Masa pandemi COVID-19 dengan segala tetek-bengeknya---isolasi diri, pembelajaran jarak jauh, work from home, you name it---membuat kita harus menyesuaikan gaya hidup kita.
Kita harus beradaptasi dengan kehidupan yang serba daring, mengunduh berbagai aplikasi baru yang menunjang pertemuan di gawai, dan mengisolasi diri di tempat tinggal masing-masing.Â
Awalnya, kesempatan karantina ini dianggap menyenangkan---kita merasa mendapatkan waktu untuk 'liburan' dan menghindar dari paparan virus penyebab Covid-19. Berbagai seruan #DiRumahAja dan tata cara physical distancing juga digencarkan untuk membuat kita sadar pentingnya mengurangi aktivitas di luar rumah sebagai upaya menurunkan angka kasus baru Covid-19.
Namun, perubahan gaya hidup yang dialami saat masa karantina memaksa kita untuk berhadapan dengan masalah baru, yaitu masalah psikologis. Tentunya, tidak semua orang tersangkut dalam masalah ini.Â
Dalam webinar pertama QualityTine yang bertajuk "Togetherness in Physical Distancing", dr. Gina Anindyajati, SpKJ mengemukakan bahwa perbedaan respons orang terhadap masa karantina dan faktor aktivitas harian yang dilakukan memengaruhi keberadaan masalah psikologis tersebut.
Rajin berolahraga, mencoba pengalaman-pengalaman baru, dan meluangkan waktu bersama keluarga merupakan pengalaman positif yang dapat dirasakan dari masa karantina ini.Â
"Namun, ada orang-orang yang mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan kehidupan di rumah saja. Mereka cenderung merana, ingin pergi keluar rumah, ingin meditasi tetapi tidak bisa konsentrasi. Selain itu, ada juga yang tidak terbiasa melakukan pekerjaan rumahan sehingga merasa kewalahan dan tidak bisa membagi waktu dengan baik," ujar Gina.
Apa Saja Hal yang Dapat Membuat Kita Terpuruk di Masa Pandemi Ini?
Berdasarkan studi Brooks dkk, berbagai stresor dapat memicu stres saat masa karantina. stresor yang muncul saat masa karantina antara lain: [1]
- Durasi masa karantina
Berbagai studi menunjukkan bahwa semakin lama karantina diberlakukan, semakin buruk kesehatan jiwa seseorang---meliputi gejala-gejala stres pasca trauma, perilaku menghindar (avoidance), dan marah.
- Ketakutan akan terinfeksi
Ketakutan mengenai kesehatan diri mereka dan kemungkinan untuk menularkan infeksi kepada orang-orang terkasih lumrah ditemukan di orang-orang pada masa karantina. Selain itu, rasa takut yang berlebih terhadap gejala penyakit, seperti batuk atau demam, juga dapat dialami.
- Frustrasi dan rasa bosan