Freeport sudah menguasai pertambangan Indonesia kurang lebih selama 50 tahun terakhir. Awalnya pemerintah Indonesia hanya memiliki saham sebesar 9,36%. Namun setelah melakukan diskusi alot selama tiga setengah tahun terakhir, Indonesia akhirnya  bisa melakukan kesepakatan awal akuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI).
Hal itu dibuktikan dengan ditandatanganinya Head of Agreement (HoA) antara PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), Freeport McMoran (FCX) selaku induk PTFI, dan Rio Tinto pada hari Kamis, 12 Juli 2018. Peristiwa ini disampaikan Jokowi di ICE BSD City, Tangerang Selatan, Banten pada hari itu juga. Dana yang dikeluarkan pemerintah untuk akuisisi 51% saham PTFI adalah US$ 3,85 miliar atau setara Rp 53 triliun.
Menurut Ekonom Indonesia, Drajad Wibowo dana tersebut digunakan untuk membeli 40% hak partisipasi Rio Tinto di tambang Grasberg PTFI seharga US$ 3,5 miliar dan saham FCX di PTFI sehingga saham Indonesia menajdi 51% seharga US$ 350 juta.Â
Hal ini disampaikan Drajad Wibodo di Jakarta pada hari Jumat tanggal 13 Juli 2018. Rio Tinto merupakan perusahaan Britania Raya yang bergerak di bidang material.Â
Secara de facto, Rio Tinto menguasai 40% PTFI dan memiliki hak kewajiban yang setara FCX. Indonesia perlu membeli 40% hak partisipasi Rio Tinto agar Indonesia dapat mengantongi pendapatan PTFI dengan porsi yang setara 51% saham Indonesia yang diambil alih dari FCX.
Sederhananya bila hak pastisipasi Rio Tinto masih melekat, maka peruntukan pendapatan PTFI adalah 40% untuk Rio Tinto, dan 60% untuk FCX serta PT Inalum. Bila PT Inalum memiliki 51% saham FCX maka PT Inalum hanya mendapat 31% pendapatan PTFI, dan FCX mendapat 29% pendapatan PTFI. Bila Indonesia sudah memiliki hak partisipasi Rio Tinto, maka saham Indonesia melalui PT Inalum  ditambah saham Indocopper Investama bisa mencapai 51% di PTFI dan mendapat 51% pendapatan PTFI.
Namun, Head of Agreement (HoA) antara PT Inalum, PTFI, dan FCX baru langkah awal dalam menguasai PT Freeport Indonesia. HoA kemarin belum menjadi indikasi telah selesainya transaksi jual beli saham Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia. Masih ada beberapa tahap lagi yang perlu dilakukan agar pemerintah Indonesia bisa benar-benar memiliki tambang emas tersebut.
Salah satunya adalah negosiasi perjanjian teknis yang tidak menutup kemungkinan gagal di tengah jalan. Menurut Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Hikmahanto terdapat  isu yang janggal dalam isu yang dikeluarkan Head of Corporate Communications & Government Relationship Holding Industri Pertambangan Inalum, Rendi Witular yakni akan diadakannya perjanjian stabilisasi investasi.
Menurut Hikmahanto Juwana isu tersebut janggal karena Inalum bukanlah pihak regulator yang dapat menentukan besar pajak dan royalti, sebab itu merupakan wewenang pemerintah. Sehingga seharusnya isu besar pajak dan royalti tidak diatur dalam HoA. Meski begitu ia tetap tidak berharap langkah selanjutnya pengalihan saham freeport hingga 51% ke Indonesia tidak gagal di tengah jalan.
Dalam kancah Internasional, langkah presiden Jokowi untuk akuisisi 51% saham Freeport Indonesia menuai banyak pujian, diantaranya oleh media The Straits Time dari Singapura, media Nikken Asia Review dari Jepang, dan Wall Street Journal. Jokowi sendiri menyampaikan bahwa langkah ini diharapkan dapat membuat Indonesia mendapat income yang lebih besar dan bisa membuat nilai tambah komoditas tambang bisa dinikmati warga Indonesia.
Sebab kepentingan nasional harus dinomorsatukan dan beberapa langkah yang memang dianggap berani dan beresiko harus tetap ditempuh demi mendapatkan hasil yang lebih besar di kemudian hari.