Mohon tunggu...
June Samantha Wulandari
June Samantha Wulandari Mohon Tunggu... -

I'm just an ordinary woman with an extraordinary life journey

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Aku, Dia, dan Wanitanya

30 Juni 2014   23:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:05 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di salah satu TV Swasta belakangan sedang marak sebuah sinetron bertajuk "Catatan Hati Seorang Istri." Saya yakin, saya bukanlah yang pertama memberikan pujian atas 'isi' dari sinetron tersebut yang saya rasa ini adalah sinetron pertama yang syarat akan nilai kehidupan terutama melalui kacamata wanita.

Sinetron yang mengulas tentang problema rumah tangga tiga sahabat wanita yaitu Hanna, Vina dan Anisa benar2 mampu mengaduk emosi. Bagi saya, kisah yang memiliki arti sendiri adalah tentang Hanna dan Vina. Tentang Vina membidik kehidupan saya sekarang yang harus menjadi single mom dan membentuk kerasnya karakter saya karena saya harus senantiasa menyelesaikan semuanya sendiri tanpa pendamping. Berperan sebagai ayah, juga sebagai bunda. Lalu Hanna...kisah Hanna ini benar2 menampar saya. Karena dibalik sikap keras saya, ada kerapuhan bersemayam di sana, hingga sempat mengantarkan saya ke dalam kondisi yang jauh dari terhormat.

Kembali tanpa terasa, pikiran ini berjalan ke masa beberapa bulan lalu, dimana kesadaran masih enggan untuk menyapa. Ini bukanlah Catatn Hati Seorang Istri, tapi ini adalah catatan kecil seorang wanita yang menghargai kata 'istri' dengan sedalam2nya...

----------

Akubukanlah orang yang suci, aku pernah jatuh dalam situasi yang sama sekali aku hindari. Menjadi orang ketiga. Sungguh bukan hal yang aku banggakan. Mungkin banyak wanita di luar sana yang pernah terjebak dengan situasi ini, atau bahkan sedang terjebak dengan situasi iniMungkin juga ada yang kini akhirnya berakhir dalam bahtera pernikahan dan bersatu dalam kebahagiaan. Semuanya memiliki jalan masing2. Aku tidak pantas menghakimi hidup orang lain. Namun keyakinanku hanya satu, sesuatu yang dimulai dengan baik..pasti akhirnya akan baik pula. Dan apabila yang kita inginkan tidak terjadi...maka percayalah, yang terbaik yang akan terjadi. Allah tidak pernah mengecewakan kita, karena sesungguhnya bila kita merasa kecewa, Diasedang mengarahkan kita pada kebahagiaan kita yang sebenarnya.

Inilah sepenggal kisahku yang kubingkai sebagai penggalan dalam perjalanan hidup..

Kami bertemu di bus kota yang berlanjut dengan perbincangan yang hangat. Beberapa pertemuan pun mendekatkan kami. Intensitas komunikasi yang meningkat mempererat hati kami. Sehingga..perlahan-lahan kami melanggar batasan yang seharusnya tidak boleh kami langgar.

Aku pun jatuh cinta. Kepadanya. Suami dari wanita itu. Ia masuk dalam hidupku dengan penuh kelembutan dan kedewasaan. Perhatiannya yang manis, kehangatan sikapnya, pengertiannya, kesabarannya, mampu meluluhkan kekerasan hatiku yang terluka dan pernah bertekad untuk tidak akan jatuh hati lagi paska perpisahanku dengan mantan suami yg telah memberiku seorang peri kecil yang cantik.

Hadirnya membawa warna cerah bagi hidupku yang sempat kelabu. Aku benar-benar menganggapnya ‘potongan yang hilang’ dari hidupku. Pikirku yang menganggap bahwa kami memang ditakdirkan bersama, walau mungkin harus melewati jalan berliku seperti ini. Dia yang telah merubah prinsipku atas ‘monogami’ dan membuatku ikhlas bila kelak menjadi bidadarinya yang kedua.

Hati ini begitu memujanya, seluruh diri ini begitu mengagungkannya. Bagai seorang bayi yg lelah menangis dan akhirnya tertidur nyaman di pelukan bunda, bagai sang daun yang melepaskan dahaganya karena tibanya sang hujan..itulah aku pada dirinya.

Sekali lagi, aku berdiri tegap di depannya. Melawan setiap cibiran dan teguran atas cinta kasih kami. Cinta tak pernah salah. Ia bisa datang kapan saja...dan semua terjadi bukanlah tanpa alasan...Lantas mengapa mereka menyalahkan kami? Mengapa mereka tak sadar bahwa kami benar2 saling mencintai dan bukanlah hawa nafsu belaka? Toh agama kami juga menghalalkan apabila kami bersatu dalam ikatan pernikahan yang melibatkan 2 wanita di dalamnya? Ia tidak perlu memilih salah seorang di antara kami. Aku rela berbagi.

Aku tak peduli. Benar2 tidak peduli. Diri ini rela sakit karenanya...air mata ini rela mengalir demi rindu akan hadirnya. Semakin jauh..semakin dalam rasa ini untuknya. Senyumnyamenjadi bahagiaku, pilunya menjadi lukaku. Segalanya hanyalah tentang dia. Matahariku, air ku, cintaku...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun