Emosi dan Boundaries, dua kata yang sifatnya masih sensitif untuk diperbincangkan. Padahal, keduanya memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Sebab manusia adalah makhluk yang kompleks, setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan itu menciptakan berbagai hal dalam diri manusia, dari mulai emosi hingga boundaries. Keduanya memiliki peran masing-masing pada manusia. Namun, pengenalan perasaan emosi dan boundaries sering terabaikan, dikarenakan para orang tua lebih memprioritaskan perkembangan kecerdasan intelektual anak.
Hal yang baik dapat menjadi emosi yang positif, namun sebaliknya hal yang tidak baik menjadi emosi negatif. Namun, emosi yang negatif tidak sepenuhnya termasuk dalam hal yang negatif. "Secara general dalam ilmu psikologi dan sebagainya itu memang urgent untuk dikenalkan sejak dini. Emosi dan empati menjadi fondasi terbentuknya boundaries," ujar Ravi Choirul, selaku praktisi pendidikan informal.Â
Dari banyaknya kasus bullying dan kasus kenakalan anak lainnya dapat disebabkan dari tidak mengenalnya emosi dan boundaries pada diri individunya, terutama empati kepada orang lain. Ketika emosi-emosi yang tidak dapat mereka keluarkan dengan baik, maka sisi diri yang bisa mengontrol itu akan bingung untuk mengolahnya dan menjadi sesuatu yang tidak baik. Padahal semua emosi memiliki fungsinya masing-masing, jika mengetahui cara meregulasinya dengan baik. Sebab emosi dan empati akan membentuk boundaries dan menciptakan individu yang dapat menghargai batasan untuk dirinya dan kepada orang lain.
"Banyak ruang atau lingkungan yang seakan-akan hanya menerima emosi-emosi tertentu atau dalam tanda kutip, yang kita pandang positif. Sementara emosi negatif, seringkali dianggap sebagai sesuatu yang disfungsional atau sesuatu yang harus dihindari. Padahal emosi-emosi seperti marah, sedih, dan sebagainya itu kan parts of survival kit kita sebagai manusia," ujar Ravi.
Peran dari emosi dan boundaries diperlukan untuk mengenal diri individu itu sendiri. Hal ini merupakan salah satu bentuk menghargai diri individu tersendiri dan orang lain. Tentu membutuhkan waktu dan tidak mudah untuk mengenalkannya. Emosi dan boundaries dapat mulai dikenalkan pada anak-anak sedini mungkin, karena anak-anak adalah awal dari emosi dan boundaries yang tercipta di masa depannya kelak. Saat dewasa, itulah cerminan dari apa yang didapatkannya saat kecil. Semakin dini dikenalkan akan semakin baik juga anak-anak berperilaku yang baik. Permasalahan awalnya adalah ketika tidak tahu bagaimana cara untuk menerapkannya kepada anak. "Penerapannya berbeda dan kontekstual dengan ruang dan waktunya, lingkungan mereka seperti apa, karena cara yang efektif yang diajarkan kita akan cocok dengan orang lain dan sebaliknya. Kita bukan dengan cara ngajarin tapi kita memfalitasi atau menciptakan peristiwa-peristiwa supaya mereka belajar sendiri," ucap Ravi kembali.
Usia anak-anak cenderung mencontoh apa yang mereka lihat dan dengar. Maka dari itu, sebagai orang tua menjadi sebuah keniscayaan untuk berhati-hati dalam memperkenalkan suatu hal ke anak-anak mereka, terutama dalam pengenalan emosi dan boundaries. Pengenalannya memang berbeda seiring bertambahnya umur anak. Dari anak yang baru mengenal senang hingga mengenal perasaan sedih. Baik anak atau pun orang tua semestinya belajar bersama dalam mengenal perasaan emosi dan boundaries.
"Konsep dasarnya yang saya tau itu, mengenalkan perasaan senang dan bahagia, nggak lupa dengan mengenalkan perasaan sedih dan marah juga, sebagai orang tua kita bisa melihat tandanya mungkin dari kalau dia sedih akan menangis, kalau dia bahagia akan tertawa. Lalu hal yang mulai terlihat pada anak saya dalam penerapan boundaries, contohnya dalam hal kepemilikan benda dan makanan," ujar Achmad Ridho, selaku orang tua yang mulai mengenalkan emosi dan boundaries kepada anaknya diusia dini.Â
Sebatas kepemilikan pun termasuk dalam hal batasan. Ketika milik pribadi direbut oleh orang lain, akan ada rasa terganggu dan tentunya tidak dibenarkan. Tentu batasan tersebut adalah bentuk hak yang seharusnya masing-masing individu miliki. Baik itu di rumah atau pun di lingkungan luar rumah, manusia harus memiliki batasan. Ketika individu itu mengetahui batasan dirinya dan kepada orang lain, perasaan simpati dan menghargai yang dimilikinya akan tinggi. Achmad Ridho berkata, "Ketika di luar dan seseorang sedang memegang handphone, dia lebih memilih untuk melihat saja karena merasa apa yang dipegang orang tersebut bukan miliknya. Jadi, anak saya lebih memilih untuk melihat atau bereaksi saja dengan apa yang orang lain punya dan sebaliknya."
Memperkenalkan emosi dan boundaries termasuk hal yang kompleks, sebab sulit jika diajarkan secara teoritis. Diperlukan eksekusi penerapan secara langsung oleh orang tua. Secara tidak langsung, kegiatan sehari-hari yang dilakukan, perlakuan serta cara bicara orang tua kepada anaknya termasuk ke dalam penerapan pengenalan emosi dan boundaries kepada anak-anaknya. Dalam perkembangannya tentu penerapannya berbeda, anak batita tidak mungkin sama dengan penerapan pengenalan kepada anak usia di atas lima tahun.Â
Meskipun zaman semakin maju, tidak lah menjadi hambatan untuk mengenalkan emosi dan boundaries kepada anak-anak. Sudah menjadi tugas orang tua untuk mengenalkan apa yang seharusnya anak-anak kenal. Sedini mungkin, anak-anak dapat mengenal emosi dan boundaries sebatas mengenal bagaimana mengekspresikan rasa senang dan sedihnya dengan baik. Dengan memperlihatkan tingkah laku dan mengurangi doktrinisasi berdasarkan saran orang lain, dapat menjadi salah satu cara untuk mengenalkannya. Sebab yang mengenal anak adalah orang tuanya bukan berdasarkan pengalaman orang lain, yang mana akan ada perbedaan dalam penerapannya.
Kesha Nathania Nayasza - 11220511000119
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H