Berita tentang operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK terhadap salah satu ketua umum partai yang sekaligus anggota DPR RI pada hari ini, Jumat 15 Maret 2019 sekitar pukul 09.00 WIB di kanwil Kementian Agama Sidoarjo, terkait jual beli jabatan di kementrian Agama (kemenag) Republik Indoneia, begitu viral di media sosial/online dan menjadi topik berita di berbagai stasiun televisi nasional. Peristiwa itu juga dikatakan melibatkan pejabat Kemenag dan pihak swasta.
Peristiwa tersebut menjadi sangat heboh, bahkan mungkin menjadi tendensius karena kejadiannya pada saat pelaksanaan Pemilu 2019 sedang menghitung hari. Eksotisme berita tersebut telah menjadi semacam pemanis bagi para politisi dari kubu yang pro maupun yang kontra. Seperti kita ketahui, bahwa ketua partai yang diduga tertangkap adalah dari ketua umum salah satu partai pendukung pemerintah.
Hal itu akan menjadi bumbu yang sangat sedap bagi kedua kubu untuk saling melempar isu-isu, utamanya terkait dengan isu korupsi yang paling menjadi sorotan masyarakat saat ini.
Saya merasa sejalan dengan budayawan, Sujewo Tejo bahwa peristiwa tersebut akan menjadi momentum pengalihan isu dari kedua kubu calon presiden yang akan bertarung pada PILPRES 17 April 2019 mendatang untuk menarik simpati masyarakat, khususnya para pemilih dari kaum milenial yang terkenal bersih dan anti korupsi.
Kubu petahana (Jokowi-Maruf Amin) barangkali akan menjadikan momentum peristiwa ini sebagai bukti dan meyakinkan masyarakat bahwa pemerintahan di bawah pemerintahan Jokowi-Yusuf Kala saat ini memang keras dan anti terhadap berbagai tindakan korupsi. Bahwa berbagai bukti pemerintahan ini keras melawan korupsi, sudah dibuktikan dengan berbagai tindakan OTT dan penangkapan para pelaku tindak kejahatan korupsi oleh aparat penegak hukum, utamanya KPK. Bahkan, memecat setiap ASN yang terbuti melakukan tindak kejahatan yang dianggap merugikan uang negara. Akan tetapi, moment ini seakan menjadi moment terbesar karena yang ditangkap adalah anggota DPR RI dan ketua umum partai yang nota bene pendukung pemerintah (Jokowi-JK). Juru kampanye dan pendukung kubu Jokowi-Maruf tentu akan dengan lantang berteriak bahwa Jokowi sebagai Presiden yang sedang berkuasa telah membuktikan bahwa pemerintahannya sangatlah konsent dalam pemberantasan korupsi. Itu dibuktikan dengan tidak ada istilah tebang pilih atau melindungi kawan yang terlibat korupsi.
Oleh sebab itu, kubu petahana pastilah akan meminta kepada masyarakat bahwa pemerintahan saat ini tidak perlu diragukan lagi komitmennya dalam agenda pemberantasan korupsi di negeri ini, sehingga pantas untuk diberikan kepercayaan untuk menahkodai kembali negeri ini (RI).
Sebaliknya, dari kubu Prabowo-Sandi yang dikenal dengan kubu posisi sebagai penantang, momentum OTT ini bisa dijadikan senjata untuk menyerang calon pasangan petahana (Jokowi) khususnya bahwa pemerintahannya sesungguhnya tidaklah bersih dari mafia korupsi. Penangkapan ketua umum  partai koalisi pendukung pemerintah sebagai bukti buruknya moral penguasa saat ini. Apalagi, oposisi nota bene belum pernah berkuasa, sehingga lebih sulit mencari bukti. Bahwa pemerintahannya termasuk "KORUPTOR", belum bisa dibuktikan.
Jadi, peristiwa OTT para pejabat dan ketua umum salah satu partai yang terjadi pada Jumat 15 maret 2019 seolah menjadi berkah bagi kedua pasangan yang sedang saling berhadapan merebut simpati rakyat untuk merebut kursi RI-1 dan RI-2 untuk periode lima tahun ke depan. Peristiwa tersebut seakan menjadi gula-gula yang akan dikerubuti oleh "para semut". Semutnya sendiri adalah para politisi di kedua kubu yang akan memainkan sebagai pemanis isu kampanye dari kedua kubu, utamanya dalam program pemberantasan korupsi.
Kita sebagai masyarakat calon pemilih yang disodori "gula-gula' dari peristiwa OTT tersebut harus bisa bersikap bijak dan melihat peristiwa tersebut dari kaca mata yang netral dan positif. Dengan demikian, masyarakat tidak terjebak pada pengkutuban yang berpotensi memicu permusuhan. Di samping itu, karena pelaksanaan pemilu tinggal menghitung hari, masyarakat agar insyaf bahwa masih banyak isu, persoalan, dan program lainnya yang pantas untuk dicermati dan dijadikan acuan dalam memilih pemimpin. Kita semua tentu berharap mendapatkan pemimpin yang benar-benar bisa dijadikan harapan untuk membawa perubahan dan kemaslahatan bangsa pada lima tahun ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H