam yang berirama sunyi. dingin menyelimutiku beriringan dengan burung-burung yang sudah terlelap disudut malamnya. kerlap-kerlip lampu kota yang semakin pekat untuk  menghiasi puncak malam, terlihat sangatlah megah. malam yang hanya bermodalkan sinar lampu penduduk sekitar hanya menyisakan kagum yang luar biasa. dan juga sepi yang hanya sesekali diramaikan oleh lalu lalang mobil penduduk itu sedikit menemaiku saat ini.
      Berteman kopi dan juga kripik pisang sambil duduk lesehan diatap bangunan ini. atap yang berbahan cor semen ini semakin membuatku syahdu untuk menikmati malam panjangku dini hari ini. bagaimana tidak, aku sudah menghabiskan siangku dengan berbagai permasalahan pelik didunia ini. permasalahan yang hanya aku dan tuhan saja yang tahu. kaupun tak akan kuberitahu sampai waktunya tiba nanti. karena ini hanya persoalan tentang aku dan diriku tanpa segelintir setanpun tau.
aku memang biasa menyendiri dikala malam hari terlihat anggun untukku. duduk diam dan membisu di atap bangunan yang aku tempati saat ini. sebuah bangunan tempat tinggalku mencari ilmu ini mengajarkanku untuk merenungi kehidupan sejenak. apakah aku sudah baik menjalani hidup saat ini atau sebaliknya. Tatkala Tuhan atau Sang pencipta hanya melihat dan tersenyum atas perilaku kita saat ini.
      Dugaan-dugaan aku paparkan kepada sudut malam yang berbalut sendu ini. Ia yang begitu tenang menghiasi dunia tatkala aku masih mendekap sekejap dalam dekapannya. Orientasi sekejapnya akan sangat lama untukku rasakan sendiri sampai tak akan ada puncaknya, Membuatku betah untuk berlama-lama dengannya walau dengan sepi membunuhku diantara banyak makhluk yang tak terlihat. Sama seperti halnya hewan bodoh yang sedang mencari tempat untuk tidur ditengah gurun pasir.
Ditengah-tengah sudut malam Tuhan tak menjanjikan apa saja untukku pikirkksn dalam dekapannya. Ia mungkin yang hanya tersenyum melihatkan dakapku saat ini. Dengan jelas aku tersipu sampai imanku kututupi dengan topi para pemusik berkelas saat ini. Jika terlihat, cahayanya akan menerangi siang dan malam pun hangus dalam sirna yang saling beriringan. Atau aku nanti juga akan ikut terpanggang dalam ruang malam yang bercahaya. Sampai menuju saatnya aku tak akan mengenali diriku lagi, jauh dalam lubuk batinku.
Hedonisku mulai bertambah ketika saling jumpa. Jumpa yang sangat tak biasa memberikan segalanya tatkala aku rindu dalam harapku. Tak perlu cemas dalam harapan, hingga harapan tak diselimuti oleh lamunan.
      Otoritas Tuhan memang menjadi sebuah takdir. Ia akan mengiringi apa saja dalam setiap langkah manusia. Rencana manusia yang tak terdaftar akan dicoret dari otoritasNya dengan menimbang esensi dalam diri masing-masing. Semua makhluk seharusnya tidak boleh mencaci, karena pada dasarnya sedang menghamba.
Termasuk aku pada malamku ini, Aku yang berusaha peduli pada otoritas Tuhan. Keyakinanku bahwa Tuhan itu memanusiakan otoritasnya. sehingga aku tak perlu takut pada hari esok karena kita sedang bergandengan bersama-sama. Hingga sampai pada puncak malamku, aku yang entah tak tahu apa-apa hanya bisa memandang keatas melihat ciptaanNya.
" ah selarut ini, Tuhan masih saja romantis." Kataku sambil membisu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H