Seiring berkembangnya zaman, sering kali kita dilema. Banyak pertanyaan yang tertanam dalam diri, apakah kita sudah dekat dengan Sang Pencipta? Tentu, tidak ada yang tau seberapa dekatnya kita dengan Allah. Dalam tasawuf, ada dimensi yang diajarkan kepada para sufi untuk membimbing seorang muslim agar lebih dekat kepada-Nya. Dua konsep menuju Allah dengan maqamat dan ahwal yang dilewati dengan tangga-tangga. Anak tangga tersebut dimulai dengan taubat, sabar, tawakal, zuhud, rida, mahabah, dan makrifah.
Maqamat meliputi dua konteks spiritual, yaitu perjalanan atau pendakian. Keduanya mengalami pergeseran makna. Konteks perjalanan dari yang tempat berdiri menjadi tempat pemberhentian dalam perjalanan rohani. Sedangkan konteks pendakian dari tempat berdiri menjadi tangga-tangga yang dilewati para sufi dalam pendakian rohani. Maqamat yang tetap dengan usaha yang dilakukan seorang hamba hingga mendapat "hadiah" dari Allah.Â
Para sufi meyakini kalau Allah yang Maha Suci hanya dapat didekati dengan jiwa yang suci pula. Maka tingkatan anak tangga pertama adalah taubat. Dengan hati dan pikiran yang bersih dari penyakit hati serta sifat yang tercela barulah kita dapat dekat dengan Allah. Jalan yang ditempuh seorang hamba kepada Allah, tidak lah mulus dan banyak rintangan yang akan menghalau. Maka dari itu, penyucian jiwa yang pertama kali dilakukan dan tentu harus tekun dan teliti karena sucinya jiwa yang akan menjadi pegangan dan kekuatan dalam perjalanan atau pendakian. Para sufi menempuh maqamat dengan pendidikan, pelatihan, perjuangan, dan hanya memfokuskan diri kepada Allah.
Kesabaran seorang hamba menjadi daya tahan dan ketangguhan dalam menghadapi rintangan tantangan yang akan membawa peluang kebaikan dalam hidup. Setelahnya, kita mempercayakan segala urusan sepenuhnya kepada-Nya setelah melakukan perencanaan hidup yang matang. Mempercayakan urusan kita kepada Allah akan membantu meringankan beban kita secara pikiran, perasaan, dan rohani. Lalu memadukan hidup ini dengan menolak segala sesuatu yang haram, menjadikan tubuh ini merasa tenang dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan senantiasa Allah akan meridhoi apa-apa yang kita jalani serta mendapat cintanya Allah. Dengan begitu, perjalanan spiritual yang kita jalankan dapat sempurna hingga dapat melihat Allah dengan kalbu kita.
Allah membuka tabir yang ada di kalbu untuk selangkah demi selangkah sehingga hati, pikiran, dan tubuh ini terasa dekat dengan-Nya. Semata-mata hanya mengharap cinta-Nya, tentu dalam menjalaninya harus ikhlas dan bersungguh-sungguh. Titik akhir dalam maqamat adalah ahwal. Ahwal tidak dapat diusahakan, karena ahwal adalah pemberian Allah kepada hamba-Nya. Allah akan memberi ahwal kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan begitu juga sebaliknya.Â
Konsep maqamat dan ahwal saling melengkapi, keduanya tidak dapat dipisahkan. Maqamat seperti stasiun-stasiun kereta yang kita lewati dalam melakukan perjalanan, sedangkan ahwal sebagai keadaan batin atau kondisi spiritual dari individunya. Keduanya membentuk keserasian perjalanan spiritual seorang hamba menuju Allah dalam mencapai kedekatan dan menjadi kekasih-Nya yang diidamkan oleh para pencari kebenaran dalam tradisi Islam.
Dosen Pengampu Mata Kuliah Akhlak Tasawuf: Prof. Dr. H. Asep Usmani Ismail, M.A.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H