Mohon tunggu...
kesatria sughani
kesatria sughani Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis, Desainer, Ilustrator, freethinker

Lahir di Jakarta, 16 April 1984. gemar membaca, menulis, dan menggambar. Pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum di SMK Broadcast Ghama Caraka Depok dan telah mendapatkan sertifikasi sebagai pendidik oleh Kementrian Pendidikan Republik Indonesia untuk materi ajar Bahasa Indonesia. Gemar Seni, filsafat, dunia pendidikan, dan banyak lagi yang lainnya. Sekarang telah menjadi ASN dan bertugas di SMA Negeri 1 Depok sebagai Guru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bolehkah Memarahi Anak?

15 Januari 2021   14:17 Diperbarui: 15 Januari 2021   19:27 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

hal-hal yang fatal seperti: anak main pisau pada adiknya, anak tidak salat padahal itu kewajiban agama, anak tidak disiplin setelah berkali-kali dinasihati. Atau anak berdusta. Jika dibiarkan, anak akan terbiasa berbohong dan itu tentu akan bahaya bagi dirinya di masa yang akan datang. Hal-hal yang kita nilai mampu mengantarkan anak pada hal-hal berbahaya dalam waktu dekat atau jangka panjang, maka kita patut memberikan penekanan berupa marah pada mereka.

Ketiga, Jangan Marah jika dinasihati biasa, anak sudah merasa bersalah. ini tidak kalah penting dan harus dilakukan orang tua sebelum mereka marah. Ketika anak melakukan kesalahan fatal, maka hentikan perbuatan anak dengan cara apapun tanpa sikap kasar,  kemudian ajak anak berpikir, “Menurutmu, jika kamu main pisau dengan adik, lalu pisau itu mengenai adik, apakah adik kamu tidak akan terluka?“ atau, “kalau adik kamu kena pisau, nanti gimana?” Dialog-dialog untuk mengajak anak berpikir itu biasanya efektif. Sehingga jika hal itu sudah membuat anak terlihat menyesali perbuatannya, maka marah bukan lagi jadi pilihan yang tepat. Sebaliknya jika sudah dibilangi anak masih tidak mendengarkan, maka genggam pundaknya dan arahkan matanya ke mata kita. Hingga jiwanya memperhatikan kita. Setidaknya, cara Imun mengingatkan kita selalu harus kita gunakan. Bertahap, tidak tiba-tiba marah. 

Keempat, berdoa pada Tuhan. Tidak dapat dipungkiri, bahwa kita tidak memiliki kuasa untuk mengubah orang lain khususnya anak-anak kita. Kita hanya ditugaskan memberikan hak mereka, mengajarkan mereka nilai-nilai, dan berusaha bersikap terbaik agar mereka dapat hidup sebaik-baiknya. Kita butuh bantuan Tuhan untuk mengetuk hati anak-anak kita. Dengan kita pasrah pada Tuhan, maka yang tersisa adalah kasih sayang. segala yang  kita lakukan akan dibangun oleh rasa takut dan khawatir Serta permohonan. Secara spiritual, ini akan berpengaruh pada cara kita menasihati dan cara kita memarahi. Dan secara sadar atau tidak, Tuhan akan mengirimkan sosok lain atau alam untuk menasihati anak kita atau dengan cara-Nya yang khas.

 SIMPULAN

3964b18b-ed50-485e-8c22-62321a1203c3-60018a1ed541df055e504793.jpeg
3964b18b-ed50-485e-8c22-62321a1203c3-60018a1ed541df055e504793.jpeg
Intinya, kita sebagai orang tua perlu belajar dari cara sistem imun memberikan peringatan kepada kita ketika ada bahaya mengancam. Semakin berbahaya, maka semakin Sistem imun menciptakan rasa sakit. Tujuannya supaya kita semakin sadar bahwa ada bahaya. Artinya, kita dapat menggunakan metode marah pada anak. Namun metode itu akan berdampak positif apabila sesuai konteks atau waktu yang tepat. Sebaliknya, jika konteksnya tidak dibangun dengan baik, dan waktunya tidak tepat, maka marah dapat memberikan dampak negatif yang patut dipertimbangkan.

semoga tips di atas bermanfaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun