Guncangan dahsyat sebesar 7,4 SR yang menggetarkan kota Palu dan Donggala disusul oleh sapuan air tsunami akhir September lalu tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat setempat. Lebih dari itu, bencana yang merenggut ribuan nyawa tersebut merupakan duka bersama bagi seluruh rakyat Indonesia. Hingga saat ini, bantuan terus menerus datang silih berganti dari seluruh penjuru negeri bahkan mancanegara, termasuk upaya rekonstruksi bangunan yang sebagian besar luluh lantak rata dengan tanah. Situasi pasca bencana yang tidak stabil menyebabkan kegiatan masyarakat terhenti total, beralih dengan pencarian korban hilang, pemakaman jenazah, dan kehidupan di tenda-tenda pengungsian. Gempa susulan yang terjadi berulang kali dan pergeseran tanah hingga menenggelamkan rumah-rumah warga pun turut menyertai kepiluan warga Palu. Kerusakan infrastruktur akibat gempa menyebabkan kegiatan akademik di Universitas Tadulako (Untad), Sulawesi Tengah terpaksa dihentikan sementara karena 50% bangunan mengalami kerusakan parah.
     Solidaritas dan komitmen untuk membantu Palu Donggala diwujudkan oleh 38 universitas yang tergabung dalam Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) dalam bentuk kesepakatan bahwa masing-masing universitas membuka kesempatan seluas-luasnya bagi mahasiswa Universitas Tadulako (Untad) yang sedang berada di daerah asalnya untuk kuliah sementara atau sit in sesuai dengan jurusan di universitas asal. Kesepakatan tersebut merupakan bukti nyata koalisi perguruan tinggi untuk tetap menciptakan suasana belajar kondusif dan memenuhi hak mahasiswa memperoleh akses pendidikan. Hal tersebut diutarakan Prof.Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA selaku ketua MPRTNI.
     Sosialisasi program kuliah sementara untuk membantu mahasiswa Universitas Tadulako dilakukan dengan terbitnya surat edaran dari masing-masing universitas. Sebagai contoh, Universitas Indonesia (UI), melalui situs resminya menyatakan bahwa terdapat empat belas fakultas di UI yang siap menerima mahasiswa dari Universitas Tadulako. Khusus untuk fakultas kedokteran, mahasiswa yang dapat mengikuti program sit in adalah mahasiswa yang sudah memasuki masa klinik atau menjadi koasisten (koass). Pernyataan serupa pun dirilis oleh berbagai universitas di seluruh Indonesia. Bahkan beberapa universitas mengatakan bahwa apabila mahasiswa mengalami kekurangan dana akan diberikan uang saku dan disiapkan asrama. Program kuliah ini akan menjadi  tanggung jawab bersama sivitas akademika hingga proses revitalisasi kampus Untad selesai.
     Prosedur kuliah sementara (sit in) ditujukan bagi mahasiswa Untad yang sedang meninggalkan Palu dan berada di daerah yang berdekatan dengan salah satu perguruan tinggi negeri (PTN). Mahasiswa dipersilakan segera menghubungi dekan program studi terkait untuk menyampaikan minat mengikuti program sit in dengan menunjukan kartu pengenal yang sah. Setelah itu, data mahasiswa akan dicatat dan dilaporkan kepada pihak Untad untuk mendapat konfirmasi dan persetujuan. Namun, PTN yang dipilih hanya sebagai fasilitator tempat dan nilai mata kuliah tetap dikeluarkan oleh pihak Untad. PTN tersebut akan memberikan akses pada mahasiswa Untad untuk mengikuti proses pembelajaran sesuai ketentuan yang berlaku di masing-masing program studi. Sementara mahasiswa yang tetap berada di Sulawesi Tengah melaksanakan perkuliahan dengan sistem pembelajaran mandiri. Menurut hasil rapat koordinasi III yang dipublikasikan di situs resmi universitas, pihak kampus merencanakan perkuliahan tatap muka akan dilaksanakan mulai Senin, 5 November 2018 di kampus Universitas Tadulako dengan sistem pembelajaran diatur oleh masing-masing fakultas.
     Sebuah pertanyaan muncul ketika beredar surat pengumuman yang diterbitkan oleh Universitas Tadulako berdasarkan hasil rapat terbatas yang digelar oleh rektor. Surat tersebut justru menyatakan bahwa pelaksanaan koass bagi mahasiswa Program Pendidikan Profesi Dokter tidak akan dilanjutkan di perguruan tinggi lain, melainkan memanfaatkan rumah sakit jejaring setempat yang ada di Sulawesi Tengah. Selain itu, perkuliahan akan berlanjut dengan pembelajaran mandiri seraya menunggu kondisi kampus berangsur normal. Pernyataan yang tertulis dalam surat itu seolah menyatakan bahwa periode sit in mahasiswa program pendidikan dokter tidak akan terhitung sebagai masa belajar. Â
     Di sisi lain, hasil rapat rektor tanggal 15 Oktober 2018 menyatakan bahwa mahasiswa yang pergi ke luar provinsi dapat menuntaskan pembelajaran sit in hingga akhir semestetr di perguruan tinggi tempat mengambil pembelajaran sementara. Namun, apabila mahasiswa tersebut berkeingan kembali lebih awal ke Untad, keputusan sepenuhnya diserahkan pada masing-masing mahasiswa. Pemberitahuan tersebut disertai dengan tagar #UNTADBANGKIT dan #UNTADKUAT. Perbedaan pernyataan tersebut tentu menimbulkan kejanggalan, apakah memang mahasiswa jurusan pendidikan dokter yang sudah memasuki tahap koass sengaja dibedakan dengan jurusan lain dengan pertimbangan satu dan lain hal?
     Terlepas dari perbedaan tersebut, fenomena ini menjadi sebuah bukti bahwa duka Palu Donggala adalah duka Indonesia. Seluruh lapisan masyarakat, termasuk sivitas akademika universitas, turut terjun langsung dalam mengatasi  bencana ini. Masyarakat Sulawesi Tengah, khususnya Universitas Tadulako, yang tertimpa musibah pun memiliki keinginan yang kuat dan besar untuk kembali bangkit dan membantu sesama. Mengutip kalimat yang dituliskan oleh rektor Untad dalam hasil rapat koordinasi, "Gedung boleh hancur berkeping, namun hati harus tetap utuh dalam kebaikan." Semoga daerah yang dilanda bencana dapat segera bangkit dan pulih, seiring dengan doa dan uluran tangan yang tiada henti terjulur. Hikmah yang dapat dipetik dari bencana ialah sejatinya hal ini merupakan sebuah pengingat sekaligus penguat bangsa Indonesia untuk tetap bersatu padu membangun negeri kembali.
-Fona Qorina-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H